Selasa, 28 November 2017

Kidung Dunia

Hei...
Senandung awan
Senandung angan
Senandung mimpi
Seanandung wang sinawang.....

Hidup ini seperti tarian saja
ada yang melihat ke sana lalu tertawa
ada yang melihat ke sini
lalu keinginannya berkobar kobar
lupa diri
lupa untuk siapa dia ada di muka bumi ini

Hah

Ooooo....
Senandung awan
Senandung angan
Senandung mimpi
Seanandung wang sinawang.....

Semua saling melihat
Saling menatap
Lupa bahwa apa urusannya dengan orang lain
kita kelak dipanggil kembali
untuk hadir dalam satu apel akbar
isinya hanya kita sendiri  berhadapan dengan Tuhan
dan bukan tentang orang lain.

Saat itu hanya takut yang ada kelopak mata
menyesali selama di dunia sibuk
untuk hal yang tiada punya arti
sebagai bekal di sana nanti.

Mau menyesal,
ya silakan..

Lanjutkan ketololan kalian!

28/11/2017
Poetoe

Duhai Senja

Senja
aku ingin rebah manja
di pundak langitmu
hari ini dunia terlalu perkasa
menggagahi renta jiwaku
mengisi penuh rongga kepalaku
dunia
dunia
dunia.....

aku ingin rehat
aku ingin bersandar saja
ah
aku ingin tanpa ingin
sejenak saja
karena inginku
hanya mengganggu ketenangan hati
seperti mengejar bayangan sendiri

Senja
jika hari serupa sungai kecil di pedesaan
aku ingin menjadi air yang terjebak dalam ceruk sempit
berputaran saja di sana
agar aku tak letih mengikuti arusnya
biarkan pepasir yang terikut olehku mengendap di sana
hingga airku lebih jernih
tak terombang ambing oleh hasrat
dan kejamnya dunia.

Senja
aku hanya ingin rebah manja
di pundak langitmu.

28/11/2017
Poetoe

Rabu, 22 November 2017

R

di sela rimba waktu
terselip pertemuan kita
sangat sebentar
namun genangan telaga itu
ternikmati sejuknya

membuka pintu
dan persilakan kau masuk
lalu berjalan berkeliling
kubiarkan kau kenali satu satu
kubiarkan kau pahami setiap detail
masa laluku....

Iya.

mungkin ini karena telaga hening itu
sunyi namun penuh energi
yang tertahan menunggu momentum
jika sampai waktunya meledak saja
entah kapan

aku sih ingin kita menunggu saja di sini
sambil nikmati kopi
dan bincang isi sepi
dan kata kata serupa kayu bakar
perapian kecil
yang hangatkan ruang cakap kita.

Yuk.

Bekasi, November 2017
Poetoe

Minggu, 19 November 2017

Cinta teruji

akhirnya sepakat,
bahwa aku mencintaimu
dan seperti tradisi cinta
ia akan diuji
tanpa henti
hingga tersisa nanti
cinta yang berbeda dengan saat mula terasa dulu
yang masih sarat dengan cemburu
dan gelora yang norak
mungkin ini tentang langit yang menarik kita
tak terasa
terbang
semakin tak membumi

semakin lama semakin platonik
semakin tak membutuhkan kata
semakin miskin tuntutan
hak mengabur
semua tentang memberi saja
memberi tanpa henti

pada akhirnya bahkan ada tak ada pun kehilangan urgensi
karena saat tak dekat pun tak terasa jauh
selama dirimu tumbuh di kepalaku
tumbuh terus

masih saja begitu
kau juga cintaku
demikian pun aku adalah cintamu.

Indonesia 2017
Poetoe

Minggu, 12 November 2017

pagi, merdeka

memulai hari dengan berbekal cinta yang cukup
karena di luar banyak fakir rasa
sibuk berebut bahagianya masing masing

tak perduli saling rampas dan injak
bahagia semakin tak terdefinisi

senyum pun menjadi bias
seperti harus ada maksud dari setiap tarikan pipi ke belakang itu

padahal sejatinya senyum hanya ekspresi saja
atas bahagia di hati
tumpah ke bibir emosi

dan senandung, menjadi sekedar hymne atau mars
yang membawa kepentingan
yang sarat dengan beban citra

padahal aku rindu untuk sekedar bersiul
senandungkan lagu apa pun
tapi nada dan iramanya selalu jadi ekspresi cinta

Bekasi, 13/11/2017
Poetoe

bisik duga

sudah lama
tak kusuka
terlalu bersandar
pada data saja
butuh bumbu
seperti firasat
walau nanti saat
ditanya alasan
jadi belepotan
iya seperti itu
ini terasa saja
alarm hati berbunyi

terkadang bahkan
ini hasil dari terpejam
bersaat saat dalam diam
lalu tercerahkan
begitu saja.

seperti saat ini
aku membaca banyak
ada yang tak ingin terceritakan
terasa saja
ada yang akan terjadi

apapun itu
tugasku hanya bersiap
agar tak lalu luka
agar tak lalu kecewa

bisik duga itu aku simpan saja
bukan jadi dasar keputusan
namun paling tidak
menjadi anti biotik
pereda kecewa sejak mula mula.

November 2017
Poetoe

Kerja Syetan

Mungkin ini pekerjaan syetan
Menabur marah dan benci
Hati yang keruh menjadi tanah suburnya
Sangka dan duga menjadi pupuk yang tepat

Tumbuhlah lebat
Menggurita di sela sela posting kita di sosial media
Menyebar dengan cepat
Mengunyah rasa sayang
Menggantinya dengan semangat permusuhan.

Jika tak hati hati, postingan kita pun hanya jadi bukti
Bahwa kita andil dalam skema syetan itu. Kita menjadi salah satu serdadunya.

Semoga tidak. Tetaplah utuh jadi manusia. Saja.

Bekasi, 11/11/2017
Poetoe

Melebur angin, menabur ingin

Berjalan pulang sambil menggigit malam.
Berharap temukan rasa dalam jejak lelah.
Karena gelap itu selimut atas terang, melindungi agar gelora siang jadi tenangnya malam.

Di perempatan saat menyeberang aku siulkan gumam, coba usir gelisah atas rela yang ternoda ambisi.

Berhenti sejenak di tengah, menginjak marka jalan sambil berdiskusi atas diri.

Bebaskan sejenak
Liarkan sesaat.

Dan di atas kendara, aku pejamkan mata
Menyengaja terbang, menjejaki awan
Memainkan rembulan.

Melebur pada angin
Manabur ingin pada nampan kenyataan.

Bekasi, 10/11/2017
Poetoe

Memilih sepi

Berjalan pulang itu antaraku dengan isi kepalaku. Berapa capaianku hari ini, apakah aku benar benar bergerak, atau sekedar merasa bergerak?

Jika jawabannya nihil, gagal, aku jadi cemas.

Kesepian, itu berbeda dengan sepi. Kesepian itu serupa kutukan, sementara sepi bisa jadi memang pilihan kita.

Saat kota terlalu gaduh, saat nama terlampau banyak mengisi hari kita. Berdiam itu nyaman.

Berteduh saja.

Di bis angkutan kota, bersama banyak tulisan tersebar di gadget para penumpang.

Saling kini menjadi kata asing.
Masing masing.

Tradisi menutup pintu di dunia nyata, namun demikian terbuka di dunia maya.

Keheningan menjadi saat yang dirindu. Karena kata demikian banyak dibuat. Semena mena dilahirkan, dalam pikiran, tulisan, atau kata kata lisan.

Aku membutuhkanmu, untuk sekedar membaca riuh di dalam sepi pilihanku, senja ini.

Pancoran, 10/11/2017
Poetoe

Rabu, 08 November 2017

Jaga hati

Bahwa harta kita sebenarnya adalah yang kita sedekahkan,  namun kita masih panik dan marah saat gajian kita kurang dari yang seharusnya.

