Minggu, 18 Februari 2018

romantika langit pagi

berkendara dan kau di belakangku
hela nafasmu bersama angin pagi mengeroyok leher belakangku
aku terpesona oleh segarnya
dan langit pagi tak biasa, berwarna merah
kau bilang betapa lama ia ditinggalkan,
sejak maghrib, langit merah itu terlahir
lewati malam gelap, hingga kini pagi ia masih tersisa di atas sana

mungkin bukan tertinggal melainkan ia dicuri oleh langit pagi
dan kini langit senja sedang kehilangan
bisa jadi ada senja di belahan bumi lain yang kehilangan warna merah langitnya

ah...

kita berdua dalam cakap tentang langit
bercumbu saja
langit mengintip, mungkin ia iri
tapi biarlah, kita nikmati saja selagi bisa bersama.

Bekasi, 19022018
Poetoe

Ngopi bersama Alien

tiba tiba menjadi sendiri
dimulai saat tegukan kopi pertama
seperti lenyap saja semua
tersisa aku dan hanya beberapa penggal kenangan

lalu kucoba terpejam
mencari teman dalam genangan di sudut otak

ada kamu, makhluk hijau berkepala besar dan bermata bulat lebar warna hitam saja.
aku duduk di sebelah
berbincang denganmu dalam diam
hanya saling tatap
bertukar kata melalui mata saja

banyak berita yang kita tertawakan
banyak fakta yang kita candai

Bekasi, 18022018
Poetoe

belajar menari

bermain tepuk tangan dengan anak,
belajar tentang harmoni
terkadang aku tangan kanan ia tangan kiri, ku terbuka ia menutup.
berulang ulang hingga hapal dan rasakan iramanya
tanpa komando kami paham kapan lebih cepat kapan lebih lambat.

aih, ia bahagia. aku juga.

demikian pula, saat teman seperjuangan berkata tutup pintu, sementara yang lain berkata buka pintu, itu bukan konflik internal.
ini irama itu, karena gerakan kita selalu sedehana kadang buka kadang tutup
kadang kanan kadang kiri

apatah beda.

dunia ini panggung dan kita sedang menari
nikmati iramanya
nikamti iramanya.

Bekasi, 17022018
Poetoe

re la

dikuasi
terikat
terjebak rasa memiliki
lalu terluka saat hilang

kehilangan atas sesuatu yang tak termiliki. naif.

kambing itu terluka
setiap ia berontak
ikatan di leher itu membuat lecet
jika ia rela saja
ia kan bahagia.

jadi duduklah sini
ambil nada re
lalu la

kau akan rela.

Bekasi, 17022018
Poetoe

FAD

berlarian mimpi, berhamburan
terbang menuju langit
bisunya jingga
langit menjelaga

setiap kali senja
setiap kali tergerus rindu saja
retina mata ku biar terguyur limpah cahayanya
mengunyah detail mentari yang perlahan dibunuh gelap

terang
merah
menghitam
kelam
ngelangut yang lama

lalu malam.

Bekasi, 17022018
Poetoe

Puteri senja

kapankah akhir hari, saat terbenam matahari ataukah tengah malam?

mungkin saat matahari tenggelamlah akhirnya, karena hari mati saat kehilangan matanya.

dan kegelisahan memang tumbuh pesat saat langit mulai memerah, karena resah terperah hingga perih.
karena nada terjeda hingga jerih.

kumbang terbang pun membuat sumbang,
angin sombong menggonggong tepat di dekat telinga.

aku tak ikut memaki layaknya lelaki,
hanya berbisik sepi sambil menatap langit
langit yang sama
langit yang dulu sangat kau takuti
hingga genggammu beriring gumam gemetar
wajahmu demam oleh suramnnya senja

di sisimu waktu itu
aku hanya menguatimu
dengan puisi yang terasah seperti belati
kujaga kau, jika nanti betara kala itu datang hendak menculikmu.

Bekasi, 17022018
Poetoe

cukup.

aku tak pernah tahu, bagaimana kenangan itu menguntitku.
tiba tiba saja sudah menggigit pangkal tengkorakku.
semua yang pernah kupikir bisa lupakan itu kembali tumpah basahi genangan ingatan.

lalu mau apa?

aku tak pernah tahu, bagaimana kenyataan itu mengawasiku.
tiba tiba saja sudah merebut rencana juga bayang buruk itu menjadi terjadi.
semua yang ingin kuhindari pun terpaksa harus kuhadapi.

terus bagaimana?

banyak yang harus aku sudahi,
seperti mimpi basi itu harus aku ludahi.

cukup.

