hantu itu berdiam di gelap malam
berbisik-bisik di ruang ketidaktahuan
menebar getar-getar permusuhan
menjerat dengan jebakan saling curiga
hantu itu tak berbentuk
namun jejaknya terasa
nalar terseret dan terantuk bentur
aromanya jelas terasa
jika tak ada lentera, pejamkan saja mata
biarkan akal sehat tabik selamat
kejar pemahaman utuh itu
agar jelas
agar terang benderang
saat bulu kuduk takut terbangun
arahkan mata dalam gelap
jangan berkedip
paksa mata hantu itu bertatapan
nyalakan nyali
bakar kobar jiwa
lawan!
Bekasi, 26082018
Poetoe
karena kata adalah awal dunia; butuh ruang untuk memelihara "kata" sejak ada di "pikiran", "lisan", bahkan "tulisan".
Selasa, 25 September 2018
hilang
di keramaian rimbunnya rimba beda
ada yang hilang
di keriuhan derasnya kedunguan
ada yang raib
: kemanusiaan
nyawa menjadi cuma-cuma
dibiarkan meregang nyawa
dalam kerumunan tawa
dan pekik caci maki
2018
Poetoe
catatan setelah jatuh korban suporter bola yang tewas dikeroyok, kematian yang perlu.
ada yang hilang
di keriuhan derasnya kedunguan
ada yang raib
: kemanusiaan
nyawa menjadi cuma-cuma
dibiarkan meregang nyawa
dalam kerumunan tawa
dan pekik caci maki
2018
Poetoe
catatan setelah jatuh korban suporter bola yang tewas dikeroyok, kematian yang perlu.
Kamis, 20 September 2018
Perempatan jalan
mengapa hanya berhadapan
tanpa sentuh tanpa rengkuh
serupa dua sisi yang bersebelahan
pada bidang segi empat
berjarak
kaku
rasa memiliki ini mula semua luka
luka kehilangan
luka ditinggalkan
luka berjalan sendiri di bawah hujan
dan di perempatan jalan tak ada kau
tak lagi ada tatapan
rasa yang naif
rasa kehilangan atas yang tak termiliki
dan air mata juga hujan bersama basahi kertas undangan di tangan
ada nama kau
ada nama lelaki itu
agh
cintaku terserak
di perempatan jalan
kataku tersedak
di isak sedu sedan.
Jakarta, 19092018
Poetoe
tanpa sentuh tanpa rengkuh
serupa dua sisi yang bersebelahan
pada bidang segi empat
berjarak
kaku
rasa memiliki ini mula semua luka
luka kehilangan
luka ditinggalkan
luka berjalan sendiri di bawah hujan
dan di perempatan jalan tak ada kau
tak lagi ada tatapan
rasa yang naif
rasa kehilangan atas yang tak termiliki
dan air mata juga hujan bersama basahi kertas undangan di tangan
ada nama kau
ada nama lelaki itu
agh
cintaku terserak
di perempatan jalan
kataku tersedak
di isak sedu sedan.
Jakarta, 19092018
Poetoe
bara matahari pagi
selamat pagi, cinta
keluar rumah ku tantang matahari
dengan lantang aku seru "aku berani datang, sayang"
walau di tengah terang tanah lapang
disambut aku....
dengan sayat-sayat perih
dengan tusuk-tusuk nyeri
ini rindu yang tundukkanku
ini cinta yang gulitakanku
menerobos atmosfermu
terbakar pesawatku, tak aku peduli
membara wajahmu
terkejut, namun lalu hangat aku dekap
erat
pagi ini iri
biarkan saja
aku di sini
menghitung detak jantung kita
erat.
Bekasi, 15092018
Poetoe
keluar rumah ku tantang matahari
dengan lantang aku seru "aku berani datang, sayang"
walau di tengah terang tanah lapang
disambut aku....
dengan sayat-sayat perih
dengan tusuk-tusuk nyeri
ini rindu yang tundukkanku
ini cinta yang gulitakanku
menerobos atmosfermu
terbakar pesawatku, tak aku peduli
membara wajahmu
terkejut, namun lalu hangat aku dekap
erat
pagi ini iri
biarkan saja
aku di sini
menghitung detak jantung kita
erat.
Bekasi, 15092018
Poetoe
sejarah takutku
dari mana ketakutanku?
dari betapa pekatnya kemungkinan-kemungkinan ini penuhi kerat-kerat masa,
sepekat asam laktat di sekujur tubuh di ujung senja
dan kemungkinan ialah rangkaian ketidakmengertian
saat tahu itu hanya duga
saat hitung sebab dan akibat itu hanya rapal ramal
bagaimana aku lalu tak takut?
lentera di perjalanan gelap ini adalah percaya,
saling percaya adalah cahaya
bimbing langkah menjadi yakin tak bergamang
namun saat api percaya itu padam,
maka gelaplah langkah
maka mata luluh dalam tangisan
ketakutan itu menggumpal menjadi kekecewaan bertubi-tubi, berjilid-jilid.
Bekasi, 14092018
Poetoe
dari betapa pekatnya kemungkinan-kemungkinan ini penuhi kerat-kerat masa,
sepekat asam laktat di sekujur tubuh di ujung senja
dan kemungkinan ialah rangkaian ketidakmengertian
saat tahu itu hanya duga
saat hitung sebab dan akibat itu hanya rapal ramal
bagaimana aku lalu tak takut?
lentera di perjalanan gelap ini adalah percaya,
saling percaya adalah cahaya
bimbing langkah menjadi yakin tak bergamang
namun saat api percaya itu padam,
maka gelaplah langkah
maka mata luluh dalam tangisan
ketakutan itu menggumpal menjadi kekecewaan bertubi-tubi, berjilid-jilid.
Bekasi, 14092018
Poetoe
mengapa dipaksa memilih?
gerak hati itu ruh atas amal
bersit jahat yang kuasai jiwa bisa dahsyat porandakan kapal
menyelusup dalam saling percaya
berbisik bisik dalam hembus ketaatan tanpa daya
sikap kritis itu sengat atas lelap
tapi rasa hormat yang kalap
justru lahap mengunyah rapinya barisan
belati diacungkan, pilihan yang sama mematikan
padahal tanpa pilihan yang disegerakan dan dipaksakan justru tak ada riak
namun tetap saja
berdalih penyelamatan padahal pembantaian
mengapa tak kau pejamkan mata
lalu gumamkan doa agar terbukalah petunjuk
biarkan nalar berikan isyarat
mana penghancur mana penabur kasih dan sayang?
Bekasi, 14092018
Poetoe
bersit jahat yang kuasai jiwa bisa dahsyat porandakan kapal
menyelusup dalam saling percaya
berbisik bisik dalam hembus ketaatan tanpa daya
sikap kritis itu sengat atas lelap
tapi rasa hormat yang kalap
justru lahap mengunyah rapinya barisan
belati diacungkan, pilihan yang sama mematikan
padahal tanpa pilihan yang disegerakan dan dipaksakan justru tak ada riak
namun tetap saja
berdalih penyelamatan padahal pembantaian
mengapa tak kau pejamkan mata
lalu gumamkan doa agar terbukalah petunjuk
biarkan nalar berikan isyarat
mana penghancur mana penabur kasih dan sayang?
