Entah mulai kapan, aku jadi suka membaca awan. Mendongak ke atas, lalu
mengeja setiap lekuk awan. Awalnya aku pikir aku butuh belajar bahasa
awan, ternyata tidak. Cukup menatap lama saja, maka otak kita akan
memproduksi banyak kata dan cerita. Awan bertutur dengan caranya
sendiri.
Seperti sore ini, aku berbincang dengannya tentang kepentingan yang mengunyah kebaikan hati. Caranya lembut, tapi tanpa terasa kita dibutakan oleh kepentingan itu hingga orang orang menjadi nampak buruk. Kebaikan mereka hilang makna. Kita penuh dengan syak wasangka.
Aku masih menatap langit. Lama. Hingga awan putih itu melogam, lalu memerah, perlahan menggelap. Ajari aku. Ajari tentang memelihara ketulusan dan memandang semua dengan kejernihan hati. Tak ingin ada benci tak ingin ada dendam. Bersih saja.
Di bawah patung pancoran, senja, 15/08/2016
Poetoe.
Kamis, 20 Oktober 2016
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...
-
Menjadi orang baik itu sederhana: Jangan marah. Jangan sakiti orang lain, buat orang di sekitar kita bahagia. Perbanyak menolong orang,...
-
BAB 1 CAHAYA (Hari ke-1) Kebenaran sebagai Aksioma, Kebenaran seperti a ksioma, merupakan sebuah pernyataan yang sudah pasti kebenaran...
-
Belajar beberapa hal di beberapa hari ini. Tentang perencanaan yang matang atas segala sesuatu, bahkan gerak hati. Hehe.. aneh memang, gerak...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar