Kamis, 20 Oktober 2016

bercakap dengan awan

Entah mulai kapan, aku jadi suka membaca awan. Mendongak ke atas, lalu mengeja setiap lekuk awan. Awalnya aku pikir aku butuh belajar bahasa awan, ternyata tidak. Cukup menatap lama saja, maka otak kita akan memproduksi banyak kata dan cerita. Awan bertutur dengan caranya sendiri.

Seperti sore ini, aku berbincang dengannya tentang kepentingan yang mengunyah kebaikan hati. Caranya lembut, tapi tanpa terasa kita dibutakan oleh kepentingan itu hingga orang orang menjadi nampak buruk. Kebaikan mereka hilang makna. Kita penuh dengan syak wasangka.

Aku masih menatap langit. Lama. Hingga awan putih itu melogam, lalu memerah, perlahan menggelap. Ajari aku. Ajari tentang memelihara ketulusan dan memandang semua dengan kejernihan hati. Tak ingin ada benci tak ingin ada dendam. Bersih saja.

Di bawah patung pancoran, senja, 15/08/2016
Poetoe.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...