Kamis, 15 Desember 2016

rantai di sosmed

Saat posting di sosmed diatur lebih ketat, maka postingan galau akan penuhi timeline. Karena dia yang lahir dari pencitraan itu mulai takut di rimba pertempurannya sendiri.

Sudah diduga, bola bekel itu memantul saat berbentur. Sibuk dandan pakai topeng, ya akhirnya bingung dengan topengnya sendiri.

Seperti kalimatmu dulu, kenapa tak jadi diri sendiri? Mungkin saja aku suka wajah aselimu. (Dalam hati bergumam: mungkin juga tidak).

Ternyata kuncinya pada orientasi. Selama sekedar dunyawi, maka berpura pura itu senjatanya. Khas dunia yang fana, seperti nenek yang bersolek.

Lalu jalani hidup dengan berharap tetap dalam nalar. Rajin mencubit pipi sendiri. Takut hanyut oleh informasi yang pekat persepsi basa basi.

Bayangkan betapa pekat belukar ini, karena pendusta demikian dominan. Jika tak berasa dusta pun, ternyata tetap saja ada yang disembunyikan.

Bekasi, 29/11/2016
Poetoe.

memang tak layak

Demikianlah....
semua tiba-tiba rumit
seperti tak cukup energi untuk mengetuk pintu
harus menunduk dalam
terlalu berat langkah lama menghalangi
tersadar yang lambat
bahwa hati teramat lemah
masih demikian ingat,
wajahmu saat gumamkan kalimat
"Salah pilih aku"

Dan siang itu hanya diam
memang tak layak
memang tak layak.

Sudahlah.

Bumyagara, 29/11/2016
Poetoe.

Ujian

Pada akhirnya semua akan diuji. Juga atas rasa. Ujian berkesinambungan. Kita akan liat hasilnya di ujung nanti.

Seperti rasa cinta yang mula-mula. Berawal dari sekedar ingin menguasai, lalu diuji oleh kegagalan, berubahlah ia menjadi serupa energi untuk melindungi, juga semangat untuk berbagi.

Apakah kita akan lulus? Atau harus mengulang, atau justru gagal? Dan terpental kita dalam sesal. Lihat saja nanti.

Jakarta-jogja 26/11/2016
Poetoe.

 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...