Kamis, 21 Juni 2018

(memaki kegelisahan)

lelaki itu memaki
mengutuki sunyi yang mendengki
tanpa bunyi
menggerogoti semua nada hingga jadi percuma

rindu itu gula gula
sublimasi atas sepi yang nestapa
semua tentang perih yang terasa
sakit yang berlipat ganda

demikianlah ini ruang penuh tanda tanya
udara riuh dengan ketidakmengertian
gaduh oleh tanda baca koma
tanda waqof itu tak kunjung terbaca

perempuan itu menunduk di sudut gelap
mengguntingi kartu kartu senyap
mengais ais kata ikhlas
pengorbanan yang enggan pamrih balas

senyum getir
dan hutang semakin banyak saja
sementara lelaki itu berkali kali
belanja hanya untuk diri

menangis saja
perempuan hanya relawan tanpa kata kasihan

agh.

Bumiayu, 2018
Poetoe

senja saja

merindukan seorang yang tak rindukan kita
menunggu seorang yang tak menunggu kita
tabik tangan yang tak berbalas
kata tanya yang tak terjawab

senja yang menggelepar
berjalan di belakang
selepas maghrib
selepas lambaian tangan perpisah

tak ada bunga di akhir cerita
hanya genggam tangan terampas
namun lalu terhempas
wajah iba
tanpa air mata

degub dan detak
menyita satu waktu
mengulum kecewa, saja.

senja saja
sudah.

Bekasi, 20 Juni 2018
Poetoe

kamajaya - kala

terpasung dalam ikatan rindu
jaring yang kau tebarkan
terjebak dalam karam rasa
badai asmara yang kau panggil panggil

tak sanggup singup aku hirup
remah resah kumamah
hidangan atas kegenitan fragmen norak kita
basa basi aku dan kau

panggungnya waktu dan jarak
hiasannya kata kata
tanpa kata cinta
namun diam diam penuh gelora

ahai

memperistri sepi
berselir sunyi
dan batara kala berbantah manja dengan batara kamajaya

di pihak mana kita?

Bumiayu, 17 Juni 2018
Poetoe

Pulang itu pengulangan

pulang itu pengulangan
diputar ulang piringan hitam kenangan
wajah dan peristiwa datang
bertandang lalu lalang

adalah rasa syukur atas ada dan tiadanya
mana kau pilih
saat menyimpang lalu ditegur sayang
atau tetap dibiar dalam riang senang

dalam perjalanan
kecupan punggung tangan
lantunan doa
juga bincang bincang kabar
berteman aroma kopi terbakar

cerita lalu mereka para pendahulu
pada para penerus
adalah tongkat estafet itu
terserahkan

setiap jumpa
mungkin hanya penambahan
atas kerutan di wajah kita
merekam segala cerita

pulang itu pengulangan
diputar ulang piringan hitam kenangan
wajah dan peristiwa datang
bertandang lalu lalang

Bumiayu, 18 Juni 2018
Poetoe

kata kata dan aku

kata kata yang terucap di depan banyak orang itu mengikatku
serupa barisan amanah yang bersiap menuntut balik sang penerbit kata katanya

ada takut menyangkut
ada gelisah basah
ada getir khawatir
ada cemas meremas jantung

akankah ini hanya sekedar kata kata tak mengada dalam peristiwa nyata
hingga semakin pantas tersematkan untuku gelar hipokrit itu

duh

tersadar bahwa bangunan tentang aku itu tersusun atas tulang, kenang, daging, pening, urat, hasrat, detak, juga kata kata yang terlahir dari lesan, tulisan bahkan sekedar lintasan pikiran

aku iya, aku.

Bumiayu, 17 Juni 2018
Poetoe

tenang saja

opini ditebar
dengan tagar
pagar penguasa merasa dilanggar
terbakar

ceramah dibatasi
dengan pukulan besi
ulama kritis perlahan dihabisi
ada yang mati
ada yang ditakut takuti

berita dibuat
berpura ramah di tengah rakyat
namun lengan kuasa tetap melumat
marah kecewa pun semakin pekat

tenang
masih ada air mata
rapal doa
tetes darah
jadi tak perlu marah marah
simpan saja
biarkan jadi gumpalan harap
yang kelak kan melahap,
tirani itu pasti lenyap....
terisa hanya aku dan senyap.

