Bersama komunitas @nuliskeroyokan saya ikut tantangan menulis puisi tanpa jeda selama 30 hari. Demikian ke-30 puisi tersebut, semuanya dengan tema "Syukur"
tanggal satu, tentang waktu
tetesan detik tak sanggup tertahan
mengutuki waktu hanyalah penyesalan
kekalahan atas rencana
tersudut pada kenyataan
tanpa syukur semua kan sia-sia
jika pun gagal, toh harus ada yang selamatkan sisa-sisa
bukankah ini gelas setengah isi,
atau kau hanya lihat setengah kosong?
waktu pun mengunyah kita
belia pun menua
jejak langkah terhapus angin
kenangan menggigil dingin.
tanggal dua, tentang beda
tersadar perlu bersama saat benturan saling seteru
berbekal luka bergerak menyatu
di sini, ada haru atas semangat bersatu padu
di sana, ada kobar amarah atas beda berderu-deru
menegaskan kata kami lupakan kata kita
sibuk teriak hak enggan tunaikan tugas
api benci terawat dalam dendam
seolah pintu telah rapat terkunci
bukankah semua bergerak berubah
bukankah rasa itu berbalik-balik
bukankah musuh mungkin kelak kawan
bukankah benci mungkin kelak cinta
syukuri saja beda ini dengan canda
kenapa harus melawan,
buka pintu, buka jendela, semua akan baik-baik saja
berikan saja senyum atas apapun.
tanggal tiga, tentang telaga
kita duduk di tepian telaga
bersihkan wajah dari jelaga
tipu daya dan pura-pura
sembuhkan dahaga
atas jiwa yang merdeka
berhala citra lama berkuasa
benamkan nurani
bisik-bisik pun tak lagi berani
semua hanya tentang persepsi
kenyataan terabaikan
keikhlasan tergilas gerbong cari muka, dan canda penuh tanda
jiwa lelah, butuh istirah
di ceruk sunyi berkaca diri
mensyukuri detik-detik saat sendiri
di tepi telaga hati, basuh nurani.
tanggal empat, tentang sempat
seperti saat berjalan bersama
tiba-tiba kau berhenti
lalu sepi
kami harus tetap berjalan namun tak ada lagi tawa
kerena candamu itu dulu seolah tanda
bahwa pasti akan ada jeda
terpisah lah kita sisakan kisah
di lipatan-lipatan ingatan
seperti saat kita ada dalam satu fragmen
adegan yang penuh warna,
warna dari ceria, centil dan perhatianmu di setiap pertemuan,
tiba-tiba berubah hitam putih
karena ketiadaanmu adalah padamnya warna-warna jiwa.
seperti hari ini, berkumpul di ruang maya kita
tapi tak ada kamu
hanya setumpuk kenangan bertahun-tahun duduk bersebelahan
pada album berjilid-jilid itu tercatat sempat yang kita ikat erat dalam ingat
syukurku atas hari-hari bersama kueja lamat-lamat.
selamat jalan sahabat.
tanggal lima, tentang gema
aku hanya pencari yang berlari di bebukitan mimpi
menyusuri lekuk wajahmu
tanah lapang pipimu, telaga bening mata, juga lereng terjal hidung mancungmu
aku hanya terus mencari
karena rimba pertanyaan ini selebat rambutmu,
setiap jawaban yang kutemu hanya lahirkan tanya baru
di setiap tebing kuseru namamu
yang kudapat hanya gema manampar gendang telingaku lagi
aku memang pencari, sepanjang hari mencari-cari
jalan panjang dan penuh aral
jika hanya berbekal sesal, pasti kan terjungkal dalam gagal
maka kutabur rasa syukur di setiap langkah terukur.
sang pencari menari
di seluruh penjuru negeri
menabur benih rela dan syukur
pohon cinta dan sayang pun tumbuh subur.
tanggal enam, tentang malam
aku hanya kunang-kunang di malam kelam,
beterbangan terangi huruf-huruf dalam bait puisi muram,
mengisi di setiap spasi
memberi cahaya di setiap jeda
aku hanya kerlip terang di kanvas masa yang berharap kau rasa,
bahkan hanya tarikan nafas
atau hembusannya
sekedar ada di ruang makna setiap kata-kata kita
tapi jika pun tak kau baca, maka tutur syukur pun tetap pantas,
karena bahkan pengabaianmu atasku adalah mata air inspirasi
pada setiap tetes isi hati
pada setiap sesap harap
Muntilan, 06/12/2019
nugroho putu
puisi tanggal tujuh,
gaduh
seperti pawai di jalanan kesadaranku
liang-liang syarafku berdeyutan
hingar bingar riuh bunyi
tabuhan gaduh bernyanyi-nyanyi
padatnya gelombang suara bersahut-sahutan
keinginan berbaris iris mengiris
tayangan kenangan benderang menantang
jadi rindu sepi, jadi rindu menepi
agar nalar punya ruang menata langkah,
membuat peta di tengah berisiknya iri dan pesta dusta
bagaimana tetap bertahan di jalan yang benar,
bagaimana tetap mampu tersungkur syukur di akhir patitur malam.