Bekasi, 14092018
Poetoe
kekang kopi
hitamnya malam kuberteduh
hitamnya kopi terseduh
kelamnya hidup teramat gaduh
manusia tersuruk aduh mengaduh
kuda liar itu meringkik
hasrat liar itu bangkit
mana kendali mana tali kekang
terlepas saja dan debu beterbangan
keluhkan kebebasan yang terlampaui
rindu jeratmu
rindu tertambat olehmu
peluk aku dalam jerujimu
jampang kafe, 14092018
Poetoe
hitamnya kopi terseduh
kelamnya hidup teramat gaduh
manusia tersuruk aduh mengaduh
kuda liar itu meringkik
hasrat liar itu bangkit
mana kendali mana tali kekang
terlepas saja dan debu beterbangan
keluhkan kebebasan yang terlampaui
rindu jeratmu
rindu tertambat olehmu
peluk aku dalam jerujimu
jampang kafe, 14092018
Poetoe
Puncak Bunyi: Sunyi
pada akhirnya kau yang menyelam dalam kelam
kau yang lenyap dalam senyap
kau yang lebur dalam sulur sulur kata
pada akhirnya puncak dari bunyi memang sunyi
masa pencitraan akan usai
orang-orang akan lelah berebut untuk terlihat
orang-orang akan rindu duduk meringkuk di ceruk kesunyian
dan pada akhirnya puncak dari bunyi memang sunyi
kau yang riuh dalam gemuruh rinduku pun akhirnya meredup
kau yang riang dalam gempita asmaraku pun akhirnya mereda
cinta mengendap dalam sayang
gelora mempunya perlahan menjadi platonik
mendewasa
mendewa sang rasa
tak lagi sekedar terasa
melainkan ternikmati
jadi lantunan anggun
pada akhirnya puncak dari bunyi memanglah sunyi
Bekasi, 13092018
Poetoe
kau yang lenyap dalam senyap
kau yang lebur dalam sulur sulur kata
pada akhirnya puncak dari bunyi memang sunyi
masa pencitraan akan usai
orang-orang akan lelah berebut untuk terlihat
orang-orang akan rindu duduk meringkuk di ceruk kesunyian
dan pada akhirnya puncak dari bunyi memang sunyi
kau yang riuh dalam gemuruh rinduku pun akhirnya meredup
kau yang riang dalam gempita asmaraku pun akhirnya mereda
cinta mengendap dalam sayang
gelora mempunya perlahan menjadi platonik
mendewasa
mendewa sang rasa
tak lagi sekedar terasa
melainkan ternikmati
jadi lantunan anggun
pada akhirnya puncak dari bunyi memanglah sunyi
Bekasi, 13092018
Poetoe
kaku beku
bersabar itu menahan
membuat ruang antara
mencipta jeda
tak berkabar ini ujian
membuat ruang tanpa kata
mencipta rangkaian nada
iramanya detak jantung kita
ada namun tanpa jumpa
hanya deru nafas di kejauhan
terlepas saja jadi bongkah air di awan sana
ketukannya denyut nadi kita
rindu tapi tak terikrar
hanya resah yang membelukar
tertahan bersama perdu dan ilalang
aku dan kau
tersekat kaku
terikat beku.
Bekasi, 13092018
Poetoe
membuat ruang antara
mencipta jeda
tak berkabar ini ujian
membuat ruang tanpa kata
mencipta rangkaian nada
iramanya detak jantung kita
ada namun tanpa jumpa
hanya deru nafas di kejauhan
terlepas saja jadi bongkah air di awan sana
ketukannya denyut nadi kita
rindu tapi tak terikrar
hanya resah yang membelukar
tertahan bersama perdu dan ilalang
aku dan kau
tersekat kaku
terikat beku.
Bekasi, 13092018
Poetoe
perlahan lelap
asam laktat menempel erat
penuhi sekat-sekat di sela otot dan urat
syaraf mengirim pesan ke pusat benak
terpejamlah kelopak mata,
redupkanlah kesadaran,
turunkan fungsi otak kecil
hingga goyang dan limbung berdiriku
ugh...
lelah serupa larutan kental
dan aku terjebak di dalamnya
bergerakku menjadi lamban
menyempitlah ruang pandang
perlahan pejam
perlahan memudar
perlahan lenyaplah sadar
perlahan lepaslah genggam.
.......
Transjakarta, 13092018
Poetoe
penuhi sekat-sekat di sela otot dan urat
syaraf mengirim pesan ke pusat benak
terpejamlah kelopak mata,
redupkanlah kesadaran,
turunkan fungsi otak kecil
hingga goyang dan limbung berdiriku
ugh...
lelah serupa larutan kental
dan aku terjebak di dalamnya
bergerakku menjadi lamban
menyempitlah ruang pandang
perlahan pejam
perlahan memudar
perlahan lenyaplah sadar
perlahan lepaslah genggam.
.......
Transjakarta, 13092018
Poetoe
setengah sadar
cahaya kuning beterbangan di langit malam, tapi bukan bintang
mungkin lampu mungkin pula efek sakit kepala ini
gelisah ini terlalu lama tertahan
resah atas beda yang lama kusama samakan
berpura-pura memang terlihat sopan
serupa basa basi
tapi perlahan menggerus pertahanan hati
melukai perlahan
lalu menaburi dengan garam
kunang-kunang beterbangan, tapi kunang-kunangkah?
ataukah kenangan yang menjelma jadi dosa dan menyala-nyala bagai kerlip lampu pesta di langit-langit otak?
dan tubuh menjadi sarana ruh dan jiwa menemukan rasa
dingin dan getir
lirih dan perih
bukankah ingatan terkadang hanya jadi sengatan yang mengoyak pusat rasa?
jangan lalu ingin henti,
karena berhenti itu lalu mati.
Transjakarta, 13092018
Poetoe
mungkin lampu mungkin pula efek sakit kepala ini
gelisah ini terlalu lama tertahan
resah atas beda yang lama kusama samakan
berpura-pura memang terlihat sopan
serupa basa basi
tapi perlahan menggerus pertahanan hati
melukai perlahan
lalu menaburi dengan garam
kunang-kunang beterbangan, tapi kunang-kunangkah?
ataukah kenangan yang menjelma jadi dosa dan menyala-nyala bagai kerlip lampu pesta di langit-langit otak?
dan tubuh menjadi sarana ruh dan jiwa menemukan rasa
dingin dan getir
lirih dan perih
bukankah ingatan terkadang hanya jadi sengatan yang mengoyak pusat rasa?
jangan lalu ingin henti,
karena berhenti itu lalu mati.
Transjakarta, 13092018
Poetoe
sempurna
lelaki itu ingin semua sempurna,
seperti saat sepulang kerja ia melihat rak buku yang miring beberapa inchi, ia lalu sibuk memperbaikinya tak peduli menunda makan menunda mandi
juga saat warna cat tembok yang berbeda sedikit saja itu membuat ia mengganti cat hampir seluruh ruang
kadang lelah mendampinginya,
namun ada bangga, jika ia selalu ingin sempurna maka ia anggap aku sempurna karena ia memilihku.
Halte BNN, 13092018
Poetoe
seperti saat sepulang kerja ia melihat rak buku yang miring beberapa inchi, ia lalu sibuk memperbaikinya tak peduli menunda makan menunda mandi
juga saat warna cat tembok yang berbeda sedikit saja itu membuat ia mengganti cat hampir seluruh ruang
kadang lelah mendampinginya,
namun ada bangga, jika ia selalu ingin sempurna maka ia anggap aku sempurna karena ia memilihku.