Bumiayu, 17 Juni 2018
Poetoe

sampah

janji janji penguasa mengangkasa
lukisan langit pertiwi
remah remah harap nyaris putus asa
mendongak nanap teratapi

bisik bisik di warung kopi
bisik bisik karena persepsi pun bisa bawa ke terali besi
bisik bisik karena opini ilmiah pun bisa lahirkan sanksi
bisik bisik karena mimpi juga bisa terhakimi

bebas terampas
merdeka hanya mereka
demokrasi itu basa basi
kritik pun dituduh intrik

ke tepi bukit
berdiri malam malam
menatap kota banyak lampu
lalu meludah
sampah

Muntilan, 14 Juni 2018
Poetoe

kejut

dunia labirin
semesta yang labil
dulu juga sekarang
seperti ada di seberang

garis waktu
kurva grafik tak tentu
duga tak relevan
sebab juga akibat
seperti terjerembab di lantai lembab

menjadi
atau berubah
berproses
atau tersulap

entah
kenyataan yang renyah
tak terukur namun indah
ya sudah.

Muntilan, 14 Juni 2018
Poetoe

sekat ingat

dan indahnya cinta itu di terjal lerengnya
terseoknya langkah juga curamnya bahaya
saat meraihnya mah mungkin biasa saja

dan indahnya tatap mata itu pada jejal maknanya
pekat kenangan tertahan juga rindu yang bercahaya
saat akhirnya tumpah air matanya luruh bersahaja

dan kata "pernah" menjadi berharga
di balik gelombang sesal bergumpal gumpal
ada hangat bahagia dulu tersirat dalam ingat
menjadi isyarat untuk bersama jalani taubat

rapal kata tanpa irama
sesenggukan tanpa koma
ada satu nama
terulang ulang pada nada yang sama

6 Ramadhan 1439
Poetoe

jejak lama

mengulang jejak lama
mendulang kenangan yang sama
empat puluh tahunan
di tanah lapang ku berlarian bersama runtuhnya hujan

petir menyambar tak terhiraukan
lelaki itu yang menguatkanku
alam hanya cara Dia bercakap
cahya langit dan kilatannya hanya cara Dia menatap

aku mencoba membaca semua
bahkan pada jejak kesalahan
wajah wajah yang telah tiada
serupa ruam ruam garis kambium pada irisan batang usiaku

dalam isak
dalam sepi yang menepi
kuisap perlahan semua
semua.

Muntilan, 29 Ramadhan 1439 H
Poetoe

harga kita

dan berapa harga kita?

entahlah,
mungkin sama nilainya dengan seberapa berharga dan mulianya orang lain di mata kita.

semakin meremehkan orang lain semakin remehlah kita
semakin mengecilkan orang lain semakin kecillah kita
semakin merendahkan orang lain
semakin rendahlah kita
semakin menghinakan orang lain semakin hinalah kita.

lalu berapa harga kita?

Jelang Ramadhan, 16 Mei 2018
Poetoe

malu

menemuinya dengan cara berbeda
dengan kata yang kusematkan pada gelisah
dengan nada yang kuikatkan pada resah
dengan tawa yang kugumamkan bersama lelah

menunduk ini karena malu
seperti paku terpalu
diam dalam ngilu
nyeri tersembilu

dosa mengerak dalam rasa
menggigit gigit hati nyaris putus asa
apakah pantas
sekedar berharap pun mana pantas

tergeletak saja
tersuruk dalam sujud
ampuni hamba
ampuni hamba

Transjakarta Bekasi, 09 mei 2018
Poetoe

pintu surga

tiang listrik
lampu temaram
senyum cantik
tunduk dalam muram

jembatan tua
anyir sampah
lapar yang lama
air mata habis tumpah

gelegar pesta
riuh canda
tenggak mewah
di sudut resah

jelaga jelaga
terhapus air telaga
doa terpinta
air air mata alir alir dalam mata.

Transjakarta Bekasi, 09 Mei 2018
Poetoe

bertanya tanya saja

kubasuh dengan sepi air mata
kuhapus dengan sunyi getir derita
kuseduh kopi di tepi mimpi
bersimpuh kau memeluk bumi
kurengkuh kau berbisik bisik

siapa sangka kan tiba sampai di sini

dekat
lekat
hangat
debur ombak melumat jagat ingatan

siapa duga kan jadi begini

daun pintu belum juga tertutup
geliat angin tak terbaca oleh malam
berhadap hadap saja
saling menatap membaca getir detik menitik merasa setiap sisa

siapa sesungguhnya kita

nafas membersamai waktu
cinta melebur debu.