Bahwa harta kita sebenarnya adalah yang kita sedekahkan,  namun kita masih panik dan marah saat merasa membeli barang yang terlalu mahal dari yang seharusnya.

Ternyata kita sering heboh merasa kehilangan atas apa yang sebenarnya tidak kita miliki.

Saat berkendara,  seringkali kita bangga jika berhasil tempuh waktu lebih cepat dari yang biasa.  Dengan bangga kita cerita beberapa kali menang saat berebut jalan.  Padahal jangan-jangan di "sana" nanti yang dinilai adalah berapa kali kita memberi jalan orang lain.

Sesungguhnya masalah dimulai dari saat kita merasa orang lain tak memperlakukan kita secara pantas menurut ukuran kita.

Saat kita merasa telah melakukan lebih dari yang seharusnya adalah saat-saat berbahaya kita akan segera kehilangan rasa bahagia kita.

Saat kita kecewa sebenarnya itu bukti kebodohan kita dalam menerima ketetapanNya. Semakin mahir menerima semakin sulitlah kita kecewa,  semakin mudah untuk bahagia.

Kita sering terjebak pada menit menit pendek sesaat,   lupa akan hari hari yang masih akan panjang kita jalani.

Merasa benar terkadang menggoda kita untuk marah.  Padahal itu tak perlu.

Jika kita merasa mereka salah, maka seharusnya kita ajari untuk benar.  Apakah dengan menyalahkannya lalu mereka bisa benar?

Saat ada potensi marah,  maka kumpulkan banyak alasan pemakluman agar kita paham dan tak perlu lagi marah.

Saat ada potensi kecewa,  maka kumpulkan banyak alasan pemakluman agar kita paham dan tak perlu lagi kecewa.

Poetoe,  2017

Komposisi hari ini

Dalam satu komposisi hari,  menjadi peran apa aku
Bas dan perkusi yang menjaga irama
Atau gitar melodi yang menjadi jiwa

Saat kita bergerak,  aku berharap menjadi bagian penggerak
Bukan sebaliknya
Dan birama menjadi batas ruang petakilanku
Berharap tak ada yang sumbang
Mebuat canda sebagai tone
Memainkan emosi dengan senyum dan wajah cerah

Tapi apa bisa lalu sempurna?

Masih saja ada terpelesetnya aku pada garis nada
Juga tersesatku di rimba birama

Aku takut melukaimu
Bukankah kau bagian dari indahnya hari ini

Melukaimu adalah aibku hari ini.

Aku minta maaf.  Sungguh.

Pancoran,  8/11/2017
Poetoe

Tentang menyalahkan

Prasangka baik itu hulu. Hilirnya mungkin tak mudah salahkan orang lain.

Baca timeline kok banyak yang saling menyalahkan. Sedih.

Ke orang lain menyalahkan.
Ke diri sendiri sibuk membela diri.

Jika kita memang benar, mengapa risau disalahkan, sampai sibuk membela diri.
Jika orang lain memang salah, apa gunanya kita ikut menyalahkan

Mungkin dosa itu memang bahasan personal, bukan konsumsi publik. Demikian halnya kesalahan, itu personal. Saat dibeberkan malah jadi api.

Ya begitu. Sudah.

Kembali senyap.

Tanpa kejelasan

pagi itu bahagia
secangkir nikmat dalam kopi
sepiring sayang dalam nasi goreng
..dan pelukan erat dalam senyuman.

detik mengukir cerita kita
dalam keteraturan gerak sisir
rambut rapi
dan harum tubuh
pesona seolah lupakan tanya
yang tak berjawab atas waktu
kesewenang-wenangan mimpi atas harga diri
ikatan norma sopan yang kelewat kaku

jadilah kita minyak dan air.

dan memang cerita tak harus ditamatkan. Mungkin.

menjadi jeda saja atas waktu
manjalah kita meringkuk di ruang tunggu
sesekali kaki kita saat menggeliat sengaja menjejak jarum jam
agar waktu lambat bergerak

karena kuharap bisa
berlama lama dalam telaga ini
mengambang saja bersama
tanpa kejelasan

tanpa kejelasan.