Jalanan basah Jakarta, 16022018
Poetoe

menyebarkan jaring pesan

seperti menulis puisi cinta di dinding batu,
di jalan yang kuyakin ia kan lalui
walau entah terbaca atau tidak.

tapi bukankah cinta itu pernyataan, dan bukan sekedar pertanyaan?

wajar jika tak lalu tunggu jawaban,
biarkan rasa itu berlalu saja
entah kelak tersangkut lagi di mana

jadi apa lagi yang perlu ditunggu setelah semua dituliskan?

apakah kau akan persempit makna puisi hanya sebagai piranti?
padahal ia keniscayaan dari sebuah gelisah hati.

Stasiun Bekasi, 16022018
Poetoe

Rabu, 14 Februari 2018

hangat

ini cinta yang hangat,
saat genggam tangan yang menjadi penjaga ruang ingat
saat satu siang kita saling catat
pada detik yang mengetik dan sengat menyengat

seperti berenang pada deburan ombak yang teramat dahsyat
reflek kau tampar wajahku, sakit tapi nikmat.

agh, kita menjadi rima atas mimpi yang terbukti.

lalu keberulangan yang tak terbayang itu terendap saja dalam bilik ingatan,
hingga setelah lama pun ia belum termakan lupa.

seperti saat ini. kau tahu itu. pasti.

Cawang, 15022018
Poetoe

gelisah itu

apakah pada pagi yang dingin lalu tak ada puisi yang bisa aku seduh?
bukankah pahitnya kopi ini bisa mengisi ruang sepiku ini?

gelisah basah yang lama,
memelukku dalam ketiadaan daya untuk shut down isi kepala.
ketika dipaksa terpejam dalam rebah, tubuh malah mengejang kejang.
apa sih maumu?

gelisah resah ini masih berlanjut saat akhirnya terlelap,
karena tidurku selalu bermimpi
dan mimpi ini mimpi yang detail dan jelas
gambarnya tajam, entah berapa mega pixel.
alur ceritanya pun gamblang
sesekali bahkan mimpi hanya berupa slide paparan yang rumit.

aih kapan tidur ini bisa aku jadikan rehat ruhani?

Bekasi, 15022018
Poetoe

menghiba ampunan

benak penuh, rasa juga harapan berkelidan di rongga kepala
terseok seok di pintu tol, bergegas mengejar waktu maghrib yang nyaris usai.

ada merah putih, ada bayangan negeri di kelak hari
detail, semacam platform atas angan angan masa depan

musola kecil, di sebuah apotik
pintu kayunya menusuk jariku
nyerinya luar biasa. aih

ini bahasa Tuhan mengingatkan
seperti menarik kaki yang tadi nyaris melambung terbang ke arah purnama
ditarik kembali dalam nyata
serpihan kayu kecil sudah cukup menyiksa
tiba tiba teringat, badan kurus ini hanya pendosa yang sok pamer kuasa
merasa bisa pikirkan dunia
padahal picik, lemah, berendam saja di genangan ketidaktahuan dan ketidakberdayaan.

air mata.
air mata sesal dan malu.
aku menghiba ampunanMu.

Bekasi, 14022018
Poetoe

marah kolektif

sayang, banyak darah juga marah
percikan merahnya seperti langit senja, saat kita berdua dalam huru hara masa itu, aku menggenggam tanganmu, menarikmu untuk bersembunyi di balik kios buah di pasar Cililitan.
peluru berdesingan, batu terlontarkan, teriakan tercacimakian. kemarahan masa, kesurupan setan yang berjamaah dalam marah.
aku mengkhawatirkanmu, namun kau bermata penuh kilat antusias, tak ada takut.

sayang, bagaimana kita habiskan senja saat itu, adalah cinta dalam genggam yang nyata, tak kan kulupa.

berdua menjadi saksi, atas sejarah kelam kita sebagai bangsa. saat runtuh keberadaban, saat menyublim kasih dan sayang.

semoga tak terulang, semarah apapun kita. terlepas kendali adalah bencana.

Jatibening, 14022018
Poetoe

bah

bah, aku tak sanggup lagi menahan diri
kuraih satu kerah kurcaci
kumaki maki
lalu kulumatkan wajahnya di bilik khayalku.

masih sanggup kau nikmati berita hari ini?

kuraih remote kontrol, kulempar tepat di layar.

lalu dengan sepatu laras khas penindas, kuinjak injak serpih perihnya.

aku hanya ingin berhenti.