Halte BNN, 13092018
Poetoe
mati itu pasti
sepandai apa kau hadapi kecewa?
sepandai itukah kau pelihara tawa
hidup demikian menakutkan,
adalah serangkaian kemungkinan yang tak termengerti
tiba-tiba, tak terduga menjadi irama
apakah masih pantas terkejut jika kejutan itu menjadi pengulangan?
kita dan maut serupa dua titik berlarian,
petak umpet,
maut terus mencari,
kita terus berlari dan sembunyi
pada masanya mereka saling jumpa
semoga tak menjadi pertemuan kekecewaan
semoga menjadi saat penuh bahagia
rindu merindui
karena telah lelah dan bosan bermain cari mencari
ingin rehat
saling genggam erat
saling rengkuh hangat
mati itu pasti
jika takut maka takutlah sepanjang hayatmu.
Halte BNN, 13092018
Poetoe
sepandai itukah kau pelihara tawa
hidup demikian menakutkan,
adalah serangkaian kemungkinan yang tak termengerti
tiba-tiba, tak terduga menjadi irama
apakah masih pantas terkejut jika kejutan itu menjadi pengulangan?
kita dan maut serupa dua titik berlarian,
petak umpet,
maut terus mencari,
kita terus berlari dan sembunyi
pada masanya mereka saling jumpa
semoga tak menjadi pertemuan kekecewaan
semoga menjadi saat penuh bahagia
rindu merindui
karena telah lelah dan bosan bermain cari mencari
ingin rehat
saling genggam erat
saling rengkuh hangat
mati itu pasti
jika takut maka takutlah sepanjang hayatmu.
Halte BNN, 13092018
Poetoe
aroma laut
pada dermaga, suatu siang,
perahu nelayan bergerak diguncang ombak lembut perlahan
aroma laut menusuk hingga dasar benak
sebusuk prilaku pemodal memberangus kehidupan
anak-anak meliar, tak terdidik
hasrat jahat mengupas nafas
tersaruk-saruk lambung di dangkal dermaga
tersaruk-saruk lambung di pangkal lapar
rumah kerang dikupas rumah kerang dilepas
asap mengepul paru-paru penuh senggal tersenggal
satu tong dua puluh lima ribu saja
masa bermain lenyap masa riang senyap
aroma laut menusuk endus hidung
aroma busuk kedengkian menguar lebar hingga ke mall di seberang sana
menahan dalam derap berirama tak mudah
butuh senyum lebar
desah nafas sabar
esok masih ada hari depan terhampar.
seorang bocah kurus berlari mendekat, kecup punggung tangan
"pak guru..."
Muara Angke, 13092018
Poetoe
perahu nelayan bergerak diguncang ombak lembut perlahan
aroma laut menusuk hingga dasar benak
sebusuk prilaku pemodal memberangus kehidupan
anak-anak meliar, tak terdidik
hasrat jahat mengupas nafas
tersaruk-saruk lambung di dangkal dermaga
tersaruk-saruk lambung di pangkal lapar
rumah kerang dikupas rumah kerang dilepas
asap mengepul paru-paru penuh senggal tersenggal
satu tong dua puluh lima ribu saja
masa bermain lenyap masa riang senyap
aroma laut menusuk endus hidung
aroma busuk kedengkian menguar lebar hingga ke mall di seberang sana
menahan dalam derap berirama tak mudah
butuh senyum lebar
desah nafas sabar
esok masih ada hari depan terhampar.
seorang bocah kurus berlari mendekat, kecup punggung tangan
"pak guru..."
Muara Angke, 13092018
Poetoe
aku rindukan puisimu.
kurindukan larik-larik puisimu
pada secarik pagi
agar dapat kueja perlahan
serupa nyanyian gumam tertahan
dada ini butuh siraman narasi
basahi jiwa yang kering oleh dengki
lembabkan hati yang gersang oleh prasangka
agar diri berhenti meronta terbakar hasrat yang berkobaran
kurindukan bait-bait puisimu
pada secangkir sunyi
agar dapat kusesap senyap perlahan
sebagai kuliner rasa nikmat masa diam yang menggemaskan
bisu ini tetap butuh kata tertanam di benak
kata yang menjadi benih ide
rimbunkan oase jiwa
agar tumbuh subur harapan
agar bermekaran bunga-bunga mimpi
aku rindukan puisimu.
Jakarta, 13092018
Poetoe
pada secarik pagi
agar dapat kueja perlahan
serupa nyanyian gumam tertahan
dada ini butuh siraman narasi
basahi jiwa yang kering oleh dengki
lembabkan hati yang gersang oleh prasangka
agar diri berhenti meronta terbakar hasrat yang berkobaran
kurindukan bait-bait puisimu
pada secangkir sunyi
agar dapat kusesap senyap perlahan
sebagai kuliner rasa nikmat masa diam yang menggemaskan
bisu ini tetap butuh kata tertanam di benak
kata yang menjadi benih ide
rimbunkan oase jiwa
agar tumbuh subur harapan
agar bermekaran bunga-bunga mimpi
aku rindukan puisimu.
Jakarta, 13092018
Poetoe
ruang sunyi mana lagi
pasar terlalu gaduh
lalu lalang kepentingan
keberpihakan melarut jenuh
berpetualang para makelar jabatan
ruang mana lagi yang bisa simpan rapat kesunyian
selalu ada celah balok rahasia terbelah
ruang mana lagi yang masih bisa simpan rapat kedengkian
selalu ada sela tempat aroma busuk menguar menebar
dada ini terlalu gaduh
bertubrukan keinginan
hasrat hati melarut jenuh
berkelakar ketulusan tertawakan ambisi yang kekanak-kanakan
ruang mana lagi yang bisa simpan rapat kesunyian
Bekasi, 11092018
Poetoe
lalu lalang kepentingan
keberpihakan melarut jenuh
berpetualang para makelar jabatan
ruang mana lagi yang bisa simpan rapat kesunyian
selalu ada celah balok rahasia terbelah
ruang mana lagi yang masih bisa simpan rapat kedengkian
selalu ada sela tempat aroma busuk menguar menebar
dada ini terlalu gaduh
bertubrukan keinginan
hasrat hati melarut jenuh
berkelakar ketulusan tertawakan ambisi yang kekanak-kanakan
ruang mana lagi yang bisa simpan rapat kesunyian
Bekasi, 11092018
Poetoe
kakak Haya
mengantarkanmu ke bandara siang itu adalah senandung lagu lama, saat kau masih di ayunan, dalam genggam lengan sebelum pejam.
dalam lambaian tangan itu tersimpan sekantung kesadaran
kau tumbuh dewasa bersama pada masa masa yang tak kuduga telah demikian lama.
kendali itu ditarik-ulurkan
tumbuh dan kembangkan
perhatian ini mestinya memang pada kemampuanmu bertahan
perlahan lahan
bahwa badai kelak kan lebih dahsyat
usia takkan ijinkan aku terus di sampingmu
jika tak kau siapkan bagaimana aku kan rela
tumbuhlah
menguatlah
mekar dan mengekarlah akar akarmu
kedewasaanmu itu kebanggaanku
Bandara Halim Perdana Kusuma, 12092018
Poetoe,
dalam lambaian tangan itu tersimpan sekantung kesadaran
kau tumbuh dewasa bersama pada masa masa yang tak kuduga telah demikian lama.
kendali itu ditarik-ulurkan
tumbuh dan kembangkan
perhatian ini mestinya memang pada kemampuanmu bertahan
perlahan lahan
bahwa badai kelak kan lebih dahsyat
usia takkan ijinkan aku terus di sampingmu
jika tak kau siapkan bagaimana aku kan rela
tumbuhlah
menguatlah
mekar dan mengekarlah akar akarmu
kedewasaanmu itu kebanggaanku
Bandara Halim Perdana Kusuma, 12092018
Poetoe,
sengat sangat
denyut nadi terlalu cepatkah muasal atas sakit kepala ini?
rasa yang tajam berdentam dalam dada
bahagia sangat
semangat sangat
pun sedih teramat sangat
denyut cepat
detak tak beraturan
seperti suka atas percakapan sederhana
hanya sapa sapa
hanya kata kata
tapi teramat suka
terlebih di akhiri kecupan di punggung tangan
denyut rapat
detak meratap ratap
seperti luka yang teramat luka
terabaikan
tanpa sapa
tanpa kata
air mata di akhir cerita
bagaimana sakit kepala ini harus diakhiri?
bersama dengan lenyapnya senja kah?
dan langit merah senja itu tersiram perlahan tinta kegelapan malam
pelan dan perlahan.