7 Desember 2019
nugroho putu
karena kata adalah awal dunia; butuh ruang untuk memelihara "kata" sejak ada di "pikiran", "lisan", bahkan "tulisan".
Selasa, 31 Desember 2019
Kamis, 26 Desember 2019
berbatas jendela
mengetuk daun jendela, gegas hati terburu rindu
terbuka malas, bahkan lampu masih padam
sapamu dengan suara serak penuh jejak lelah
maka kusemburkan keceriaan, dalam salam pagiku
kau tersenyum dan matahari kau culik serta dalam cerahmu
padahal masih ada lebam sayu mata kantukmu
kutebak-tebak saja, seberapa jauh kelanamu seberapa lelah langkah kakimu
lalu senyum dan kerling manjamu
ceritakan hari-hari ini kau berlari kejar mimpi
aku pun lihat kepakan sayapmu, masih lemah tapi mulai terbiasa.
seharian berbatas jendela kita bertatap cakap.
hingga saat malam menggumpal-gumpalkan kerinduan berselimut dingin basa basi
kau berkata "aku tak bisa"
padahal langit hitam memintalkan inginku
aku hanya panggil namamu
aku hanya bisikan namamu
lalu kuingatkan, jangan bilang siapa-siapa
kalau aku sayang
sama kamu.
Muntilan, 25/12/2019
nugroho putu
terbuka malas, bahkan lampu masih padam
sapamu dengan suara serak penuh jejak lelah
maka kusemburkan keceriaan, dalam salam pagiku
kau tersenyum dan matahari kau culik serta dalam cerahmu
padahal masih ada lebam sayu mata kantukmu
kutebak-tebak saja, seberapa jauh kelanamu seberapa lelah langkah kakimu
lalu senyum dan kerling manjamu
ceritakan hari-hari ini kau berlari kejar mimpi
aku pun lihat kepakan sayapmu, masih lemah tapi mulai terbiasa.
seharian berbatas jendela kita bertatap cakap.
hingga saat malam menggumpal-gumpalkan kerinduan berselimut dingin basa basi
kau berkata "aku tak bisa"
padahal langit hitam memintalkan inginku
aku hanya panggil namamu
aku hanya bisikan namamu
lalu kuingatkan, jangan bilang siapa-siapa
kalau aku sayang
sama kamu.
Muntilan, 25/12/2019
nugroho putu
Oposisi
di balik terang ada bayangan
setelah bunyi ada sunyi
ada isi ada kekosongan
di balik gempita pesta ada cinta yang sepi
pada sela-sela terlantunkan sapa
pada jeda ada gelora menggoda
pada sisa-sisa ada nyanyi rindu yang bergesa
pada pucuk-pucuk sunyi ada dekap erat mimpi
meski aku simpan, tapi terjaga
seperti nyawa terbungkus raga
detak dahsyat dalam gumam
api mimpi dalam sekam
Muntilan, 17/12/2019
nugroho putu
setelah bunyi ada sunyi
ada isi ada kekosongan
di balik gempita pesta ada cinta yang sepi
pada sela-sela terlantunkan sapa
pada jeda ada gelora menggoda
pada sisa-sisa ada nyanyi rindu yang bergesa
pada pucuk-pucuk sunyi ada dekap erat mimpi
meski aku simpan, tapi terjaga
seperti nyawa terbungkus raga
detak dahsyat dalam gumam
api mimpi dalam sekam
Muntilan, 17/12/2019
nugroho putu
swa
sendiri itu sepi
suatu hari pasti kita temui
sunyi tanpa bunyi
setiap detik hanya detak jantung sendiri
jika tak kita nikmati
betapa ngeri
sepi mengiris-iris hati
tanpa permisi hari-hari berlari pergi
bernyanyilah sendiri
senandung gumam dalam bisik muram
di sela nada bubuhkan kata
pilih makna yang terangi semesta
jadikanlah bayang sebagai teman bincang
rekan canda
bergunjing tentang diri kita yang lain
lalu bersama tertawa, tersadar semua hanya tentang diri sendiri.
nikmati sepi
tak ada yang pantas diratapi
berteman secangkir kopi
selalu ada mimpi yang datang menggenapi.
Magelang, 14/12/2019
nugroho putu
suatu hari pasti kita temui
sunyi tanpa bunyi
setiap detik hanya detak jantung sendiri
jika tak kita nikmati
betapa ngeri
sepi mengiris-iris hati
tanpa permisi hari-hari berlari pergi
bernyanyilah sendiri
senandung gumam dalam bisik muram
di sela nada bubuhkan kata
pilih makna yang terangi semesta
jadikanlah bayang sebagai teman bincang
rekan canda
bergunjing tentang diri kita yang lain
lalu bersama tertawa, tersadar semua hanya tentang diri sendiri.
nikmati sepi
tak ada yang pantas diratapi
berteman secangkir kopi
selalu ada mimpi yang datang menggenapi.
