Sabtu, 24 Maret 2018

narasi untuk merdeka

berapa banyak pahlawan pergerakan dari tanah minang.
begitu pula penyair.

para penggerak geliat awal merdeka itu tak jauh dari para perangkai kata.
bukti bahwa narasi adalah pilar pergerakan.

bukankah narasi pendek "merdeka atau mati" itu mesin dahsyat semangat rakyat untuk melawan penjajah?

entah siapa yang temukan kalimat pendek dan pekat makna itu.

tak ada pilihan yang tersisa, hanya merdeka atau mati.

kebutuhan dasar untuk tetap hidup beradu pandang dengan kebutuhan dasar untuk tetap merdeka.

ah.

kukepalkan tangan, lalu lantang kuseru dengan haru

merdeka atau mati.

Jakarta bekasi, tol, 21032018
Poetoe

Psikopat jawa.

(perbincangan di suatu waktu yang canggung, aku dengan dia, yang mengaku bayanganku).

sebenarnya siapa kamu?

aku manusia. lelaki. orang jawa.

bagaimana orang jawa menurutmu?

orang jawa tak suka membentur. lebih suka berputar daripada menabrak. lebih tenang, tapi jadi berbayang. terkadang tak jelas sedang suka atau tak suka.

kamu suka jadi orang jawa?

aku kan orang jawa, jadi tak jelas antara suka atau tak suka.

(dia mendengus. aku tertawa)

seberapa jawa kah kamu?

sangat. aku perpaduan feodal dan kolonial. panggil aku priyayi.

mana buktinya?

ini senyumku. kujaga sedari tadi. kamu tak akan paham makna senyum ini sampai 30 menit ke depan.

maksudnya?

(aku hanya tersenyum. aku tahu 30 menit ke depan dia akan mati. aku tak suka. aku ingin melenyapkannya sejak lama.)

Halte Pancoran, 21032018
Poetoe

cinta itu ini.

cinta itu genggam tangan, sebentar. tadi pagi dan cuaca terabaikan.

cinta itu kerling mata sesaat, bukti penghargaan atas hening, di tengah gempita ramainya pagi.

cinta itu ingat mengingat penggalan cerita pendek kita, mengusap benak sejenak.

cinta itu sapa lewat gawai, hanya kalimat kalimat pendek, namun terasa getaran jarimu saat mengetiknya.

cinta itu senja yang bergegas berharap jumpa dengan debar yang menggumpal.

aku menujumu.

Halte Tebet, 21032018
Poetoe

aku dan aku.

aku menemukanku yang lain di sela sela buku.
aku yang kutemu ini kusam, sedikit terbungkuk.
lebih renta dibanding aku yang menemu.

aku ajak aku yang kutemu itu duduk berdua.
awalnya canggung. seperti di depan cermin. cermin yang kotor.

aku mengajak berbincang tentang sejak kapan aku terbagi seperti ini.
aku yang kutemu itu hanya tersenyum.
seperti berkata "kamu tahu lah"
ahai, gunakan kata kamu padahal kami berdua sama sama aku.

lalu tetap dalam sunyi atas bunyi.
namun kata berlompatan.
dari mata aku ke mata aku yang lain.
kata kata itu tanpa kata ganti.
kata ganti kehilangan posisi, karena ada dua kata ganti orang pertama yang berseteru.

kata kata itu tentang cita cita
keinginan yang entah, masih pantaskah saat lini masa terabaikan.
ingin butuh kata nanti untuk bersandar, tanpa waktu kata ingin terbang saja tanpa sandaran.

sandaran paling nyaman memang kesadaran.
sadar bahwa sepi itu menggenapi.
melengkapi riuhnya isi, hingga ada kosong dan jeda sebagai penghubung.

sepi itu penting.

Jakarta-Bekasi, 20032018
Poetoe

karung

berjalan di keramaian
banyak manusia
sama saja
manusia

padahal ini hanya karung
isi mimpi dan hasrat
gelora syahwati
langkah terseret

penuh
kadang malu
dan itu merdu
selamatkan diri

seperti karung
berisi anjing dan kucing
berkelahi di dalam
tubuh kita meletup letup

seperti karung
berisi tepung dan air
lembab dan beraroma
ambisi kita jijik dan amis

karung itu
teronggok saja
di gudang dunia yang jorok
tak ada harganya.

Bekasi, 20032018
Poetoe

Bejana ruh merdeka

aku hanya ingin aku juga kamu tak lalu berhenti saat pilar kesombongan itu menghadang.
karena gelar manusia yang kusandang menghalangiku untuk menyerah.
masalah bukanlah palang portal untuk berhenti lama
mungkin serupa halte, tertahan sebentar tapi lalu kembali bergerak.

kita dan waktu kuharap pilin memilin.
liat menggeliat, tak mudah terlilit dalam jerat dan ikat.
kita adalah bejana tempat simpan gelora semangat merdeka yang tak henti bergejolak.

aku minta kamu dan aku bersama bergerak.
aku minta kamu dan aku bergerak bersama.
jika aku lalu lelah rebah, angkat saja, bangunkan aku lekas.
aku enggan diam lama.
karena diam bisa saja lalu mati.

Halte st. Cawang, 20032018
Poetoe

bunga di taman.

adalah bunga di taman waktuku.
indah.
warna warna tenang.
senyum yang terang.

ada air mata sebelum lalu bercahaya.
mungkin kesedihan lalu itu jadi pemicu.
entah.
aku tak hendak banyak bertanya.
karena percaya
pasti ada alasan besar perubahan ini.

adalah bunga di taman masa-ku.
sejuk.
tutur kata yang menunduk.
sikap laku yang tawadhuk.

ajari aku.

Halte BNN, 20032018
Poetoe

bergeraklah

barisan ini berbahaya jika ada yang berhenti bergerak.
irama akan berantakan.
bisa saja ada yang lalu terinjak injak.
komandan harus pastikan semua tetap bergerak, padu.
walau bergeraknya melambat karena lelah
tetaplah bergerak.

ikuti tanda birama semampumu.

jika pun ada perselisihan
jangan sampai membuat berhenti.
perselisihan itu terlahir oleh beda
saat beradu berhadapan
biarkan saja masing masing membuktikan.
ajang pembuktian menjadi sarana berfastabiqul khairat
dinamisasi yang ampuh.

bergeraklah,
bahkan saat sakit hati itu mendera
bergeraklah.

Bekasi, 18032018
Poetoe

merapal ajal

mencumbui waktu
padahal ajal mengintip intip
agh....

berita kematian sahabat dekat,
tercekat,
teringat mati pun demikian dekat
degub jantung cepat
berkeringat.

kesedihan tak lagi untuk orang lain
ini adalah sedih atas diri yang takut
terpeleset waktu yang licin
gelepar sesal menyangkut

mencumbui waktu
padahal ajal mengintip intip
agh....

Halte pancoran, 20032018
Poetoe

penantian pencarian dan pelarian

seseorang yang berdiri di ujung jalan memandang ke langit entah mencari apa.
berdiri lama, terlalu lama, hingga semua tidak lagi berpikir ia sedang mencari apa apa, melainkan hanya menanti.

seseorang yang berdiri di ujung jalan memandang ke langit entah menanti apa.
berdiri saja seperti ingin mengganti siang dengan senja, tapi dengan cara apa?
apa ia akan menarik matahari agar bergegas ke sisi barat?
dan tentu kata yang menjadi jawaban hanyalah entahlah.

dan pencarian itu kapan berakhir
ataukah sama dengan penantian sehingga akhirnya tentu yang ditunggu
ataukah hanya pelarian?

berbagai pertanyaan
berbaris saja
dan jawaban justru berhamburan.

demikianlah.

Bekasi, 17032018
Poetoe

membaca buku lama

membaca baris demi baris tulisan tentang masa lalu dan kamu muncul dari lembaran itu lalu duduk menemaniku pagi ini.
wajah ayu tatapannya sayu, lembut.
persis saat mula bertemu di satu siang kamu bergaun biru. langit sekaligus lautan. senyum seperti lambaian angin menderu merdu.

kamu tak akan percaya sejak itu sudah ada cinta. belum dalam memang namun tepat di pusat jiwa.

duduk menemaniku pagi ini dan buku usang itu kubaca baca.
menemani tanpa suara mungkin karena memang makhluk maya tak boleh bercakap cakap secara nyata.
namun mata itu lahirkan banyak kata di ruang kepala, sama saja dengan sebuah percakapan.

membaca kata kata di buku lama tapi juga melahirkan kata baru. jejal berjejalan. kamu memang mata air kata. kamu memang air mata kata.

dan mata kita bercinta diam diam di sebuah pagi yang sepi. hanya aku dan buku buku lama itu. senggama yang lama.

Bekasi, 17032018
Poetoe

litsus

seperti kembali pada satu masa, saat wawancara di siang yang kering, ia berdasi bertanya tentang banyak sisi, tentang visi misi hidup.
dan aku manusia yang sangat muda saat itu berapi api jelaskan nyaris separuh isi hati.
ia menyeringai seperti berdesis "mimpi kamu"

dan benarkah kebenaran itu tak ada artinya saat tak dimengerti orang?
dan benarkah kenyataan hanya penebusan atas kata kata yang pernah terlintas di pikiran, terucap di lisan, dan tertulis di tulisan?

beberapa tak berjawab, terbang lalu menempel atap menjadi kerak kebencian yang tersimpan.

ia memberi salam sebelum berpisah dengan seulas senyum ancaman.

Bekasi, 17032018
Poetoe

tangis kehidupan

menatap langit
nanap
menangis
gulita yang tragis
kesedihan adalah dendang merdu
nyanyikanlah

hidup hanyalah rangkaian tangisan
terjeda tawa sejenak jenak saja
terkadang tersisip senyum basi yang membasa
nada dasar tetap saja, air mata

maghrib kusudahi
usap pipi basah.

Halte Cawang, 16032018
Poetoe

Berselancar merdeka

Berselancar, biarkan berita yang simpang siur itu sebagai ombaknya.

Merdekakanlah.

Bahkan atas persepsi, apalagi atas penjajahan berhala citra.

Merdeka sajalah.

Memandang tajam. Teramat fokus.

Bedah segala keruwetan. Nikmati pelik dan sulitnya.

Peduli atas komentar, tapi pastikan apapun komentarnya tak akan pengaruhi rasa.

Merdeka kan?

Beberapa wajah dalam berita itu menyebalkan sekali.
Tapi tak boleh. Bersihkan sebisa mungkin dari benci dalam bentuk apa pun.

Merdeka dari benci itu juga layak diperjuangkan. Penuhi hari hanya dengan cinta, cinta, dan cinta.

Tak ada benci, tak ada sangka dan dengki.

Baik baik saja, semua.

Setiap kejadian, selalu saja ada alasan.

Dan ada dua jenis alasan.
Alasan sebenarnya, dan alasan yang masuk akal.

Baca pelan pelan. Jangan salah baca.

Bekasi, 17032018
Poetoe

sayatan senja

berjalan terseret
kelam bergelantungan di punggung leher
sedu sedan meratap menggigit tenggorokan
membatukkan namun tak dapat melompatkan
kata cinta yang menggumpal
tersendat di dada

berjalan limbung
kesadaran bergoyang goyang
berharap ada tabik
rengkuh genggam selamatkan
genangan pekat
lumpur masa lalu

ugh.

hidung memar sangat
darah.

Bawah tugu pancoran, 16032018
Poetoe

 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...