Halte Pancoran Tugu, 07092018
Poetoe
rasa yang tajam berdentam dalam dada
bahagia sangat
semangat sangat
pun sedih teramat sangat
denyut cepat
detak tak beraturan
seperti suka atas percakapan sederhana
hanya sapa sapa
hanya kata kata
tapi teramat suka
terlebih di akhiri kecupan di punggung tangan
denyut rapat
detak meratap ratap
seperti luka yang teramat luka
terabaikan
tanpa sapa
tanpa kata
air mata di akhir cerita
bagaimana sakit kepala ini harus diakhiri?
bersama dengan lenyapnya senja kah?
dan langit merah senja itu tersiram perlahan tinta kegelapan malam
pelan dan perlahan.
Halte Pancoran Tugu, 07092018
Poetoe
Puisi cinta yang tumbuh
sudahkah kau tuliskan puisi untukku hari ini?
selarut ini aku masih menunggu rangkaian katamu
tak adakah cukup rindu di dalam benak dan kotak hatimu yang menghiba paksa meminta disihir menjadi sulur-sulur kata
padahal aku tak berharap kata-katamu adalah puja puji dan bujuk rayu, sekedar kecap sederhana pengusir senyap pun tak mengapa
cinta pada akhirnya akan mendewasa, bisa tetap bertahan walau tanpa tatap temu,
bisa tetap tumbuh walau tanpa ikrar dalam riuh,
bisa tetap kuat walau tanpa ikatan baiat yang diulang ulang,
bisa tetap saling ingat mengingat, saling erat jabat menjaga, tanpa sekat tanpa basa basi hormat yang penuh syak wasangka
sudahkah kau tuliskan puisi untukku hari ini?
selarut ini aku masih menunggu rangkaian katamu
Bekasi, 06092018
Poetoe
selarut ini aku masih menunggu rangkaian katamu
tak adakah cukup rindu di dalam benak dan kotak hatimu yang menghiba paksa meminta disihir menjadi sulur-sulur kata
padahal aku tak berharap kata-katamu adalah puja puji dan bujuk rayu, sekedar kecap sederhana pengusir senyap pun tak mengapa
cinta pada akhirnya akan mendewasa, bisa tetap bertahan walau tanpa tatap temu,
bisa tetap tumbuh walau tanpa ikrar dalam riuh,
bisa tetap kuat walau tanpa ikatan baiat yang diulang ulang,
bisa tetap saling ingat mengingat, saling erat jabat menjaga, tanpa sekat tanpa basa basi hormat yang penuh syak wasangka
sudahkah kau tuliskan puisi untukku hari ini?
selarut ini aku masih menunggu rangkaian katamu
Bekasi, 06092018
Poetoe
lupa atau tahu
"Bantu aku, lupakan semua"
"aku usahakan"
kenyataannya tak mudah, ingatan dan kenangan tak mudah menyerah pada kata "lupakan"
semakin keras usaha untuk menghapusnya, mereka justru melawan
membenturkannya hanya ciptakan percikan
justru semakin membara
mungkin seperti pilihan, mau lupa diri atau tahu diri?
lupa diri dapat membahayakan semua, lebih aman tahu diri.
kita mungkin memang tak perlu saling melupakan, cukuplah saling memahami diri, tahu diri.
-mereka berdua menunduk
di restoran yang semakin sepi-
Halte BNN, 05092018
Poetoe
"aku usahakan"
kenyataannya tak mudah, ingatan dan kenangan tak mudah menyerah pada kata "lupakan"
semakin keras usaha untuk menghapusnya, mereka justru melawan
membenturkannya hanya ciptakan percikan
justru semakin membara
mungkin seperti pilihan, mau lupa diri atau tahu diri?
lupa diri dapat membahayakan semua, lebih aman tahu diri.
kita mungkin memang tak perlu saling melupakan, cukuplah saling memahami diri, tahu diri.
-mereka berdua menunduk
di restoran yang semakin sepi-
Halte BNN, 05092018
Poetoe
pahala
bahwa untuk mereka adalah surga,
mereka yang menjaga iman juga beramal baik
keimanan itu jadi pelita energi
tak kenal letih
karena kerja adalah urusan mereka dengan Tuhan mereka saja
dalam sunyi kerja
dalam riuh pun kerja
bahwa untuk mereka pada akhirnya adalah semua,
balasan terbaik atas amal terbaik
membalas yang baik dengan terbaik
membalas keculasan pun dengan kebaikan
tuntas dan sempurna
dan aroma harum itu yang menyebar
dalam serbuk bunga di musim semi
dalam tetes embun kesejukan pagi
dalam kata kata pada lembar sejarah yang mengabadi.
Halte Pancoran tugu, 05092018
Poetoe
mereka yang menjaga iman juga beramal baik
keimanan itu jadi pelita energi
tak kenal letih
karena kerja adalah urusan mereka dengan Tuhan mereka saja
dalam sunyi kerja
dalam riuh pun kerja
bahwa untuk mereka pada akhirnya adalah semua,
balasan terbaik atas amal terbaik
membalas yang baik dengan terbaik
membalas keculasan pun dengan kebaikan
tuntas dan sempurna
dan aroma harum itu yang menyebar
dalam serbuk bunga di musim semi
dalam tetes embun kesejukan pagi
dalam kata kata pada lembar sejarah yang mengabadi.
Halte Pancoran tugu, 05092018
Poetoe
percakapan tentang kematian.
kata kata dan matahari, senyum tersimpan
percakapan tentang kematian, dan angin senja menyelimuti hati
kepedihan lebur dalam takut
kesedihan larut dalam kalut
sunyi ditinggalkan
kesendirian berkencan dengan aroma tanah basah
dingin teramat dingin
ngilu terlampau ngilu
lalu hari hari setelah kematian
adalah diam
yang mati dikuburkan
yang ditinggalkan dihiburkan
apatah kan lalu terhibur
hanya senyum getir
tak lagi sama
tak lagi sama
sembab air mata
lembab endapan cinta lama
tak lagi di sisi justru menguatkan jalinan hati
tersadar terlampau sayang
tersadar tak mudah lagi jalani hari
halte Pancoran Tugu, 05092018
Poetoe
percakapan tentang kematian, dan angin senja menyelimuti hati
kepedihan lebur dalam takut
kesedihan larut dalam kalut
sunyi ditinggalkan
kesendirian berkencan dengan aroma tanah basah
dingin teramat dingin
ngilu terlampau ngilu
lalu hari hari setelah kematian
adalah diam
yang mati dikuburkan
yang ditinggalkan dihiburkan
apatah kan lalu terhibur
hanya senyum getir
tak lagi sama
tak lagi sama
sembab air mata
lembab endapan cinta lama
tak lagi di sisi justru menguatkan jalinan hati
tersadar terlampau sayang
tersadar tak mudah lagi jalani hari
halte Pancoran Tugu, 05092018
Poetoe
kabar mata
apa kabar mata? berapa kali kedip di hari ini
pasti banyak cerita terhisap kornea hingga retina dan jadi data
tapi malu malu sesiang tadi
tatap sekilas saja
apa kabar mata? berapa kata kau sesap maknanya
betapa lelah hari hari
rupiah pasrah terkulai sekarat
lalu lalang kebutuhan silang sikut
keinginan bertabrakan berdenyut di dasar perut
apa kabar mata?
