Rabu, 27 November 2019

Firasat

waktu mungkin serupa garis lingkar sempurna
titik mula bertemu dengan titik akhir
dan esok pun dijemput pikiran hingga hadir di hari ini
walau hanya serupa bayangan
kelebat saja menebar buram pesan
ini tentang nanti
ini tentang kemudian hari
ini tentang mimpi berharap arti

waktu menjadi bercak warna bercampuran
berkelindan antara harap dan kenang
beraduk antara mimpi dan isi hati
terpahami sebelum terjadi
seperti pesan yang memaksa masuk ke benak
menyelusup tanpa permisi
bisik-bisik doa lirih

hidup itu rangkaian perjalanan kenyataan
dari lintas pikiran hingga terlahir di keseharian
yang terjadi seperti pernah terpikirkan
namun yang terkenang tak semuanya pernah terjadi.

jadi apakah itu firasat?

Temanggung, 28/11/2019
Poetoe

Rabu, 20 November 2019

Sang guru

ia sibuk mencari cara bagaimana paham bersemayam
karena hari-hari runyam
lapar menggigiti lambung kapal siang dan malam
hujan tanpa halang hajar mimpi perlahan tenggelam

tanpa kerja, hanya mengais tangis
anak-anak bermain di tanah lapang sampah
tawa tawa kecewa
harapan tertawan di balik langit kelam
kemiskinan seperti demam
tak tersembuhkan jika hanya diam

ia mulai dengan hamparan tikar dan papan tulis
menggoda anak-anak datang dengan mimpi berlapis
dari kata yang mereka tulis
hingga aksi berbaris-baris

ia hanya ingin kembali membuka layar
bahwa gerbang masa depan masih terbuka lebar
ia menanam benih ide-ide besar
ia menebar titik api semangat, esok kan berkibar kobar.

Magelang, 20/11/2019
Poetoe

(setelah membaca dua buku tentang para relawan pendidikan)

Minggu, 17 November 2019

Du

(1)
seperti berkenalan setelah lama saling mengenal
ketika jendela tersibak dan warta sigap ku tangkap jadi sapa
boleh kuinjak marka?
angin pun tak sediakan jawaban
harapan berlari sembunyikan kata-kata

telah kupintal proposal
terpicu oleh tanda-tanda yang kau lepaskan
dan langit menyimpannya dalam kanvas ingatan
kita sama menatap di tempat yang sama
tapi terjarak
bertukaran bahagia
berbagi kenakalan
mengeja goda pelan-pelan

dan jumpa gagal kita panen
tumbuhan perdu rindu itu terserak
tersapu badai kenyataan
tak harus jumpa memang
mungkin memang tak harus jumpa
irama lagu kita semakin cepat
seperti chorus yang terulang
dan jerit kau meminta melambat

cukup Pu!

(2)
seperti dua larutan kimia yang tak boleh bertemu dalam satu cawan,
akan ada reaksi berbahaya,
meletup, bahkan meledak.
pilih mana?

seperti karna dan arjuna
saudara yang harus berhadapan
pada baratayuda,
pertemuannya adalah api,
percik pedang beradu,
anak panah dan tombak yang tertancap,
darah anyir di tanah lapang.
masihkah ada pilihan?

jika terus begini, apa pantas dilanjutkan?
setiap sapa hanya nyala api yang didihkan air di bejana.

jendela justru dipaksa terbuka
hei...

cukup, Pu!

2019
Poetoe

Perang dingin

selalu ada bayang saat cahaya datang, sisi kelam
ruang tempat diam bersemayam
rehat picing mata dalam temaram
menepi di ceruk hitam

selalu ada dosa menanti di tepi ketaatan
seperti lupa yang menyimpan racunnya
lengah kenangan akan runyam
jejak rindu terhapus sepi yang sendu.

Muntilan, 17/11/2019
Poetoe

Ia membaca sejarahnya

bocah perempuan lari menghindari ayunan cambuk dan ketakutan memeluknya erat
gigil gemeretak gigi, jadi iringan kaki yang terayun kencang
seolah kematian mengejar di belakang
kekerasan serupa santapan
bentakan serupa nyanyian
tapi air mata tak lagi berkunjung karena nestapa telah begitu biasa

apatah cinta, jika atas namanya adalah kengerian?

apatah sayang, jika kepedihan itu datang berulang-ulang?

terbata-bata ia membaca hidup
mengumpulkan makna cinta dan sayang sendirian
serupa mozaik yang satu-satu ia susun,
entah akan selesai sampai senja yang ke berapa
ia hanya menjalani
ia hanya menilai
dengan caranya sendiri.

Temanggung, 12/11/2019
Poetoe

Sepasang kekasih

dua orang kekasih duduk berhadapan di suatu senja, dan matahari merah itu menjilati ubun-ubun mereka.

"Mas, tahu ndak cerita apa yang sedang aku pikirkan untuk aku tulis jadi cerita saat ini?"

lelaki itu mengernyitkan kening, ia menatap sang kekasih dan ia paham pertanyaan itu bermakna perintah "kau harusnya tahu apa yang sedang aku pikirkan"

maka ia terpaksa menjawab "Mungkin tentang seorang gadis yang sedang duduk di bawah senja dan bertanya pada kekasihnya tentang apa yang sedang ia pikirkan untuk ditulis jadi cerita, dan sang kekasih pun bercerita tentang sepasang kekasih di suatu senja yang sedang bercakap cakap saling menebak apa yang mereka pikirkan."

lalu mereka berdua terus bertanya dan bercerita tentang tebak-tebakan isi kepala, dan ternyata antara tahu dan tidak tahu adalah candaan hidup yang memang panggung sandiwara.

mereka suka. menemukan bahan berbincang yang tak habis-habis. bahkan sampai senja sekarat dikerat-kerat malam.

Magelang, 11/11/2019
Poetoe

Mogok berpikir

aku limbung, tiba-tiba isi kepala seperti pergi
kata-kata yang datang tak dapat aku tangkap
bahkan barista bersenyum manis itu tak sanggup aku pahami, hanya wajah manis dan bibir yang bergerak-gerak saja.

mungkin hari terlalu padat dengan pertempuran rasa.
tadi pagi cinta dan rindu saling maki di perempatan
lalu siangnya cemas dan gelisah mengeroyok harga diri di halte saat banyak anak sekolah di sana. malu maluin saja.

hasilnya aku jadi bloon. isi kepalaku raib.
ingatan berlarian.
bahkan ingatan-ingatan receh tentang berapa tarif parkir di depan indomaret atau berapa kali aku usap hidung setiap ada bulu hidungku ada yang rontok.
lupa saja, lenyap saja.

saat tak ada kata yang mampu aku tangkap
saat tak ada ingatan yang mampu aku ingat
aku mogok
sepertu truk pasir di tanjakan dan mati mesin. panik. tapi tak tahu harus bagaimana.

menunggu saja. ketidakmampuan berpikir memang mimpi terburuk.

jika rene dercartes tahu kondisi ku mungkin ia akan berseru "kau tak lagi ada! karena cogito ergo sum"

Magelang, 11/11/2019
Poetoe

Tentang duga

duga itu jelaga
gelapkan hati
gelapkan mata hati dan jiwa

prasangka baik atau buruk sama berbahaya
karena tanpa ilmu tanpa bukti
itu pasti lelahkan hati

akan ringan jika semua apa adanya saja
hanya fakta yang terbaca
jika terlintas di hati, biarkan saja di sana
jangan dikumpulkan jadi asumsi
biarkan melintas saja.

Temanggung, 11/11/2019
Poetoe

Semesta berkata

semesta seperti terus berkata-kata
untuk kita
pesan-pesan dari pencipta
menjadi pengingat atas yang kita lupa
saat kita salah arah semesta bentangkan peta

tapi tak semua kita baca
tanda-tanda itu sebagian hanya jadi bahan canda
isyarat-isyarat itu sebagian hanya dibiarkan berkarat
kesombongan membimbing kita untuk abai
rasa hebat diri membenamkan kita dalam labirin dosa

sampai kapan?

semesta seperti terus berkata-kata
untuk kita
pesan-pesan dari pencipta
menanti kita tersengat ingat
untuk kembali menunduk dalam memeluk nurani erat.