9 BT arah bekasi, 14022018
Poetoe

kurcaci kurcaci

tiba tiba kurcaci kurcaci itu muncul di mana mana
menebarkan ancaman
mengamankan dewa berhala citra

jijik.

tiba tiba kurcaci kurcaci itu muncul di ruang pribadi kita
menyerupai binatang hitam berekor
geyal geyol semburkan racun pura pura

hiks.

mau mual saja, malu
ini menu hidup yang demikian menyebalkan
orang orang gunakan semua cara untuk jual diri
berteriak teriak dengan lisan dan tulisan
pekiknya terlalu lantang
ciptakan pening di rongga kening
visi misi hidup redup perlahan
lalu hilang dari ingatan

duh

kurcaci kurcaci itu berbaris rapi
sambil bernyanyi lagu wagu
tentang kuasa yang tak boleh usai
gerakan pantatnya memualkan,
mereka melewatiku aku palingkan wajah
seorang kurcaci menatapku, merinding.

Cawang, 14022018
Poetoe

ijinkan aku, sayang

ijinkan aku sedih, sayang
ia semakin merepotkan
ia menciptakan monster
seolah membangun ternyata juga lahirkan kerusakan.

ijinkan aku marah, sayang
ia mulai menyebalkan
semakin menikmati menjadi pemimpin
jangankan kritik, karena hanya sekedar ungkapan tak puas saja kroni kroninya sudah mengamuk.

bagaimana aku bisa rela jika hanya gerak hati saja dihakimi
bagaimana aku bisa berdiam diri saat keyakinan kita pun dicampuri
senjakala kemerdekaan
ini tirani berkemas simponi

ijinkan aku melawan, sayang
karena diam kini mulai terasa sebagai pengkhianatan
jangan takut melawanku tak kan senekat jagoan di film film
aku hanya lelaki, yang enggan mengangguk tanpa dalil
aku tak kan melotot dan kepalkan tangan, inginku tetap santun dan penuh cinta
hanya wajah ini tetaplah wajah yang mati pun tak lagi aku takuti.

Cawang, 14022018
Poetoe

melawan senyap

terkadang bingung, bagaimana mungkin orang orang sedemikian baik itu justru dibenci banyak orang.
ekspresi bencinya pun demikian dahsyat. ngeri.

seperti badai yang menghantam kota yang rapi tertata. lalu berantakan. namun penghuninya setelah badai reda bergerak bersama membenahinya. kembali rapi seperti semula, tak ada keluhan. bergerak saja.

sumpah serapah itu senyap membentur dinding senyum tenangnya.
tak ada balasan atas serangan, semua terserap oleh helaan nafas saja, lalu lenyap.

apakah kebenaran yang pendiam akan menang melawan kebatilan yang berisik, riuh, namun terencana itu?

apakah memang harus menang?

Bekasi, 14022018
Lepas tengah malam
Poetoe

pohon rindu

dan kata rindu adalah jawabannya.
setelah menyengaja ciptakan jeda, tanpa sapa.
hanya sebelas hari, menjadi seperti sebelas bulan di tengah gurun.

mana oase

kupikir kita sudah tamat
seperti daun berguguran, habis tanpa sisa
batangnya dingin kering
daun daun keemasan di sekitarnya
ternyata, di celah ujung ranting itu
ada bakal daun yang serupa keberanian itu untuk kembali menyapa
lalu hujan turun teramat lebat

demikianlah cerita ini dilanjutkan.

Halte BNN, 13022018
Poetoe

di bis

deru di bawah kaki
debar di tengah dada
dingin di pangkal benak
ingin berpenasaran di lipat hati

apakah dulu
siapakah dia
mengapa bisa

tanya adalah luka dalam ketidaktahuan
menuntut obat data
haus akan kata
harap akan jawab

pada akhirnya,
ku tunggu kata "jadi, begitu. "

Transjakarta, 13022018
Poetoe

menunduk dalam hujan

hujan lembut menyapa hari
semua warna mempesona
serpihannya menggoda
basahi kening meski di balik payung
rahsia hati tersibak sesekali
betapa ada ingin walau secuil untuk tampak hebat
seperti ada bibit berhala dalam diri
dan hujan mengingatkan
dan ingat menghangatkan
betapa kecil
betapa bodoh
berharap besar
berharap sok pintar
hanya melukai
pasti pedih pada akhirnya.

