Selasa, 02 Januari 2018

Semut itu

semut kecil hitam berkepala besar
sendirian saja
gerakan kepalanya mengangguk angguk
entah anggukan setuju atau tanda bahwa ia mengerti
tapi setuju atas apa
atau mengerti tentang apa

atau
jangan jangan ia meledekku
lelaki bodoh yang duduk di bawah pohon,
memandang semut di bebatuan
mungkin bukan sekedar memandang
melainkan saling berpandangan
dan ia yang lebih mengerti aku
dibanding aku mengerti dia

dan sepertinya memang iya
karena lalu ia mendekat
memanjat sandalku, hingga meraih jempol kakiku
berhenti di sana, mungkin ia mencermati tekstur kulit kakiku
menghitung berapa luka di jemari
bisa jadi ia juga menganalisa sebab luka itu
membaca masa laluku dari kulit kakiku

aku jadi takut
hendak kusentil pergi tapi....
terpikir jika ternyata bukan itu yang ia pikirkan? alangkah kejamnya

akhirnya aku biarkan saja
jika pun ia baca, lalu apa rugiku
ia toh tak punya sosial media untuk menyebarkan rahasiaku
paling ia hanya akan sampaikan ke teman teman sesama semut,
itu pun kalau ia bisa kembali pulang
melihat kesendiriannya, bisa jadi ia semut yang tak punya banyak teman
belum lagi cuaca yang mungkin sebentar lagi hujan
bisa jadi ia terbawa arus, lalu tersesat tak temukan jalan pulang

semut itu mendongak ke atas
seperti mencari wajahku
lalu mengangguk angguk lagi
entah anggukan apa
mungkin anggukan mengerti
tentang apa yang aku pikirkan

atau anggukan permisi, ia mau pamit
karena tak lama setelah itu
ia beranjak
begitu saja
tanpa gigitan

begitu saja.

Subang, 01 Januari 2018
Poetoe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...