Temanggung, 11/11/2019
Poetoe

Hebat

Kau bilang lelah kupikir kau lemah.
Kau lalu dengan mudah meletakkan semua, baru aku paham kau lebih hebat dariku.
Keengganan menyerah terkadang hanya mempertontonkan kelemahan.
Rela dan ikhlas itu hebat.

Temanggung, 10/11/2019
Poetoe

Menerima kalah

saat aku tak mampu beri harapan maka pantaslah jika ditinggalkan.

jadi jangan merasa layak dikasihani
banyak yang terjadi karena tingkahku juga
tak cepat mengerti itu kesalahan
tak dalam dan bijak memahami itu titik lemah setan datang bertamu.

jika akhirnya kalah, terimalah
tanpa nalar yang kokoh aku memang lemah.

Temanggung, 08/11/2019
Poetoe

kalah

kuda liar yang lepas tali kendali
geraknya tak terbaca
melepas runtuhkan ikatan hati
kemelekatan yang tercabik paksa

kekalahanku pada monster dalam diri
gerbang yang roboh
harga diri yang rapuh
menggelepar di tanah lapang jiwa, tersembelih

tertinggal di ruang sepi
sendiri
sesenggukan menahan tangis
kata-kata tak lagi berdaya
hanya nafas dan aroma darah di padang kurusetra

Temanggung, 08/11/2019
Poetoe

Pantai rindu

jarak seperti lentera menampakan rasa yang selama ini bersembunyi dalam gelapnya norma.

jeda seperti angin menyibak rerimbunan kebiasaan yang buramkan sayang dan rasa saling membutuhkan.

jarak dan jeda yang lahirkan rindu
hingga dendang waktu menjadi nada merdu
iba dan sayang berdeburan karang hati berderak saling adu
berharap temu serupa menunggu terlemparnya dadu

nasib baik adalah sepi yang berhasil kau usir
adalah dingin sapa yang terjebak dalam hangatnya pasir
rumah kerang tangan berpegangan
lumut di karang hati bertautan

Muntilan, 06/11/2019
Poetoe

menua

saat lelah kita butuh istirah
beban kita letakkan; pasrah
mata pejam endapkan percikan pikiran,
serpihan gelisah,
remah-remah resah

waktu memperkuda kita
memaksa kita menarik pedati nasib
berputaran, tawa lalu tangis, senyum lalu sedih, suka lalu luka, pesta lalu nestapa

kulit lembut wangi bayi itu mendewasa, perlahan mengisut, keriput
tulang-tulang merapuh, tubuh membungkuk
benak menjadi bejana ingatan yang berlubang di dasarnya, menetes lah kenangan itu di sepanjang usia
tersisa hanya pesan cinta pada entah siapa.

tersadar
memang tak banyak yang kita miliki
mungkin hanya kata-kata pengakuan yang terselamatkan dalam genggam catatan di akhir setiap nafas yang terhembus

demikianlah cara takdir menyapa
demikianlah cara dunia bercanda.

Muntilan, 5 November 2019
Poetoe

Tragedi rindu

lantai dingin, kamar gelap
rindu tersekap
tersandera oleh waktu
terikat di bangku, disiksa oleh sepi yang kaku

apatah detik serupa keliaran yang tak tergembalakan?
apatah kesempatan hanya isapan omong kosong,
narasi basa basi
manipulasi atas mimpi?

embun sepi, di ujung daun ia menangis
sejuk yang tersimpan
kepedihan yang teriris-iris
terhidang pada nampan kesunyian

bawalah ke sini, apa pun yang sempat terbawa
mari kita baca bersama
mari kita eja
agar kita dan lini masa baik-baik saja.

Muntilan, 02/11/2019
Poetoe

Menunggu hujan di suatu senja

mencari nada senja di tatap mata
pantulan langit dan isi dada
bertemu di gerbang jiwa
jemari mengetuki meja
hati mengutuki rasa
ini tak seharusnya
waktu berkeluh kesah
sunyi yang bersengketa dengan gelisah

wajah marah
wajah yang tak paham mengapa rindu bisa segila ini
kita pikir badai tak secepat ini
layar tak sempat kita lipat
patah lah tiang pancang
jarak menggulung kita terlempar guncang

masih di bawah langit senja
angin beraroma hujan
dan tatap matamu tajam mencabikku
perlahan air mata runtuh bahkan sebelum hujan jatuh.