CircleK Pancoran, 05052018
Poetoe

tanda koma nada re

kemana jejak jejak keraguan ini bermuara
karena barisan tanya itu terus bergerak mencari jawaban
dan riak gelombang itu datang silih berganti
tak henti

jika kalimat ini menunggu tanda baca titik
mengapa kau bubuhkan hanya koma
hingga harapan tetap terbuka
seperti tak berkesudahan

rindu hanya melingkar lingkar saja
padahal ia hanya butuh temu
untuk lalu remuk lenyap

tapi tak dibiarkan terjadi

ini menjadi nada re
yang selalu tak pantas ada di akhir birama

sampai kapan, sayang?

Bekasi Jakarta, 05052018
Poetoe

mawas diri

gelembung itu aku
berisi nafsu
bijih bijih waktu
berdentuman percik memercik

sekarung aib itu aku
tertutup kabut susu
rangkaian lagu bisu
ketiadaan yang bercanda

sekandang hewan liar itu aku
menggaum menakutimu
cambuk aku
bila perlu

lantunan nada sumbang itu aku
berbisik bisik tentang hidup
demikian buruk hingga tak tertangkap makna
hanya sia
hanya sia sia.

Bekasi timur, 03052018
Poetoe

ternyata ada

masih tentang rindu kan cahaya
usaha beranjak dari lelap
mengerjap kerjap
mata dan kesadaran mengendap endap
dalam rumit labirin gelap

seduh berbait kata
racik berbanyak makna
masih saja
bergumul pada gulita

mencumbu dalam ketidaksadaran
rasa yang dimanja
bahkan luka direnjana
tersisa hanya duka

tertunduk
terpejam dalam
pencarian kini
justru dari ceruk terdalam
di ruang kedap cahya kedap suara

ternyata ada.
eureka...

Bekasi, 04052018
Poetoe

tanda birama

jika tak paham
bisa sesat di rimba retorika

bejana ini mulanya isi dengan narasi
hanya khair hanya khair
lalu tanda waqof itu piranti henti
bersunyi di setiap jeda

di sekitar tebar saja dengan kesopanan yang terbaik
dan sesiapa yang datang sambut dengan riang

menarilah dalam rima ketundukan
atas birama langit
ini tanda ini tanda

bukti kita ada
bahwa kita ada.

Jatibening, 03052018
Poetoe

jalan gelap sangat

berjalan gelap
berpegangan tangan saja
mengais ais sumber cahya
tak satu pun
retina terberangus gelap yang absolut
hanya aroma
menjadi panduan
aroma semen nyaris kering
juga serpih debu bebatuan
bersama yakin, ada bangunan baru
tak jauh
perlahan terus berjalan
mengendus

entah sampai kapan
ketidaktahuan demikiam pekat
melumat
tandas.

jatibening, 03052018
Poetoe

nalar sadar

di tengah kobaran api
kilat parang kata terhunus
semburat caci berkemas basa basi
sudah berhadap hadapan.

mengapa kau melawan?

aku tidak sedang melawan, hanya menjaga diri, untuk tetap punya nalar sadar
agar sanggup sikapi wajar polah kedholiman yang menyebar penuh ingar bingar

hanya bertahan
kutuliskan gelisah ini
dan kutitip pada belalang di rerumputan tepian jalanan
bagaimana ia bertahan
pada buruknya cuaca
angin kotor asap motor
juga lembab basah hujan yang malu malu di mula kemarau.

Cawang, 25042018
Poetoe

ruang cinta

mungkin memang sempit ruang ini
tak akan cukup untuk kemarahan
tak ada ruang untuk kebencian
terlebih setelah kuisi penuh dengan cinta
kusesakpadatkan dengan kasih
tak lagi ada luang.

jika mau tanamkan benci maka keluarlah
jika mau siramkan amarah maka eyahlah

cinta terlalu indah
kasih telah terpilih
tak terbandingkan

maka
pergilah.