Subang, 12022018
Poetoe

tipu daya dunia

pada akhirnya endapan keyakinan kita lah yang menyelamatkan kita.
hidup terlalu sederhana.
atas nama kekuasaan dan dorongan dunia itu pula yang mengoyak dasar jiwa, endapan itu terusik, keruhkan keyakinan, menggelapkan mata.

atas nama ambisi, kutebar dusta kubakar emosi.
kuubah pesan langit hanya untuk propaganda mimpi mimpiku.
penggoda denyut nurani.

hingga satu hari anak muda itu berdiri beri peringatan.
katanya aku telah lakukan pelanggaran.
pelanggaran apa?
aku anggap itu bodoh, karena ketidakmengertian atas beban saja.

tak kusangka, saat senja aku dibelalakan mataku.
kebenaran terang, dan aku luluh dalam malu.
ternyata yang bodoh adalah aku.
citra itu piranti dunia untuk memperdaya.
pujian itu tikaman.
justru celaan dan kritik adalah penyelamat.

jika belum terlambat, ijin aku meringkuk saja.
endapkan semua.
endapkan semua.

Bekasi, 12022018
Poetoe

seduh rindu

bagaimana kau bisa tanpa rindu?
mau kau bekukan rasa dengan mengadukan ingatan kepada harapan masa depan?

katamu ini cinta tapi mungkin tak selamanya.
romantis dan tetap realistis.
namun untuk tak lalu rindu, rasanya itu terlalu berat.
karena rindu itu adonan ingatan, kenangan, keinginan terulang, harapan bahagia, teraduk dalam loyang sayang.

jadi endapkan saja, lalu ikuti alirnya.

Bekasi, 11022018
Poetoe

sendiri diri.

pada nyeri yang lama bersembunyi di lipat benak, aku mencarimu, lembab dan pekat, setiap kusibak lipatannya perih semakin terasa.

bagaimana usia merengut perlahan kenangan, tiadamu tergerus satu satu oleh banyak kejadian.
seringkali ingin bertahan, dengan menjaga lilin kecil ini, ingatan tersapu sapu angin getir.

masihkah ada aku dalam ingatanmu, sepertimu dalam ingatanku?
atau aku memang tak boleh terlalu peduli?

penggalan sederhana meja kerja, alat tulis kantor, pegangan tangga, dan kalimat "aku sedang kerja" namun dengan raut wajah penuh anggukan.

lalu sepi. sunyi. sendiri diri saja.

Indonesia, 11022018
Poetoe

mati

anak kecil itu mengibarkan bendera tauhid, berlarian, matanya bercahaya seolah bertakbir dalam hati.
bendera adalah simbol, pematik gelora dalam dada, menatap kibarannya menenggelamkan ia dalam debar kebesaran nama Tuhannya.

dan di satu tempat yang berjarak ruang dan waktu, orang orang itu membahas untuk memperkarakannya. mencari dalil menghentikan aktivitas sang anak.

mereka lupa, ideologi tak pernah mati.

Bekasi, 10022018
Poetoe

katakan lawan, saja.

tak hanya kita, bahkan kebenaran pun berdandan.
berdalih kemasan itu perlu, bukan untuk mengelabui melainkan seperti bungkus kado. biarpun mutiara kita tetap butuh bungkus yang indah.

sedang wajah kita pun mulai terganggu oleh kerutan basa basi dan bekas luka dusta.

saat keberanian itu memaksa untuk berdiri menentang tajam kezaliman, mereka justru berkata itu bodoh dan naif. jika tak beranjak dari lumpur pencitraan kita memang akan sakit hati saja.

bangun dan tinggalkan dunia polesan ini, jika yakin benar, persetan anggapan orang.

terlemparlah sudah di sudut ruang, duduk sendiri namun tetap tenang. saat tak satu pun mendukung, ada keberanian yang menemani.

Bekasi, 10022018
Poetoe

bocah pemberani

tahukah kalian tentang anak pertama yang terlahir dari kalangan muhajirin di Yastrib?

saat dukun dukun berkumpul merapal mantera agar tak ada bayi muhajirin yang terlahir selamat justru ia yang terlahir. bocah pemberani. yang kata pertama dari lesannya adalah saif saif, yang bermakna pedang pedang.

dan saat lelaki besar yang paling ditakuti anak anak seusianya lewat, ia tak berhamburan berlari seperti yang lainnya.

ia hanya menatap, sambil berkata "untuk apa takut aku tak berbuat salah, untuk apa aku bergeser sementara jalan masih lapang? "

kisah pendek, bagaimana keberanian itu dibangun sebagai karakter di usia sangat muda.

jika di saat muda sudah lemah mudah menyerah apa yang bisa diharapkan?

menyalalah.

Bekasi, 09022018
Poetoe

Bidak kecoak

mungkin kita hanya bidak yang terlempar keluar dari gelanggang
lalu berhimpun di warung warung kopi
lalu bincang kita pun tentang kecoak yang bahkan di samping got pun masih ditendang keluar

terbuang pun kita masih bergaya
masih terbahak tertawakan gelisah terabaikan
tentang tak terpedulikan
abai abaikan saja
biarkan saja
toh di sini masih ada binar mata penuh antusias atas apapun

di luar pagar tepi selokan
kita tetap jaga pijakan
pertahankan kebenaran
biar hanya kecoak kita paham jalankan peran.

Jatibening, 09022018
Poetoe

Lelaki merdeka.

seorang lelaki yang tak peduli dianggap tak berbudaya itu tak peduli pula tunjukkan nyali menghadap sang raja dengan sepatu berdebu menginjak permadani bahkan tombaknya sengaja ia seret memberi pesan keberaniannya bahwa ia pria merdeka, berbeda dengan rakyatnya yang masih perlu bersimpuh menghamba pada sang raja.

bahkan saat raja sengaja halangi pintu agar lelaki itu terpaksa membungkuk, ia justru berjalan memunggungi raja saat harus membungkuk, bukti cerdasnya ia agar tetap tegak sebagai pria merdeka.

dan liat kata katanya, tegas. ajakan untuk merdeka bersama sebagai hamba Tuhan yang enggan menjadi hamba atas hamba yang lain.

aku menyesap kisahnya, senja ini.

Cawang UKI, 09022018
Poetoe

Basis

bertugas di nada nada rendah, mengawasi irama, agar tak lari menerobos garis birama.
indahnya pada nyawa lagu, hidup menghidupi, tanda tandanya anggukan kepala dan hentakkan kaki tanpa sadar, intuisi menjadi radar.

menyuarakan cinta melalui senar tebal itu, suaranya sopan, tak melengking namun dalam menyentuh jiwa. tak ingin terdepan namun tetap ukir kesan, dan taat jalani peran.

atas nama rasa, tercabik cabik tak mengapa, kulit jemari serasa terbakar, nafas membelukar berdebar debar.

Transjakarta, 09022018
Poetoe

Halte pancoran; Hujan

ada yang tertinggal
berlari kembali
ternyata kenangan tercecer di entah genangan yang mana
berhasil kutemukan rindu di laci meja kerja
terserak bersama remah remah pedih dilupakan
bergetar ia, segera aku kantongi
kantong atas, agar dekat dengan jantungku

samakah sakitnya, ia melangkah pergi menjauh
atau kau yang beranjak berjingkat melupakan?

mana lebih sakit, saat belati tertancap ataukah saat ia dicabut paksa dan darah menyembur keluar?

untuk apa kau tanyakan?

bukankah pada akhirnya akan sama terkapar?

... dan biarkan saja, jika tubuhku pada akhirnya menggelepar di lantai halte, darah berceceran, dan senja mewarnainya hingga tampak keemasan.

bukankah kau sudah merasa cukup terluka walau hanya menyimpan sekantung kecemasan?

lihatlah bagaimana fragmen ini berhasil kau menangkan.

aku mati.

dan kau hanya menangis saja memegang belati.

Halte pancoran tugu, 09022018
Poetoe

makhluk langit

menang kalah, cara pandang purba, selalu saja. terkadang membuat mual. bagaimana tidak jika setiap langkah seperti hanya ada dua pilihan, mau menang atau kalah. terbunuh atau membunuh. betapa sempit ruang pilihan.
mengapa harus menang?
mengapa takut kalah?
bosan aku pada pertandingan
mengapa tak jadikan dunia hanya pertunjukan saja?
sehingga tertawa tawa saja boleh, tak perlu terburu buru
tak perlu urat leher harus menegang, ah
untuk apa

aku mulai benar benar mual
saat melihat betapa hidup menjadi seserius itu, merencakan untuk menjatuhkan.
merencanakan untuk membangun kebencian.
merencanakan untuk merusak, meruntuhkan semua yang sudah dibangun lawan kita.
lawan? padahal mengapa harus jadi lawan? bukankah kita sama berdarah merah?
mengapa rasa fauna purba itu masih dipelihara bangsa manusia?

rasa marah juga benci.

aku duduk saja, di kursi taman selepas hujan, di sebuah senja yang ranum, aku melepas satu satu baju kebinatanganku. marah, benci, dengki, iri, ingin menang sendiri, bahagia atas luka orang lain, juga yang lainnya juga yang lainnya.

aku hanya ingin lalu berubah menjadi makhluk langit. putih, bersayap, lalu terbang di senja dengan langit melogam, mendekati matahari yang lembayung, dan aroma hujan menguar terumbar umbar kemana mana. aku terbang sayang. aku terbang.

Jakarta, senja selepas hujan, 09022018
poetoe
Ngaji pagi, al Hijr 2-5

dan kelak, mereka terkadang berandai andai menjadi orang yang berserah diri, padahal mereka ingkar.

biarkan saja mereka mengecap kenyang, menikmat senang, dan berlalai dalam angan. kelak mereka pasti kan tahu.

dan tidaklah hancur satu bangsa kecuali telah ditetapkan waktunya.

tak akan bisa siapa pun menundanya pula mendahulukannya.

Kamis, 08 Februari 2018

hisab dalam mati

suara nafas sendiri pernahkah kau jeli mendengarkannya, hembusan lalu ditarik kembali seperti ketukan irama lagu, juga kutukan atas hidup.

ada saatnya nanti bernafas itu berat dan sulit, seperti lemari besi terseret, deritnya senggal nafas sisa sisa.

terkadang kehidupan cemburu pada kematian yang membebaskan, padahal bukan sebenar bebas, karena ia variabel terikat atas apa yang dilakukan dalam hidup.

adalah akibat atas sebab.
dan kau ingat nasehat ibu, bahwa jangan lari dari akibat yang sebabnya telah dilakukan. kau tak akan bisa. terlebih nanti di hidup setelah mati.

isinya hanya akibat yang harus dipertanggung jawabkan.

Jakarta, 08022018
Poetoe

Rabu, 07 Februari 2018

air mengalir di lantai bis

ada air mengalir di lantai bis
mungkin dari payung basah yang dilipat oleh penumpang yang duduk di belakang
air itu bergerak ke depan
saat sopir bis injak rem air semakin cepat bergerak
melewati sepatuku
aku biarkan
aku enggan ganggu ia menjalani fitrahnya
bergerak malas mengikuti gerak laju bis
ikuti teori inersia, hukum kelembaman.

demikianlah.

Bis Mayasari Bakti BT, 07022018
Poetoe

bertemu mantan di usia senja.

jika pada akhirnya kita bertemu di satu hari, saat kita sama sama tua, maka kita akan sama malu menyebut kita sebagai mantan.
mungkin hanya tersenyum, dan lalu perkenalkan pada keluarga atau pasangan kita yang saat itu bersama kita, ini teman lamaku.
lalu saling bersalaman lah.

bertanya tentang keadaan, basa basi saja. cukup. begitu saja.
jangan berharap ada cerita, karena memang usia telah mengubah kita.
kitab kita tahu diri, bicara kita tentang sisa sisa, tak akan ada ruang lagi untuk cuma.

begitulah.

Bekasi, 07022018
Poetoe

tak berkesudahan

kaca bis basah
jalanan berlarian ke belakang
cahaya cahaya itu resah
di lini masa lalu lalang

pada sepi yang dikuntit rindu
kenangan berjingkat mendekat
berbisik tentang lagu sendu
berharap terus bertatap lekat

terbaring saja
pada harinya
sosok lelah ini
berharap ingatan menjadi abadi
tercatat dalam benak anak anak
sehingga kematian tak hentikan cinta
tak berkesudahanlah cerita
berpendar dari ingatan menjadi lisan
lisan menjadi tulisan
tulisan kembali menjadi ingatan

tak berkesudahan.

Bis Mayasari 9 BT, 07022018
Poetoe

doa dalam hujan

hujan dan di perjalanan
termasuk ruang dan saat yang tepat merapal doa
yang terlintas tentu kejadian terdekat
anak seorang teman yang sakit
dan picu air mata sang bunda.

semoga hujan ini berkah
penambahan kenikmatan dan kebaikan
lipat berlipatan
bukan justru isu gurih
saling salah dan menyalahkan.

aamiin.

Halte BNN, 07022018
Poetoe

Doa untuk anak bu Dede (itjen) yang sedang sakit hari ini.

hujan kesorean

hujan kesorean
orang orang berlarian
tak ada ruang ragu
semua bergegasan

nafas nyaris tak berjarak
detik dan detak nadi menyerupa
aduh terlupa
rindu tertinggal di laci meja

pada sapa siapa saja
berpaling senja
enggan membalas
melengos saja

aku mencarimu
di kerumunan
karena mungkin saja
ada kebetulan yang tercecer di senja ini.