kutahu kau rindu gulita
kelopakmu ingin istirah
tubuh renta rubuh rindu rebah
Halte Pancoran Tugu, 05092018
Poetoe
pasti banyak cerita terhisap kornea hingga retina dan jadi data
tapi malu malu sesiang tadi
tatap sekilas saja
apa kabar mata? berapa kata kau sesap maknanya
betapa lelah hari hari
rupiah pasrah terkulai sekarat
lalu lalang kebutuhan silang sikut
keinginan bertabrakan berdenyut di dasar perut
apa kabar mata?
kutahu kau rindu gulita
kelopakmu ingin istirah
tubuh renta rubuh rindu rebah
Halte Pancoran Tugu, 05092018
Poetoe
Pandir tolol
aku pandir aku tolol
bocah ingusan berdiri menghiba cinta
di depan puteri yang anggun dengan gaun mewah warna merah darah
aku sibuk permalukan diri menumpuk numpuk puja puji padahal tak ada arti
aku pandir aku tolol
bocah telanjang dada tanpa kesopanan
sibuk berteriak teriak meminta
mengemis perhatian
dan sang puteri semakin jijik saja
berbisik ia kepada sang menteri agar ajari si bocah kitab tahu diri
aku pandir aku tolol
berjongkok di tepi pagar istana
gigit ibu jari
sambil mengeja pelan pelan
tahu diri tahu diri tahu diri
pandirnya memuakkan
tololnya menggelikan
tak tertolong
sang puteri berpaling
sang menteri kirimkan perintah algojo
pancung saja si bocah
dan malam
aku bocah tanpa kepala
tetap pandir
tetap tolol
menunggu fajar yang tak akan ternikmati.
Bekasi, jelang tengah malam, 04092018
Poetoe
bocah ingusan berdiri menghiba cinta
di depan puteri yang anggun dengan gaun mewah warna merah darah
aku sibuk permalukan diri menumpuk numpuk puja puji padahal tak ada arti
aku pandir aku tolol
bocah telanjang dada tanpa kesopanan
sibuk berteriak teriak meminta
mengemis perhatian
dan sang puteri semakin jijik saja
berbisik ia kepada sang menteri agar ajari si bocah kitab tahu diri
aku pandir aku tolol
berjongkok di tepi pagar istana
gigit ibu jari
sambil mengeja pelan pelan
tahu diri tahu diri tahu diri
pandirnya memuakkan
tololnya menggelikan
tak tertolong
sang puteri berpaling
sang menteri kirimkan perintah algojo
pancung saja si bocah
dan malam
aku bocah tanpa kepala
tetap pandir
tetap tolol
menunggu fajar yang tak akan ternikmati.
Bekasi, jelang tengah malam, 04092018
Poetoe
jangan
malam teramat manja bersandar pada tiang listrik di taman
terasa tertekan; dahsyat rindu ini menguliti diri
mana norma, hilang arah ia hilang kendali ia
malam teramat janggal berdiri tak tegak di tepian jalan
terasa asing dan sepi sangat; demam cinta ini meluluh lantak sunyi
mana kesopanan, hilang hitungan hilang kehati-hatian
seperti gila saat mula mula jatuh cinta dulu
meledak ledak dalam dada
udara pekat
angin perih luka-luka hasrat tersayat sayat
jangan lihat ke belakang
jangan lihat aku
jangan dengarkan rintih lirih
jangan pedulikan tetes darah dan air mata yang berkecipakan dan genang menggenang di sepanjang usia hari
jangan
Bekasi, jelang tengah malam, 04092018
Poetoe
terasa tertekan; dahsyat rindu ini menguliti diri
mana norma, hilang arah ia hilang kendali ia
malam teramat janggal berdiri tak tegak di tepian jalan
terasa asing dan sepi sangat; demam cinta ini meluluh lantak sunyi
mana kesopanan, hilang hitungan hilang kehati-hatian
seperti gila saat mula mula jatuh cinta dulu
meledak ledak dalam dada
udara pekat
angin perih luka-luka hasrat tersayat sayat
jangan lihat ke belakang
jangan lihat aku
jangan dengarkan rintih lirih
jangan pedulikan tetes darah dan air mata yang berkecipakan dan genang menggenang di sepanjang usia hari
jangan
Bekasi, jelang tengah malam, 04092018
Poetoe
penyelamatan
pertemuan itu mendekap makna
yang terserak lalu terkumpul dalam genggam
di tepian telaga jendela jiwa
kuraup airnya bertebaran dari sela genggam
kau tak menangis tapi berairmata
dosa di mana kan bermuara
jika kesadaran yang dirindui itu tak kubaca pula isyarat isyaratnya
entah di mana dosa ini kan bermuara
selamatnya kita memang pada kemampuan membaca jejak
jelaga yang tercecer dapat kau raba
ke jurang mana hendak kuterguling
dan mata itu mata penyelamat
tanpa kata namun terbaca
sebagai ajakan berhenti di akhir birama
sulut bara pengingat bahwa kekanak kanakanku bahayakanku nanti
suatu hari kan membakar hangus diri
tak bersisa selain arang sesal
tak bersisa selain arang sesal.
Halte Pancoran tugu, 3 September 2018
Poetoe
yang terserak lalu terkumpul dalam genggam
di tepian telaga jendela jiwa
kuraup airnya bertebaran dari sela genggam
kau tak menangis tapi berairmata
dosa di mana kan bermuara
jika kesadaran yang dirindui itu tak kubaca pula isyarat isyaratnya
entah di mana dosa ini kan bermuara
selamatnya kita memang pada kemampuan membaca jejak
jelaga yang tercecer dapat kau raba
ke jurang mana hendak kuterguling
dan mata itu mata penyelamat
tanpa kata namun terbaca
sebagai ajakan berhenti di akhir birama
sulut bara pengingat bahwa kekanak kanakanku bahayakanku nanti
suatu hari kan membakar hangus diri
tak bersisa selain arang sesal
tak bersisa selain arang sesal.