Halte BNN, 03052018
Poetoe

nyala nyali

pucuk pucuk keberanian ialah nyala lentera kecil dalam dada tertiup tiup nyaris padam.

kesantunan jadi belenggu
basa basi jadi sublimasi
empati kadang bikin nyali mati

rindu untuk turun ke jalan
tangan terkepal
nyala marah mata menjalang

bentakan menjadi lambaian
laras senapan menjadi pemicu hasrat
terus maju
tak peduli mati
tak peduli mesiu mencumbu
tak peduli maut mengecup.

nyalalah nyali
nyali kupelihara hingga mati.

halte bnn, 25042018
Poetoe

kopi rindu

seperti pagi yang biasa dan secangkir kopi terhidang bersama kenangan yang kental menggumpal di pangkal benak.

juga musik pagi menghentak hentak dada hingga mendorong daun jendela terbanting, begitu pun rindu menjejakkan sepi. mendadak ngelangut.

wajah itu tak beranjak juga, masih di tanah lapang ingatan, bahkan mulai dirikan tenda. proyek lupa jadi mangkrak. senyum itu mengabadi tersangkut.

kopi kuhabiskan, rindu kuabaikan, pagi kuselesaikan.

Bekasi-Jakarta, 26042018
Poetoe

kala

telaga terkecipak
misteri tak tersibak
saat lembut kukepak
kau justru beranjak

terpesona pada suatu saat
bertemu di belik kecil
dan rindu merayap mengerat
geliat cinta yang terkucil

tak cukup waktu
30 menit berlalu
berdua membatu
simpang hati yang buntu

lalu tabuh gaduh bergemuruh
resah yang meriah
dalam dada menggoda dengan tanda tanda
pesan yang diam menggemaskan

memandang jauh langit barat
seperti sauh terlempar di ujung jagat
cakrawala menangis
tragedi kala yang tragis

tak sempat
sebelum semua terampas
sang waktu.

Pancoran, 25042018
Poetoe

sekaratnya keberanian

tak kau rasakankah?
ada yang sedang mati pelan pelan.

terbaring lemah di kamar penuh belenggu
terbius oleh kedengkian
terpasung oleh kepasrahan yang dipaksakan

iya menganiaya tidak
ditebasnya nadi nurani
menerima saja itu baik
melawan itu aib

sudahlah.

tak kau rasakankah?
ada yang sedang mati pelan pelan.
keberanian kita.

Halte UKi, 25042018
Poetoe

pepisah

menahan arus kata
padahal deburnya dari rasa
yang tumbuh liar
membelukar menembus pagar

tertahan menjadi diam
hanya kata yang padam
walau meluapnya jadi senyuman
juga hangat perhatian

beranjak tanpa kata berpisah
hanya senja yang terbiar basah
senyuman menghias wajah
bahagia di hati berbuncah.

20042018
Poetoe

nyamuk amuk

benak berdenyut
khayali mengamuk
di lantai semut
beterbangan nyamuk

mana tombol henti ini
lelah hati ini
berkelebatan

fragmen pengamen
perempuan muda
dengan dua anaknya
kenapa

buruh cuci rasanya lebih tenang

tak terbanyang jalanan liar
ajarkan pada anaknya kasar
angin malam galak
mengunyah paru paru lemah si bocah.

mana tombol henti ini
berdenyutan benak
berkedutan nadi
tak beraturan.

Bekasi, 18042018 awal hari
Poetoe

simponi senja merenjana

debar bersama detik yang bergerak
cemas bercampur aduk dengan rindu yang gemas
akankah
mungkinkah

dalam dada halai-balai
berandai andai
jika saja sama pula kau rasai
tentu rela ku berlama saja dalam sepi

dan renjana itu terbaca
kulumat hangat
kupeluk semua seluk
kutebar isi dada penuh debar
simponi ini mengabadi

tertulis dengan kalam yang dalam
terukir dengan pahat dekap lekat
terlukis dengan kuas penuh kias
meleburmu
menceburmu

beranjak
kibas sayap terkepak
cukuplah terhisap dalam benak
terjaga dari lupa yang kan merisak.

24042018
Poetoe

Rabu, 20 Juni 2018

obat taubat.

dosa mungkin serupa racun
terhirup lalu lebur dalam darah
merayap dalam nadi
menggumpal gumpal hingga ke jantung.

taubat itu obat
saat terucap ia kan bersihkan noda dosa
namun tak semua,
gumpalan gumpalan dalam lekuk selokan darah yang tak mudah larut.

butuh rapal taubat dosis tinggi,
butuh kesungguhan
butuh nasuha
butuh air mata

astaghfirulloh.

Jelang pintu tol Bekasi Timur, 16042018
Poetoe

masih kekasih

dan sinar matahari juga wajahmu memenuhiku
memelukku dengan pesonamu
bernafaslah saja di sebelahku

mengingat itu mengikat
menjerat dalam ruang ingat
kepeluk hangat
tak kulepas erat

dan cantik menjadi definisimu
makna yang sengaja kujajahkan pada kata
utuh
tak ada jeda sengketa.

bernafaslah saja di sebelahku
itu cukup.

18042018
Poetoe

kunang kenang

kunang kunang terbang malam
kenang kenang sulitku terpejam

tiuplah aku tenang
hembuskanlah kata sayang

kubutuh sesaat senggang
rebah manja berdendang

genggam saja
pejamkan saja.

Bekasi, 18042018 dinihari
Poetoe

Minggu, 03 Juni 2018

Dalam pejam

terpejam
menjumput kebisingan dalam nampan senja
taburkan bumbu renung
tambahkan cuka duka
sambal terasi sepi
dan kunyit yang wingit.

terpejam
menggelegak rasa dalam dada
bergetar kelopaknya
menahan air mata tak kuasa, tumpah

nyanyian lagu sumbang
ibu dengan bayi di gendongan
dan batita bagikan amplop putih ke penumpang

panas
gerah
angin senja
dan lapar.

agh.

Jatibening, 16042018
Poetoe

Senandung amarah

barisan monster tanpa narasi itu memusnahkan perkampungan di sepanjang perjalanan.
iringannya api, aroma kematian, dan tangis kengerian.
tanpa ampun melibas segala
seolah tak kan berhenti sampai peradaban raib dari muka bumi.

bumi masih bertahan,
dijaga oleh anak anak muda penyimpan mimpi
ide ide langit yang tetap berusaha di bumikan
walau harus berlarian
terkadang meringkuk lama di ceruk tepian tebing

mereka bersembunyi
walau kematian tak lagi menakutkan
hanya tak ingin kematian ini menghentikan langkah juang
karena tongkat estafet belum sempat diserahkan.

lagu amarah kembali terdengar
iringannya api, aroma kematian, dan tangis kengerian.

Halte BNN, 16042018
Poetoe

Simponi jumpa dan lupa

pada senja ada jumpa satu wajah dari lembar lama, entah kapan.
sapaan basi dan tertegun lupa yang kering, siapa.
lembar lembar kejadian serupa buku kenyataan yang terserak oleh angin, berhamburan lalu saling tindih, tak terduga.
jumpa lalu lupa, lalu entah tiba tiba terikat dalam ingatan yang sublim.

merana matahari juga rahasia.
semua bisa saja lalu terang tanpa ampun.
tak ada ragu.
luruh gelisah.
menjadi nyata dan pasti, percaya.

jadi begitulah
kita bidak catur penurut itu.

Halte pancoran, 16042018
Poetoe

Ruang tunggu

di ruang tunggu
duduk bermenung
menanti nama kita menggema dalam dengung
satu satu beranjak bara menjadi arang dalam tungku

di ruang tunggu
senggang dan debar saja
nafas serupa jejak
perlahan menuju akhir senja

dalam menanti
mengulang ulang bacaan
takut lupa memberangus isi benak
berharap tetap sadar
berharap tak tersasar
hingga malaikat maut menjambak kasar.

agh.

Pancoran, 16042018
Poetoe

Gelisah

kapan kau merasa tak gelisah?

pertanyaan yang sulit, karena mungkin sepanjang waktu adalah gelisah.

mungkin hidup hanya serangkaian nafas terhela yang disatukan dalam ikatan kegelisahan.

mungkin.

bahkan saat banyak orang mengiraku penuh pesta keriangan nyatanya dalam bising itu selalu ada rindu untuk lenyap.

ruang benak ini seperti tak pernah kemarau, hanya penghujan saja, hingga setiap waktu basah oleh gelisah.

apakah lalu tak bahagia?

entahlah.

di setiap jeda itu, hanya permohonan untuk tetap tegar yang dapat menenangkan.
hanya itu.

2018
Poetoe
..

lensa menggeser garis cahaya
bayang pun jadi beda
tetes darah kering di meja itu pun terlihat jelas

angin anyir
dan ketakutan telah tergeser gelegak marah
berdentuman dalam dada

menahan debar ini memang menyakitkan
namun terbayang sesalnya nanti
berdenyutan akhirnya

agh.

13042018
Poetoe

Politik itu....

industri pemikiran dan kata
bahan bakunya diktat dan data
memasaknya di warung kopi
diendapkan di renung sepi

tersaji sebagai narasi yang bernas
di iklim yang panas
menjadi energi untuk turun ke jalan
teriakan isi hati dengan tangan terkepal

lalu dimulailah
pertempuran itu pun terjadilah
peluru berdesing
merebut kesadaran dan menggantinya dengan pening

saatnya kembali rebah tiarap
melebur bumi mengendap endap
mengunyah tanah
memeluk erat pasrah.

Bekasi, 13042018
Poetoe

Penting

seberapa pentingnya dirimu?
kenapa semua harus tentangmu?
bukankah ada pasien di luar sana yang menungguku dan terlambatku bisa mengundang maut untuknya?

pertanyaan pertanyaan itu ternyata tolol untuk sepasang kekasih.
seperti tarikan keras menghempaskan harga dirinya.

dan kau pun menangis histeris.

dan bodohnya, aku pun lalu marah.

hingga jeda panjang yang akhirnya terlahir. berjauhan. saling menunduk diri. masing masing sibuk menakar diri.

Circle K Pancoran, 13042018
(saat ngopi sambil baca novel)
Poetoe

perih

tegukan terakhir di cangkir kopiku yang kedua hari ini, dan wajahmu bertamu penuhi ruang mataku dan tersenyum. aku seketika berkeringat.

bagaimana bisa tiba tiba saja kau menelan utuh kesadaranku tak bersisa.

hanya ada jejak langkah lama, genangan ingatan, juga bekas luka di sepanjang jalan kesadaran itu.

perih.

di rangkaian detik ini, di antara dua tanda birama waktu ini, tak ada kata kata. sunyi belaka.

kupikir ada kata maaf.
kupikir ada kalimat penyesalan.

ternyata tidak.

perih.

Circle K Pancoran, 13042018
Poetoe.

melepaskan

malam
menyelam
dalam
tabir esok berkemas entahnya silam

di sebelah
bersandar rebah
merasa salah
tapi hangatnya dekat lekat, entah

ada tuhan
menarik kesadaran duduk bersebelahan
tak pantas bertahan
semua berkesudahan

bertatapan
cinta yang kelaparan
bergetaran
dan kau bersiap melepaskan.

Circle K Pancoran, 13042018
Poetoe

dalam jejal towaf

aroma aneka tubuh
desak desakan
awalnya menggelisahkan
ada angkuh yang terluka
mengapa seperti tak ada ruang
semua putih
mengunyah utuh

dan lelaki tua itu berjalan lambat
mamaksa langkahku pun melambat
luka di tumitnya menganga
ah
aromanya
tak sanggup menatap lukanya
terbayang sakitnya
berusaha mendahuluinya
menerobos di sampingnya
wajahnya hitam tirus
bibirnya sibuk merapal doa
sesaat tatap berjumpa
ia tersenyum
ia bahagia
melampauiku
huks

aroma aneka tubuh
desak desakan
awalnya menggelisahkan
ada angkuh yang terluka
mengapa seperti tak ada ruang
semua putih
mengunyah utuh

09042018
Poetoe

Al Adiyat di suatu sore

batu terhempas oleh arus
pohon terhempas oleh angin
harga diri terhempas oleh caci maki
mimpi terhempas oleh keterbatasan
aku terhempas oleh diri

joki kendalikan kuda
aku kendalikan diri

kuda kadang liar
begitu pun diri

aku terhempas oleh diri

ringkik kuda berlarian
percik api kakinya di bebatuan
debu beterbangan

aku terhempas oleh diri.

Halte BNN, 09042018
Poetoe

musola tua di dusun pathosan

aroma lembab
sumur tua
air jernih
bebatuan berlumut
dinginnya menjalari tubuh hingga ubun ubun
rahasia atas ruang kecil itu
saat rindu penuhi benak
tinggalkan kelas
lalu bersimpuh di sudutnya

aroma tanah
diri rebah
tersungkur
di bekas pijakan kaki kaki
memberi harga atas semua derak sendi
di kerendahan itu terus mencari
air mata dalam remang
di ruang sempit
himpit nyali

menyesap senyap
indahnya masih saja mengiang
hingga puluhan tahun berselang
ingatan lama di benak nyaman menginap.

Halte pancoran, 09042018
Poetoe

sekarat

hitam gelap berputaran
tak terlihat hanya terbaca oleh otak kecil
limbung tubuh terayun ayun
terlempar sana dan sini
tangan dan kaki tak berdaya
mata ada tapi tak berguna
karena dimana mana tak ada cahaya
hanya ingatan yang tersisa
ada sesal tak banyak menghapal saat masih ada ruang dan masa
hiks....
kini hanya bisa merapal beberapa saja

masih berputaran
entah sampai kapan
mungkin ini serupa melintas di batas dunia
ada nyeri dan perih
tapi tak seberapa
dibanding sesal yang menggumpal gumpal.

Pancoran, 09042018
Poetoe

Menepi

menepi di ceruk waktu
menguliti diri dengan pisau kesendirian
perih sih tapi nikmati
sebelum nanti
direbus dalam panci hari
hingga lunak daging jiwa
tak lagi suka berbentur bentur
tak lagi mudah menghancur lebur
memasang mata merahnya marah
semua rasa lawan
tak lagi ada kawan

menepi di lekuk masa
meracuni ego dengan cawan kesunyian
pedih sih tapi pelan kujilati
hingga sekarat keakuanku
tak lagi sibuk berhias diri
tak lagi asyik berpura pura
bertopeng pada semua
seolah olah
nyata dipasung dusta.

berlama lama
bersandar saja
nafas mulai berirama
pelan semakin pelan
seolah bersiap untuk berhenti.

Pancoran, 09042018
Poetoe

istighfar

panggung
punggung
layar
sinar
aku mematung
air mata menggantung
gemetar
menanti dalam debar

berhadapan
gelap
tanpa tatap
hanya yakin Ia ada di depan
takut yang sangat
pengakuan
dengan keringat berkilap
rapal penuh harap
hanya yakin Ia menatap lekat

mohon
ampun
mohon
ampun
hanya
ampun.

Bekasi, 08042018
Poetoe

ilaa anfusikum afalaa.....

kepada diri sudahkah kau perhatikan
kepada diri sudahkah kau tatap lekat
kepada diri sudahkah kau telaah
kepada diri sudahkah kau pelajari dengan seksama

membangun harmoni dalam diri ternyata tak mudah
keserasian antara tubuh, hati juga pikiran

sebelum beranjak bangun
menjadi bagian dari sistem di luar sana.

Bekasi, 08042018
Poetoe

Sunyi yang kupinang

berenang dalam dini
pejam menggenggam kendali diri
kembali pada nada dasar
tak lagi gaduh
teduh
sacangkir harap terseduh

bayang bayang
ruang
sepi seperti dari genang kenang
singup getarnya tenang
terus mencari dalam sunyi yang kupinang
dan ego yang kutantang
kutebas pedang
darah dan air mata
berlama lama

nafas berbaris
derapnya mengetuk hati
degubnya merima sukma

bersujud
meringkuk sendiri
sesenggukan.

Bekasi, 08042018
Poetoe

Baper

ada saatnya, terima kasih itu atas luka, atas kecewa, atas terabaikan, atas kegagalan, atas terpuruk sia sia. karena semua itu adalah halaman pembuka dari kitab tahu diri yang sepantasnya terbaca di seusiaku.

pada luka ada perih yang dapat cuci hati bersih,
pada kecewa ada bahagia yang tersembunyi di balik tawa pura pura,
pada saat terabaikan ada ruang luas untuk diri,
pada kegagalan ada kesadaran untuk perbaiki diri,
pada terpuruk sia sia ada energi untuk kumpulkan guna.

terlukalah itu belajarlah
tertatihlah itu tak lagi ada rehat
merajuklah itu bercerminlah.

Bekasi, 07-08042018
Poetoe

Kelarutan

dalam hitam pun ku cari putih
dalam kelam pun ku eja lirih
gerak bibir ini kelu
getar lidah ini keju

pada masa mana bisa ku susun alasan
padahal kesadaran nalar sudah jadi sandaran
tanpa bimbingan memang benak pun liar
pertanyakan apa saja hingga sengkarut salah dan benar

berhenti sejenak saja
agar terjeda
agar terendap nada
gumpalan gumpal makna
rangkaian arti
antaraku dan Kau.

Bekasi, 07042018
Poetoe

Tepi Sajadah

aku dan sepi saling berbagi
pada lini waktu bersekutu
bahwa gelora perlu segera reda
yuda jiwa pun butuh jeda

lumpur pekat itu kehangatan
kubenam perlahan tenggelam
abaikan karat dunia kemelekatan
dalam benam semua himpit menjepit
tunduk saja lebih dalam
mencari terang dalam ruang paling dasar

kemerdekaan dalam peniadaan
melebur dalam kebesaranNya
merendah dalam naunganNya
bersandar dalam kesadaran
berlindung dalam termenung
rapal doa perlahan
lirih pasrah pengakuan atas lemah.

ah.

Bekasi, 07042018
Poetoe

pertunjukan (petunjuk an)

lampu dipadamkan, pertunjukan pun akan segera dimulai.

pertunjukan ini adalah pertemuan antara petunjuk dengan hatiku.
di atas panggung aku canggung.
ternyata semua hanya tentang aku dan Kau.
keriuhan itu hanya jeda,
kemeriahan itu hanya sela sela,
bahkan kemewahan ini hanya sia sia.

hanya antara aku dengan Kau.
semua nilai bermula dari kualitas percakapanku dengan Kau.
semakin banyak tanya, semakin banyak pinta justru semakin manusialah aku.

dan pinta itu terkadang jadi hiba
permintaan sebagai hamba sahaya
permohonan sebagai budak tak berpunya saja.

bahannya hanya kata kata merendah, melemah, menunduk, pasrah, penuh kerelaan, penyerahan, pengakuan atas kelemahan, dan gemetar penuh harap.

setiap jumat, diingatkan
perbaiki tutur kata saat menghadap
berharap lebih baik dari lalu
agar tak rugi
agar tak tersesat.

Bekasi, jumat 06042018
Poetoe

kiya hanya dalam cerita

kata kata dalam seluruh cerita itu mengumpul pada satu kata mengapa. seperti mengapa ada malam itu, saat tak sengaja kita dipertemukan. aku dengan sekantung ide langitan itu, dan kau dengan sealun nada.

mengapa ada di antara kita: birama, ada irama, ada nada dasar?
mengapa ada kemarahan yang tersembunyi, sakit yang terendap lama, lalu air mata.
mengapa dalam genangan tatap lama itu kita berkencan, dan malam menjadi tempat bersemanyamnya gulita rindu.

dan mengapa kita bersama terjebak pada penjara untuk apa?
mengapa kesiasiaan itu rapi membungkus hari hari?
mengapa begitu sunyi kita dari arti, merana kita jauh dari makna?

dan terbungkam saja di satu siang kerontang ini adalah keniscayaan. sepi lah kita dalam secangkir kopi.

Bekasi, 03042018
Poetoe

ingatan yang luntur perlahan

angin bertiup membelai pipi dengan aroma kertas dari buku buku tua yang tertata di rak. ketakutan yang menyebalkan, apakah semua akan selalu sesuai dengan pola, seperti bahwa cinta itu lalu berlanjut pada ikatan, ataukah kekeliruan itu lalu harus bermuara pada sanksi.

kesedihan terkadang lahir dari ketidakmengertian yang akut. seperti gelap yang tak tertolong oleh cahya mana pun. sepi atas warna, sepi atas bunyi, sepi atas bukti. hanya kata kata dan lalu barisan penebusan atas kata kata itu.

sesal di ujung bergumpal gumpal.

dan di suatu siang, mencengkeramai setiap sisa sisa. aku melukis wajahmu di ingatanku, lukisan hitam putih, detail dan tajam ruam ruam garisnya. dan kau di ujung sana menghapusnya perlahan. jangan kau ingat lagi ya. jangan kau ingat ingat lagi. lalu diam diam dalam pejam aku menangis. tak ada yang tahu.

sepi. sunyi. menepi dari setiap bunyi.

Bekasi, 03042018
Poetoe

 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...