Poetoe, 2017

Sederhana

mereka bergerak menuju yang terbaik untuk mereka sendiri
sudah fitrah sebagai manusia.

kunci membangun peradaban mungkin sederhana saja
adalah mengarahkan keinginan berlaku terbaik mereka pada arah yang sama
sederhana yang tak sederhana menjalankannya

seperti kita
saat putuskan untuk mencinta
aku hanya ingin bahagiamu sama dengan bahagiaku
menanam chip di celah otak dan hatimu
sederhana yang tak sederhana bukan?

dan hidup memang sederhana
baik dan buruk
berbuat baiklah
dan jangan berbuat buruk.

sudah.
begitu saja.

Bekasi, 2017
Poetoe

Nalar dan rasa

berharap purnama ternikmati
namun hujan datang,
rintik sesaat lalu deras memanahi pungung bumi

rasa yang mau kuasai asa
namun nalar masih saja berjaga
tombaknya tajam teracung
menempel di leher cinta
berani maju selangkah saja
darah kan tertumpah

sakit seperti energi yang mengalir
ada hukum kekekalan energi
ia selalu berpindah
ruang juga waktu
kita mau sakit di sisi mana dan kapan
sekarang, dengan turuti nalar yang kasar dan kaku
atau turuti rasa sampai nanti fakta yang akan menyiksa kita

dan malam
walau ada kata cinta
tetap saja gulita
karena sakit selalu menunggu
sekarang atau nanti
terparang atau mati.

Bekasi, 2017
Poetoe

Racun rindu.

Adalah tentang bagaimana sebuah rindu itu meracuni seluruh waktu
Keriuhan apa pun menjadi tetap senyap
Riak air yang teredam batu hitam di sungai belakang rumah, dulu. Sunyi.
Diam wingit yang wigati.

Adalah tentang jarak, yang serupa energi pegas, menjauh hanya mengumpulkan tenaga untuk bersegera kembali menyatu.

Mungkin, keindahannya justru pada bagaimana menyelesaikan sebuah rindu
Dengan ekspresi terbaik, yaitu: doa.

Aku teracunimu.
Aku sibuk mencari penawar rindu, selain bertemu
Karena kau matahari, mendekatimu hanya membakarku.

Poetoe, 2017

Rindu gila

Siang kosong
Matahari aku simpan di luar sana
Aku meringkuk di sudut
Sinar apapun aku bunuh sebisa mungkin
Hingga remang yang tersisa
Kuberharap gulita.

Mengingatmu adalah siksa
Setiap terlintas menjadi jelaga
Kerinduan yang menjadi kerak
Bercak di mana mana
Ruang ingatan jadi kelam tanpa warna

Semakin gila merindu
Semakin pekat jiwa ini.

Pancoran, 3 November 2017
Poetoe

Kamis, 02 November 2017

Senandung gung liwang liwung.

Segelas air putih, jelang tengah malam
Waktu, aku kapsul kan
Dan aku telan agar larut di lambung ingatanku
Kau bisu dalam layar kenanganku
Mengangguk saja
Saat aku hamburkan rindu itu dalam sajakku
Angin menghantamkan dingin
Cantik terancamkan ingin
Mata tetap terbuka
Tak gentar
Hadapi resahku
Hadapi geloraku.

Betapa aku berharap kencang berlari
Agar moksa saja
Lenyap senyap bersembunyi di lipatan otakmu
Meringkuk saja di sana
Berharap merasai setiap denyutnya
Hingga tak tersisa setiap harapmu yang tak kukecap
Hingga tandas segala resahmu aku seduh dalam cawan hasratku.

Duh
Malam, bagaimana bisa masih tersisa
Padahal waktu, sudah ku kapsulkan
Dan aku telan dalam lambung ingatanku?

Bekasi, 2 November 2017
Poetoe

 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...