Halte BNN, 07022018
Poetoe

bersama

sudah bersama mereka
berdesakan
bersama mereka itu menjadi kami
lebur berhimpitan

menjadi kami itu membuat tenang
bersama selalu menang
bagaimana kalah jika tak ada lawan
semua kawan

bisa jadi tak ada benturan
karena gerak bersama
menjadi satu dalam sisi yang sama
tak lagi berhadapan

kita menjadi rima
irama dalam birama
nada dasar yang sama
bertautan serupa kurva dengan satu tema

hujan di luar
dingin
merapatlah
tunggu hingga tiba di halte tujuan.

Transjakarta, 07022018
Poetoe

Naga dalam larutan hitam pekat.

kantuk itu datang, dan rasa kopiku menghalanginya.
namun tak berdaya.
kantuk menggigit benak, mengunyah nalar, menggeroyokku bersama sunyi juga sepi. apa daya.
kopi hanya menepi saja saat didorong minggir oleh kantuk dan kroninya.

lalu dalam ketidaksadaran, aku bergumul dengan mimpi mimpi lama.
tentang naga dalam larutan gelap hitam, tempat aku dengan tubuh kuyupku hanyut.
sisik naga di bawah kaki terasai oleh telapakku, licin. kengerian mencumbui isi hati. namun tak berdaya. ah.

layaknya mimpi mimpi di saat sakit sejak kecil dulu. serupa. tak terceritakan, namun teringat detail kengeriaannya.

entah ini bangun atau masih lelap, aku berkeringat mengkilap. dalam senja yang lembab, basah oleh gelisah masa lama, dulu.

Pajakafe, 07022018
Poetoe

mesin waktu

bermain dengan mesin waktu
dengan rasa kopi yang sama dengan yang kita nikmati waktu itu.
juga lagu yang kunyanyikan
sama dengan senandungmu dulu.
demikianlah.
lalu sunyi menggunting mati
tercekat
seperti jerit tertahan kucing yang mati mendadak di tengah hujan pada suatu senja. begitu saja. tak berdrama namun detailnya jelas.
mati.

mesin waktu itu, gerak benak yang kenang mengenang di satu senja dengan berteman secangkir kopi pahit dengan rasa yang sama seperti hari itu.
dan kucing itu mati di bawah hujan.

Jakarta, 07022018
Poetoe

dendang saat anak di pesantren.

mereka bertanya mengapa.
dengan wajah seolah pertanyakan tanggung jawab kita sebagai pendidik.
mengapa kau titipkan?

tak semua tanya perlu kita jawab, terkadang terjawab oleh waktu.
bahwa mendidiknya tak selama ada di sisi.
anak pun belajar banyak dari sendiri, taklif ini ain. terbebani atas masing-masing mata. mendewasakan memang tidak mudah.

mereka mungkin juga bertanya, mengapa kita menyengaja terluka oleh jarak.
kerinduan yang dibangun, seolah tersiap terluka oleh sebab yang terencana.

biarkan saja.
karena ini juga tentang belajar kita.
bahwa suatu hari kita memang harus tak bersama.
jangan kau bebani mereka belajar saja, karena kita pun pembelajar itu.
melawan rindu, melipat sepi, membungkus semua dalam rapal doa malam malam.
jarak ini indah, perdekat kita pada langit.

berharap apapun yang terjadi, bahagia dan kebaikanlah yang tertabur di hari hari penantian tuk bertemu ini.

Jakarta, 07022018
Poetoe

runyam

Hujan
Sore
Halte
Penuh penumpang

Pelan
Antre
Halte
Jenuh dalam bimbang

Nyanyian
Nada re
Lalu mi fa sol re
Penuh tanya terulang

Wajah itu kecewa, karena rasa tak aku simpan dan pelihara dengan baik. Ia terlanjur mengamuk di keharmonisan hari.

Jatibening, 06022018
Poetoe

malaikat itu dekat

kopi hitam pekat
tatap lekat
keluhan itu seolah tiada malaikat
yang setia berjaga dekat

bermula pada kalimat "telah banyak kulakukan"
jadi lupa, merasa tak layak atas "apa yang kudapatkan"
seolah mengambil wewenang atas ukuran diri
merasa boleh banding-bandingkan dengan diri yang lain

hujan lebat
genggam erat
tapi tetap tanpa debar hangat
kata sayang tak terulang namun teringat lekat

malam menggumamkan dendang
tentang lelah yang mengunyah jiwa
berharap cahaya
bersinar sesaat dalam dada.

