Minggu, 30 Desember 2018

Kopi Pettarani

empat gelas kopi hitam tandas di suatu siang, dan percakapan bernas padat larut pekat di udara terik itu.

bahwa harus ada keadilan setelah kebebasan itu dimerdekakan, nilai nilai bercinta di atas kepala kita, bersamanya waktu terteguknya kopi bergelas gelas.

dan pajak berkeadilan itu pada narasi kemerdekaan fiskal, nah mana kau dahulukan? cinta pun mengangkasa menjemput kerelaan di langit semesta perbincangan kita.

lalu hujan deras hantam bumi, mungkin langit pun tak sanggup menahan obrolan yang terlanjur diukirkan pada dinding waktu kita.

dan kesadaran atas kesempatan yang tak akan lama, jadi hendak apa kau isikan dalam bejana waktu yang kita miliki? hanya tawa, marah, beban, canda, tangis, atau jejak jenak saja.

kopi ternikmati
singkong goreng menemani
hujan iri menunggu di teras tepi
jalanan basah rebah sendiri.

BSD, 07112018
Poetoe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...