Halte Pancoran tugu, 3 September 2018
Poetoe
Proklamasi
di ruang itu berhadapan
mata mata berkata kata
tentang kegetiran
air mata dan cerita
kerinduan itu berbuah kerancuan
pantaslah tak mudah menuntaskan kerinduan bangsa untuk merdeka
ada keresahan ada kegelisahan
berserakan, remah remahnya harus disusun ulang pelan pelan
berhadapan dekat
bertatapan lekat
bercakapan hangat
tanpa sekat
bahwa telah ada pengingat
lewat mimpi buruk
berjingkat jingkat
juga teguran singkat
harus beranjak sebelum terlambat
sebelum kelak diabaikan dalam dosa yang berkarat
lalu kemerdekaan pun diproklamasikan
juga kemerdekaanmu atas segala belenggu rindu
tersisa, hanya aku
penjajah yang murung menunduk
di sudut bilik ratap
mengulang ulang kalimat sesal
mengulang ulang kalimat sesal
Bumyagara, 2 September 2018
Poetoe
mata mata berkata kata
tentang kegetiran
air mata dan cerita
kerinduan itu berbuah kerancuan
pantaslah tak mudah menuntaskan kerinduan bangsa untuk merdeka
ada keresahan ada kegelisahan
berserakan, remah remahnya harus disusun ulang pelan pelan
berhadapan dekat
bertatapan lekat
bercakapan hangat
tanpa sekat
bahwa telah ada pengingat
lewat mimpi buruk
berjingkat jingkat
juga teguran singkat
harus beranjak sebelum terlambat
sebelum kelak diabaikan dalam dosa yang berkarat
lalu kemerdekaan pun diproklamasikan
juga kemerdekaanmu atas segala belenggu rindu
tersisa, hanya aku
penjajah yang murung menunduk
di sudut bilik ratap
mengulang ulang kalimat sesal
mengulang ulang kalimat sesal
Bumyagara, 2 September 2018
Poetoe
Mati senjahati
sisa sisaku
di meja senja
tersaji saja
imaji yang renta
matahari meredup
mengecup bercak awan
dan gelap menyebar
murung mengurung
mendadak sepilah mimpi
sia sia beku
di bejana kerinduan
ruang tunggu yang gagu
duduk diam diam
kelam menarikmu tenggelam
perlahan menyelam ke dasar malam
aku kau dan senja memburam
lukisannya seram
di ceruk tergelap
meringkuklah kita
gemetar melepas remah kelakar
kematian yang pelan
perlahan perih
sejumput maut menjemput
segelas kopi diseruput
hmmm....
mati.
Bekasi, 31082018
Poetoe
di meja senja
tersaji saja
imaji yang renta
matahari meredup
mengecup bercak awan
dan gelap menyebar
murung mengurung
mendadak sepilah mimpi
sia sia beku
di bejana kerinduan
ruang tunggu yang gagu
duduk diam diam
kelam menarikmu tenggelam
perlahan menyelam ke dasar malam
aku kau dan senja memburam
lukisannya seram
di ceruk tergelap
meringkuklah kita
gemetar melepas remah kelakar
kematian yang pelan
perlahan perih
sejumput maut menjemput
segelas kopi diseruput
hmmm....
mati.
Bekasi, 31082018
Poetoe
Jeda duga
aku tak ingin beranjak pergi lalu rugi
tak ingin keluar dari lingkar
ingin tetap bersama dalam lantunan irama iman
siapa yang kan enggan
ini barisan hangat dan nyaman
aku tak ingin tapi angin badai keras menampar
fragmen fragmen berdatangan menyatakan bukti atas duga yang sempat terjeda
gamang menjadi rima
terulang ulang setiap hari
hingga senja, saat indah menatap langit
mencari jawab
mengais ais kemantapan hati
Senja, 31082018
Poetoe
tak ingin keluar dari lingkar
ingin tetap bersama dalam lantunan irama iman
siapa yang kan enggan
ini barisan hangat dan nyaman
aku tak ingin tapi angin badai keras menampar
fragmen fragmen berdatangan menyatakan bukti atas duga yang sempat terjeda
gamang menjadi rima
terulang ulang setiap hari
hingga senja, saat indah menatap langit
mencari jawab
mengais ais kemantapan hati
Senja, 31082018
Poetoe
meriang
jadi aku bercakap cakap saja sendiri sore ini
gumamkan kidung senja
sambil berjalan menunduk
menghitung setiap langkah sebagai setiap peruntungan
pilihan pilihan yang beranak pinak
mengunyah energi
menebak nebak terjal menanjak
menjebak kesadaran dengan membuka lebar benak
mengapa kesalahan seperti curah hujan?
mengapa kekeliruan seolah benih tertebar?
apakah usia kan bisa selamatkan?
apakah waktu kan bisa membantu?
di bawah matahari tua
kering
keringat sisa sisa ingat
kesepian yang sangat
Halte Pancoran Tugu, 31082018
Poetoe
gumamkan kidung senja
sambil berjalan menunduk
menghitung setiap langkah sebagai setiap peruntungan
pilihan pilihan yang beranak pinak
mengunyah energi
menebak nebak terjal menanjak
menjebak kesadaran dengan membuka lebar benak
mengapa kesalahan seperti curah hujan?
mengapa kekeliruan seolah benih tertebar?
apakah usia kan bisa selamatkan?
apakah waktu kan bisa membantu?
di bawah matahari tua
kering
keringat sisa sisa ingat
kesepian yang sangat
Halte Pancoran Tugu, 31082018
Poetoe
pelukan siang
kuperlukan pelukan untuk satukan setiap lekukan
kedekatan detak dua jantung menyeirama
kubutuh sentuh utuh rengkuh segenap tubuh
bahasa rasa kalahkan aksara dan kata
tanggalkan segala janggal jengah dan rikuh
ini peleburan ini kemelekatan
seperti siang yang tanpa gamang menyatu dalam terang kerontang
silang kilaunya sayat kedip mata
mula perih lama lama membiasa
Jalan layang, 30082018
kedekatan detak dua jantung menyeirama
kubutuh sentuh utuh rengkuh segenap tubuh
bahasa rasa kalahkan aksara dan kata
tanggalkan segala janggal jengah dan rikuh
ini peleburan ini kemelekatan
seperti siang yang tanpa gamang menyatu dalam terang kerontang
silang kilaunya sayat kedip mata
mula perih lama lama membiasa
Jalan layang, 30082018
Kopi Inflasi
jantung berdetak lebih cepat, namun tubuh lebih perlahan bergerak
bersandar pada pendar terik gamang
nikmati residu bincang
kopi dan kelelahan siang
beradu padu
dan jeda jarak ekonomi
kota dan desa
lelaki di dekat Cilacap yang nikmati pelannya waktu
sedang kita di bawah kilap gedung gedung kehabisan detak senggang
megap megap
uang seperti punya nyawa
bergerak di sela sela butuh dan ingin
menari nari di antara kerja dan cinta
merindumu pun ku perlu kanvas
di tepi napas
diterjang jarak yang culas
kutambahkan saja kopiku
jantung berdetak lebih cepat, namun tubuh lebih perlahan bergerak
Jampang kafe, 28082018
Poetoe
bersandar pada pendar terik gamang
nikmati residu bincang
kopi dan kelelahan siang
beradu padu
dan jeda jarak ekonomi
kota dan desa
lelaki di dekat Cilacap yang nikmati pelannya waktu
sedang kita di bawah kilap gedung gedung kehabisan detak senggang
megap megap
uang seperti punya nyawa
bergerak di sela sela butuh dan ingin
menari nari di antara kerja dan cinta
merindumu pun ku perlu kanvas
di tepi napas
diterjang jarak yang culas
kutambahkan saja kopiku
jantung berdetak lebih cepat, namun tubuh lebih perlahan bergerak
Jampang kafe, 28082018
Poetoe
Senin, 03 September 2018
netra kamajaya
bagaimana cinta menyihir semua?
lalu angin menjadi merdu
kegaduhan itu menjadi simponi
kelelahan itu menjadi pemicu rindu
mabuk tanpa arak sibuk tanpa sorak sorai
jika ini tak lagi seru, kenapa tak kau ulangi saja?
carilah tombol pemutar ulang
dan biarkan batara kamajaya bekerja
detik menjadi ketukan
deru nafas menjadi nada
keindahan itu lahir dari titik terdalam pada benak
memercik percik api kecil perlahan membesar
kehangatan itu mungkin terserak mengapa tak coba kembali kumpulkan
jika tak mudah cobalah pindahkan netra kita
agar tawa terus dalam rima
agar gelora tetap dalam birama
ahai....
27082018
Poetoe
lalu angin menjadi merdu
kegaduhan itu menjadi simponi
kelelahan itu menjadi pemicu rindu
mabuk tanpa arak sibuk tanpa sorak sorai
jika ini tak lagi seru, kenapa tak kau ulangi saja?
carilah tombol pemutar ulang
dan biarkan batara kamajaya bekerja
detik menjadi ketukan
deru nafas menjadi nada
keindahan itu lahir dari titik terdalam pada benak
memercik percik api kecil perlahan membesar
kehangatan itu mungkin terserak mengapa tak coba kembali kumpulkan
jika tak mudah cobalah pindahkan netra kita
agar tawa terus dalam rima
agar gelora tetap dalam birama
ahai....
27082018
Poetoe
ingatan
ingatan itu tersimpan di mana
atau ia justru tempat penyimpan?
seperti pagi yang tiba tiba ada kamu
ingatan yang mendadak mengadakanmu
dengan dendang nadamu itu
dan senyum itu
dan luka luka lamamu
dan beban beban yang lebam
mengerak dalam
dasar benak
padahal tak ada pemicu atas ingatan tentangmu
tak ada
tiba tiba saja
27082018
Poetoe
atau ia justru tempat penyimpan?
seperti pagi yang tiba tiba ada kamu
ingatan yang mendadak mengadakanmu
dengan dendang nadamu itu
dan senyum itu
dan luka luka lamamu
dan beban beban yang lebam
mengerak dalam
dasar benak
padahal tak ada pemicu atas ingatan tentangmu
tak ada
tiba tiba saja
27082018
Poetoe
angin purba dalam senja
angin ingin
senja selepas kerja
sepi dalam genangan kopi
orang orang bergegas melepas nafas
nada yang terseok di pematang birama
bass rendah menjaga pagar rima
suara suara gaduh jalanan
orang mengaduh dalam diam
angin dingin
senja selepas kerja
aroma dan irama
kematian mendekat
berjingkat di setiap denyut darah di kepala
roh menggeliat hendak merdeka
jasad merengkuh erat tak hendak lepas
orang orang saling baca
tanpa kata
hanya mata
raut wajah
dan hasrat hewani
berbiak biak di kerumunan
ah
senjakala
purba pula pada purna
kita terseret arus pulang
menjadi biadab lagi
menjadi liar mengular ular
rangkaian detik tersambung
mana nanti mana tadi mana kini
lebur
Halte Pancoran Tugu, 27 Agustus 2018
Poetoe
senja selepas kerja
sepi dalam genangan kopi
orang orang bergegas melepas nafas
nada yang terseok di pematang birama
bass rendah menjaga pagar rima
suara suara gaduh jalanan
orang mengaduh dalam diam
angin dingin
senja selepas kerja
aroma dan irama
kematian mendekat
berjingkat di setiap denyut darah di kepala
roh menggeliat hendak merdeka
jasad merengkuh erat tak hendak lepas
orang orang saling baca
tanpa kata
hanya mata
raut wajah
dan hasrat hewani
berbiak biak di kerumunan
ah
senjakala
purba pula pada purna
kita terseret arus pulang
menjadi biadab lagi
menjadi liar mengular ular
rangkaian detik tersambung
mana nanti mana tadi mana kini
lebur
Halte Pancoran Tugu, 27 Agustus 2018
Poetoe
kopi dan ia
ia aku tenggelamkan dalam genangan kopiku
senyumnya terlalu sering berkelebat di sesat mata
wajahnya terlalu rajin ijin tinggal di pangkal benak
kata katanya terulang ulang di ruang dengar dan ingatanku
maka ia aku benamkan saja dalam genangan kopiku
walau lalu aku sruput perlahan
nikmati imaji rasa dan segela cerita tentang ia
bagaimana lalu lupakan ia, bahkan dalam genangan kopi panas yang telah terbenami olehnya itu aku nikmati teguk demi teguk
ia sepertinya justru menghidupi lambungku
ia sepertinya justru menjalari nadi darahku
ia mengaku
aku mengia
Rest Area 62, 26 Agustus 2018
Poetoe
senyumnya terlalu sering berkelebat di sesat mata
wajahnya terlalu rajin ijin tinggal di pangkal benak
kata katanya terulang ulang di ruang dengar dan ingatanku
maka ia aku benamkan saja dalam genangan kopiku
walau lalu aku sruput perlahan
nikmati imaji rasa dan segela cerita tentang ia
bagaimana lalu lupakan ia, bahkan dalam genangan kopi panas yang telah terbenami olehnya itu aku nikmati teguk demi teguk
ia sepertinya justru menghidupi lambungku
ia sepertinya justru menjalari nadi darahku
ia mengaku
aku mengia
Rest Area 62, 26 Agustus 2018
Poetoe
melodi siang
berbisiklah perlahan pada siang saat gersang dan angin diam, tak lagi lalu lalang di sekitar liang gendang telinga
agar suara terdengar jelas
agar nafas terasa tegas
bawa ingin ini ke permukaan
agar beranjak dari muara pura pura
agar hempaskan bias basa basi
berbisiklah lembut pada kerang di pepasir pantai dan saat ombak tak membentak bentak karang
agar nada tak lagi sumbang
tak terbang oleh badai dan deru gemuruh angin yang membuyarkan layar mimpi rusak poranda oleh kenyataan
meraba jeda
meliuk di sela sela riuh
memaknai sepi
berlindung di palung tanpa gaung
kutuding tuding saja bosan
sampai ia enggan lagi tinggal bersarang di bilik jiwa
enyahlah ia
tertatih tatih
badan di lini masa seolah hanya mencari tempat ia mati, nanti
Subang, 26 Agustus 2018
Poetoe
agar suara terdengar jelas
agar nafas terasa tegas
bawa ingin ini ke permukaan
agar beranjak dari muara pura pura
agar hempaskan bias basa basi
berbisiklah lembut pada kerang di pepasir pantai dan saat ombak tak membentak bentak karang
agar nada tak lagi sumbang
tak terbang oleh badai dan deru gemuruh angin yang membuyarkan layar mimpi rusak poranda oleh kenyataan
meraba jeda
meliuk di sela sela riuh
memaknai sepi
berlindung di palung tanpa gaung
kutuding tuding saja bosan
sampai ia enggan lagi tinggal bersarang di bilik jiwa
enyahlah ia
tertatih tatih
badan di lini masa seolah hanya mencari tempat ia mati, nanti
Subang, 26 Agustus 2018
Poetoe
tak adakah perayaan atas pertanyaan
tak adakah perayaan atas nafas yang terhembus
tak adakah pertanyaan atas nafsu yang terhempas
tak adakah perhitungan atas kabar yang terhibur
tak adakah peruntungan atas kubur yang tergembur
pepohonan di belakang asrama lebat
berkelebatan bayang suram
muram yang geram atas cahaya
hantu hantu menunggu senja
di manakah sebenarnya hantu menunggu
di balik selimut kabut
ataukah di balik kalut takut
tak adakah yang mampu menghibur waktu yang perlahan lebur
tak adakah yang mampu menemani cinta yang perlahan menggulita
tak adakah yang mampu mencumbu rindu yang perlahan tersedu di rerimbun perdu
tak adakah perayaan atas pertanyaan
tak adakah persiapan atas kesepian yang pasti menepi melingkupi segenap mimpi
tak adakah
Subang, 26 Agustus 2018
Poetoe
tak adakah pertanyaan atas nafsu yang terhempas
tak adakah perhitungan atas kabar yang terhibur
tak adakah peruntungan atas kubur yang tergembur
pepohonan di belakang asrama lebat
berkelebatan bayang suram
muram yang geram atas cahaya
hantu hantu menunggu senja
di manakah sebenarnya hantu menunggu
di balik selimut kabut
ataukah di balik kalut takut
tak adakah yang mampu menghibur waktu yang perlahan lebur
tak adakah yang mampu menemani cinta yang perlahan menggulita
tak adakah yang mampu mencumbu rindu yang perlahan tersedu di rerimbun perdu
tak adakah perayaan atas pertanyaan
tak adakah persiapan atas kesepian yang pasti menepi melingkupi segenap mimpi
tak adakah
Subang, 26 Agustus 2018
Poetoe
penjara cakap
larik larik tanya jawab dalam kunjungan, setelah lama terpisah
perbincangan tentang apakah?
