kota kecil yang menyimpan beban atas peradaban, berat.
langkah kakinya terseret, luka memanjang, perihnya hingga ke benak,
menggumpal
adalah gadis kecil sesenggukan di perempatan saat malam telah teramat malam, kesedihan atas ketidakjelasan
norma
telah lama digudangkan, sebagai buku tua tebal dan tak terbaca, mereka
sepakat menggantinya dengan lembaran rupiah dan sekalimat: sekedar buat
makan
uang dan hasrat memiliki logika yang nyaris sama, mengalir saja.
sesekali terbendung menjadi gelombang yang tersimpan, lalu butuh liang liang kecil dan sekalimat: sekedar buang hasrat
dan tangis gadis kecil itu belum berhenti, tangannya mendekap di bawah punggung, tutupi bercak darah.
luka lama, lalu air mata.
Cawang, 18012018
Poetoe
Rabu, 17 Januari 2018
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...
-
Menjadi orang baik itu sederhana: Jangan marah. Jangan sakiti orang lain, buat orang di sekitar kita bahagia. Perbanyak menolong orang,...
-
BAB 1 CAHAYA (Hari ke-1) Kebenaran sebagai Aksioma, Kebenaran seperti a ksioma, merupakan sebuah pernyataan yang sudah pasti kebenaran...
-
Belajar beberapa hal di beberapa hari ini. Tentang perencanaan yang matang atas segala sesuatu, bahkan gerak hati. Hehe.. aneh memang, gerak...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar