Wahai badai yang tersimpan di ceruk dalam,
arusnya berputaran saja di sela sela palung.
Hanya senja yang mengundangnya ke permukaan,
menggelegar menampar karang.
Mungkin es capucino atau late tiramisu
yang bisa jadi jeda,
sesaat reda,
seolah helaan nafas panjang dari rangkaian senggal tak beraturan itu.
Dan dongeng tentang cerdas dalam gelora,
juga rindu akan bahan cerita yang menjadi alasan untuk berani masuk ke belukar rimba.
Lalu gunung berapi di dasar lautan itu meletus
air mendidih menggelegak,
panasnya melesak ke permukaan....
namun...
permukaan laut tetap tenang,
nalar kendalikan arah layar,
dan nyanyian nelayan bersenandung merdu,
senandung tentang ratapan kata "maaf"
yang terbawa angin hingga ke bibir pantai.
Bekasi, 16/10/216
Poetoe.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...
-
Menjadi orang baik itu sederhana: Jangan marah. Jangan sakiti orang lain, buat orang di sekitar kita bahagia. Perbanyak menolong orang,...
-
BAB 1 CAHAYA (Hari ke-1) Kebenaran sebagai Aksioma, Kebenaran seperti a ksioma, merupakan sebuah pernyataan yang sudah pasti kebenaran...
-
Belajar beberapa hal di beberapa hari ini. Tentang perencanaan yang matang atas segala sesuatu, bahkan gerak hati. Hehe.. aneh memang, gerak...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar