Kamis, 15 Maret 2018

darah.

tiba tiba mereka berubah,
menjadi hakim yang menyeramkan.
menguliti gerak hati, menendang keluar semua beda.

ini terjadi lagi.

setelah kuasai media,
sasaran berikutnya adalah para penyeru itu
karena kata kata mereka bisa jadi bisa
menguati yang lemah
menyemangati yang terinjak
menjadi gelegak.

mulailah pembantaian itu.

satu satu para penyeru itu mati.
caranya pun sadis,
sengaja semenakutkan mungkin
agar roda perlawanan itu berhenti.

namun darah
seperti kata sejarah
adalah pelumas atas mesin perubahan.

sudah sejak lama.
hanya terulang saja.

Cawang, 22022018
Poetoe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...