biasanya bermula dari basa basi tanya tentang kabar,
dan sejenak setelah kopi terhidang mulailah bertanya tentang kepemilikan
tentang mobil
tentang rumah
tentang anak anak
tentang sekolah
tentang anak
dan jebakannya adalah pada percakapan tentang harga
tiba tiba kita tersihir menjadi pasar
tanya jawab menjadi padang rumput kering
manjadikan kita serupa bidak bidak konsumtif
ukuran ukuran itu mengutuk kita jadi grafik
kaku dan menyebalkan
ikan cupang yang terjebak dalam kubangan, berharap merdeka
walau lompatan keluar kubangan hanya membuatnya mati
matikah itu merdeka
ataukah masih sama, merdeka itu pilihan begitu juga kematian?
Transjakarta, 24 Agustus 2018
Poetoe
perbincangan tentang apakah?
biasanya bermula dari basa basi tanya tentang kabar,
dan sejenak setelah kopi terhidang mulailah bertanya tentang kepemilikan
tentang mobil
tentang rumah
tentang anak anak
tentang sekolah
tentang anak
dan jebakannya adalah pada percakapan tentang harga
tiba tiba kita tersihir menjadi pasar
tanya jawab menjadi padang rumput kering
manjadikan kita serupa bidak bidak konsumtif
ukuran ukuran itu mengutuk kita jadi grafik
kaku dan menyebalkan
ikan cupang yang terjebak dalam kubangan, berharap merdeka
walau lompatan keluar kubangan hanya membuatnya mati
matikah itu merdeka
ataukah masih sama, merdeka itu pilihan begitu juga kematian?
Transjakarta, 24 Agustus 2018
Poetoe
pelari di langit senja
kebiasan lama, berlarian di langit menginjak injak awan senja
warnanya terang melogam
berkecipakan air pada awan yang terinjak
mimpi berlompatan
terbentur lalu gugur berguguran
bercampur dalam rintik gerimis
kenyataan yang terabaikan
hiba mengemis atas harapan yang menggunung
menelan isi benak yang menggelembung
terus berlarian
peluh bercucuran
keluh melepuh di ujung lidah
berpindah pindah dari yakin menjadi ragu dari ragu menjadi ketakutan
hutan bosan atas pengulangan adalah rimba atas irama kegagalan
optimis menjadi serupa kismis yang tercecer dari kue besar pesta
gempita atas kekalahan yang dirayakan
pilu yang merdu dalam nada
canda atas air mata
cita cita yang raib
dalam aib jiwa
hingga bayang di langit itu pun mengecil
dikunyah cakrawala
senja tersedu duduk sendiri
dalam sela sisa warna logam yang tinggal semburat
menggelap
hitam perlahan
malam kan kuasai kita
malam kan habisi kita
sedu sedan kita
air mata dalam remang remang.
Jatibening, 24 Agustus 2018
Poetoe
warnanya terang melogam
berkecipakan air pada awan yang terinjak
mimpi berlompatan
terbentur lalu gugur berguguran
bercampur dalam rintik gerimis
kenyataan yang terabaikan
hiba mengemis atas harapan yang menggunung
menelan isi benak yang menggelembung
terus berlarian
peluh bercucuran
keluh melepuh di ujung lidah
berpindah pindah dari yakin menjadi ragu dari ragu menjadi ketakutan
hutan bosan atas pengulangan adalah rimba atas irama kegagalan
optimis menjadi serupa kismis yang tercecer dari kue besar pesta
gempita atas kekalahan yang dirayakan
pilu yang merdu dalam nada
canda atas air mata
cita cita yang raib
dalam aib jiwa
hingga bayang di langit itu pun mengecil
dikunyah cakrawala
senja tersedu duduk sendiri
dalam sela sisa warna logam yang tinggal semburat
menggelap
hitam perlahan
malam kan kuasai kita
malam kan habisi kita
sedu sedan kita
air mata dalam remang remang.
Jatibening, 24 Agustus 2018
Poetoe
Halte
di halte bis Pancoran Tugu
waktu dan aku duduk menunggu
prihatin atas kepedihan yang ragu
seperti enggan beranjak, gagu
kecurangan berafiliasi dengan culas
menjadi kesopanan yang beringgas
menggilas lawan setenang hembusan nafas
menyobek punggung saat kopi terhidang di gelas
aku tuliskan kesepian pada dinding jendela
atas ketidakhadiran nurani dalam pertemuan sela sela
keyakinan yang terinjak injak rela
di lantai halte tersobek tak berbela
harapan
ah
harapan
serupa asap saja
tertiup tiup bersama nafas yang basah di jendela kaca
Halte Pancoran Tugu, 24 Agustus 2018
Poetoe
waktu dan aku duduk menunggu
prihatin atas kepedihan yang ragu
seperti enggan beranjak, gagu
kecurangan berafiliasi dengan culas
menjadi kesopanan yang beringgas
menggilas lawan setenang hembusan nafas
menyobek punggung saat kopi terhidang di gelas
aku tuliskan kesepian pada dinding jendela
atas ketidakhadiran nurani dalam pertemuan sela sela
keyakinan yang terinjak injak rela
di lantai halte tersobek tak berbela
harapan
ah
harapan
serupa asap saja
tertiup tiup bersama nafas yang basah di jendela kaca
Halte Pancoran Tugu, 24 Agustus 2018
Poetoe
Langganan:
Postingan (Atom)
Buku MADILOG, Materialisme, Dialektika dan Logika adalah buku karya Tan Malaka yang kaya. Berisi banyak pengetahuan. Tak kebayang buku ini...
-
Menjadi orang baik itu sederhana: Jangan marah. Jangan sakiti orang lain, buat orang di sekitar kita bahagia. Perbanyak menolong orang,...
-
Pertama menukil dari surat Kartini, tanggal 15 Agustus 1902, kepada Estelle Zeehandelaar: " Kami berhak untuk tidak menjadi bodoh.. ...
-
Mau tahu seperti apa siang ini menyapa? Ia dan matahari tenang, angin sopan membelai, dan aroma tanah basah harum menyeruak ke pangkal hidun...