Temanggung, 29 Oktober 2019
Poetoe

Pualam sepi

terpejam
yang tersisa hanya aku dan waktu
aku dengan detak jantungku
dikurung dalam kotak-kotak: yang lalu, kini dan nanti

bayangan silam berbaris dalam temaram
menjadi satu dalam tumpukan keping-keping ingatan
aku mencari cari yang kuperlu
untuk aku peluk
menemaniku di hari ini

berharap temukanmu saat mula mula kita bertemu
saat menyapa menjadi begitu berharga
hanya curi-curi tatap saja
lalu tertunduk lagi dalam diam yang legam

kita menjadi dua titik yang saling enggan bergerak mendekat,
namun juga tak sanggup untuk menjauh
terjebaklah kita dalam lukisan luka
atas rasa yang tersekap dalam diam lalu mencemar menjadi virus yang menyakiti tubuh

cinta memang layak jadi derita
saat tak mampu kita jadikan cerita
ada di mana kita
mau seperti apa kita

terkadang pilihan bodoh itu yang kita ratapi
menjadi pualam sepi
memaku kaki di tepi
tanpa bertemu saling menggenapi.

Poetoe, 2019

Lima tahun di sini.

menjalani lima tahun di sini,
seperti menghabiskan sekaligus mengisi.

waktu itu sekumpulan detik
serupa daun berguguran satu per satu tanpa sanggup kita memungutinya,
jatuh saja, tanpa sadar menghabisi kesempatan.

terkadang seperti sia-sia,
kopi dan bincang,
musik dan kesepian,
buku dan mimpi.

tapi ternyata tidak, ini tidak sia-sia
karena menghabisi sekaligus mengisi.

dengan kopi dan bincang, lahir sinergi
dengan musik dan kesepian, lahir kehati-hatian
dengan buku dan mimpi, lahir optimisme

sejak mula hadir di sini, memang hanya ingin tetap bahagia
bertahan untuk merdeka dari jeratan kesedihan
bebas dari jeruji kebencian

Mampang
I love you all.

Sajak tentang ulang tahun

hidup ditarik pedati usia, terseret ke tanah-tanah sepi, jalanan yang tak kita kenal
ada kebimbangan, ada kegamangan
banyak yang tak termengerti
peta ini tak semua terbaca dengan benar
selalu ada kejutan, selalu ada yang baru

usia terus saja bertambah
warna-warna membercak di lini masa
cinta diam-diam
rindu mempesona bertaburan pesan-pesan yang tak terbaca

kita menua bersama
langkah kaki yang tersaruk-saruk
langkah hati yang memeluk peluk
jam dinding dingin menyimpan ingin
hanya getar bibir meminta
harap yang senyap
harap yang merayap rayap
hanya harap
tak berani menyata

kita menua juga akhirnya
walau darah muda kita tumpahkan
walau hasrat belia dahsyat meledak-ledak
kolam bergemericak
menyimpan kengerian
bersiap menenggelamkan
bersiap menggugurkan

yang tersisa hanya tanah basah
jalanan kota tua
arloji yang tak kalah tua
juga sepeda
menemani di temaram senja yang sama sejak muda dulu.

Pancoran Tugu, 11/10/2019
Poetoe

Kalahnya nalar

apakah kita hanya bidak catur yang menunggu digerakkan takdir?

apakah kita hanya nampan rasa yang menanti cinta datang dan merasuki hati?

membiarkan batara kamajaya kuasai jiwa, memenuhi isi kepala dengan ketidakmasukakalan yang nyaman mengendap di kedalaman kenangan.

pada akhirnya nalar yang kalah, terkapar di sudut kamar,
emosi mengusir narasi,
rasa menjajah makna kata.

Kemanggisan, 01/10/2019
Poetoe

 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...