Jakarta, 06022018
Poetoe

Minggu, 04 Februari 2018

sisa

langit senja di ujung mata
nafas dan angin kering berkelindan
gelisahku dan empatimu berhadapan
gemetaran menata hati, malu

langit senja yang melogam luruh di semua kita
keemasan cahayanya di wajahmu, kecemasan di nada suaraku
"aku mau mengaku"
lalu suasana kaku mengurungku
jeruji asosial jeda antaraku dan keramaian lalu lintas sore

"aku berubah
bergeser
norma lama aku perkosa
ini sisanya: sedikit kejujuran
walau malu malu aku mengaku
topeng ini telah lama kukenakan
lengket sudah

bantu aku"
mulai menghiba
bersimpuh
"lepaskan topeng ini
bila perlu robek wajahku".

............

Bekasi, 04022018
Poetoe

dongeng jiwa

hingga pada akhirnya aku merasa kembali bodoh, telah bertingkah laku aneh. nada sumbang di tengah orkestra jiwa. ternyata usia pada beberapa hal tak membantuku menjadi lebih pintar.

atau mungkin justru ada semacam penyusutan, kehilangan peka atas rasa. tiba tiba sedih. sangat.

barisan kurcaci itu bergerak dari lembah diri ke lembah nurani. membawa banyak mimpi, khayali sesat. di setiap jengkal mereka menaburkan gelisah yang basah. hingga becek jalanan, berharap matahari segera bersinar terang.

butuh kata bahkan parang kata bila perlu. yang bisa menebas ilalang hati, rerimbun nestapa. menjadi luka, tapi tentu sesaat.

mungkin ada darah ada nyeri, namun akan pulih juga pada akhirnya.

Subang, 04022018
Poetoe

dendang awal hari

menepi di ruang tersepi
relakan hati
sunyikan benak
istirah sejenak

bagaimana keraguan itu mengoyak ketenangan
kecipak riak di tengah telaga
hinggar oleh debar
terulang ulang kata tanya mengapa

pada akhirnya memang kita butuh titik keputusan
terayunnya palu di atas meja hakim
ada waktu yang jangan kau permainkan
jeda jangan kau jadikan ruang bincang yang tak perlu

dan denotasi kalahkan konotasi
kata kata terang itu usir samar bayang basa basi

Bismillah, yuk kita beranjak.

Bekasi, 04022018
Poetoe

rapat

sudah kau bawa kan, niat baik itu saat datang lalu duduk bersama di tempat ini?
agar yakin saja, ini tak jadi sia sia.
karena ada ide besar di kepala ini yang butuh segera kita tuangkan, biarlah kita nikmati bersama.
di meja besar itu kita meramu adonan ide ini menjadi peta langkah.

kau takut akan ada beda di antara kita? kenapa?
selama kita bawa cinta, beda tentu tak mengapa
terlebih jika selalu melibatkanNya, terkemas dalam rapal doa.

semoga niat baik, rencana yang baik, pelaksanaan yang baik, hasilnya pun kebaikan.

aamiin.

Bekasi, 03022018
Poetoe.

skrip Tuhan

skrip Tuhan selalu akhirnya adalah kebaikan
dan kita hanyalah pelakon
dengan mengikuti sekenario yang ada akan membuat tenang
dan melawannya membuat gelisah

dunia memang penggoda
merayu untuk lupakan narasi langit
mengajak ikuti hasrat saja
lalu atas naskah dan peran yang ada, abaikan

jadilah kita wayang tanpa pakem
petakilan membentur bentur geber
cerita hidup jadi absurd
dalangnya iblis dalam syahwat

Duh....

Halte pancoran tugu, 02022018
Poetoe

Kamis, 01 Februari 2018

Pengembara

pengembara yang setiap saat jejakkan langkah di tanah asing
menikmati setiap ketidakmengertian
ketidakkenalan, lalu melebur
dalam lumpur yang asing namun perlahan tak lagi asing

di tanah rantau selalu saja ada tatap mata itu
berbagai ragam
tapi muaranya satu: cinta

mata serupa jendela
tempat membaca isi jiwa
di sana ada lambaian tangan

sejenak tertambat
terkadang dalam
terkadang selintas saja

ada yang menempel hanya oleh kedipan
ada yang butuh sapaan
ada yang butuh bincang panjang
ada yang hingga dekapan

ah...

pada akhirnya ialah sendiri
berdiri sebagai diri
di hadapanNya

kau bisa apa?

Halte Cawang, 01022018
Poetoe

 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...