Magelang, 14/12/2019
nugroho putu
Selasa, 10 Desember 2019
An
aku masih hafal garis wajahmu
seperti aku mengingat denah rumahku
bahkan dalam pejam mampu kujelajahimu
bahkan saat padam mampu kuraih lilin di rak buku
tak mudah lupa, karena tatap dekat itu berulang-ulang
seperti mengeja huruf di kitab suci
detail dan perlahan,
mata membuat jejak di setiap lekuk wajah
jika jarak menarik paksa kita dari jumpa,
maka saat pejam dalam padam kutimba kenanganmu dari perigi imagi
kusekap erat dalam ingat
hangat rindu ini dalam dekap
Muntilan, 10122019
Poetoe
seperti aku mengingat denah rumahku
bahkan dalam pejam mampu kujelajahimu
bahkan saat padam mampu kuraih lilin di rak buku
tak mudah lupa, karena tatap dekat itu berulang-ulang
seperti mengeja huruf di kitab suci
detail dan perlahan,
mata membuat jejak di setiap lekuk wajah
jika jarak menarik paksa kita dari jumpa,
maka saat pejam dalam padam kutimba kenanganmu dari perigi imagi
kusekap erat dalam ingat
hangat rindu ini dalam dekap
Muntilan, 10122019
Poetoe
Jumat, 06 Desember 2019
Peri menari
kau tahu betapa indahnya cahya lampu itu saat kau menikmatinya sambil berputaran,
sinar menjadi garis terang
seperti ular bercahaya
bintang-bintang memenuhi ruang sadar
menjadi pening yang hening
menikmati setiap lenturnya, tulang dan otot memenuhi celah sendi
setiap gerakan adalah bait-bait puisi cinta
menuliskan cerita dalam gubahan tarian utuh
menjadi rangkaian adegan dalam gerak tubuh
dalam sepi pilihlah mimpi
menjadi peri
bisa menari sekehendak hati
menjawab semua tanya
menguak tabir misteri diri.
Muntilan, 04/12/2019
nugroho putu
sinar menjadi garis terang
seperti ular bercahaya
bintang-bintang memenuhi ruang sadar
menjadi pening yang hening
menikmati setiap lenturnya, tulang dan otot memenuhi celah sendi
setiap gerakan adalah bait-bait puisi cinta
menuliskan cerita dalam gubahan tarian utuh
menjadi rangkaian adegan dalam gerak tubuh
dalam sepi pilihlah mimpi
menjadi peri
bisa menari sekehendak hati
menjawab semua tanya
menguak tabir misteri diri.
Muntilan, 04/12/2019
nugroho putu
perlawanan cinta
berdebaran aku berkejaran
bernyanyian hujan berjatuhan
berkecipakan gelisah berlompatan
berdetakan cinta bergelayutan
wajah pagi ayu
rambut berkibaran
kain berserakan
senyum nan merdeka
bagaimana pun rasa tersekap
ia kan meronta juga
menerjang jeruji hati
menembus batas diri
berdebaran aku berkejaran
bernyanyian hujan berjatuhan
berkecipakan gelisah berlompatan
berdetakan cinta bergelayutan
2019
nugroho putu
bernyanyian hujan berjatuhan
berkecipakan gelisah berlompatan
berdetakan cinta bergelayutan
wajah pagi ayu
rambut berkibaran
kain berserakan
senyum nan merdeka
bagaimana pun rasa tersekap
ia kan meronta juga
menerjang jeruji hati
menembus batas diri
berdebaran aku berkejaran
bernyanyian hujan berjatuhan
berkecipakan gelisah berlompatan
berdetakan cinta bergelayutan
2019
nugroho putu
Sepenggal suluh
aku ingin bersajak untuk senja,
tentang sisa hujan di kaca jendela
dan ketukan itu membuat senyum beterbangan
warna emas di cakrawala pun berkibaran
aku ingin berpuisi untuk senja,
tentang tanda yang tak terbaca langit
dan biarlah lagu tersudahi sebelum chorus tiba
warna gelap pun perlahan lahap suluh matahari tua.
Mertoyudan, 3/12/2019
Poetoe
tentang sisa hujan di kaca jendela
dan ketukan itu membuat senyum beterbangan
warna emas di cakrawala pun berkibaran
aku ingin berpuisi untuk senja,
tentang tanda yang tak terbaca langit
dan biarlah lagu tersudahi sebelum chorus tiba
warna gelap pun perlahan lahap suluh matahari tua.
Mertoyudan, 3/12/2019
Poetoe
Rabu, 27 November 2019
Firasat
waktu mungkin serupa garis lingkar sempurna
titik mula bertemu dengan titik akhir
dan esok pun dijemput pikiran hingga hadir di hari ini
walau hanya serupa bayangan
kelebat saja menebar buram pesan
ini tentang nanti
ini tentang kemudian hari
ini tentang mimpi berharap arti
waktu menjadi bercak warna bercampuran
berkelindan antara harap dan kenang
beraduk antara mimpi dan isi hati
terpahami sebelum terjadi
seperti pesan yang memaksa masuk ke benak
menyelusup tanpa permisi
bisik-bisik doa lirih
hidup itu rangkaian perjalanan kenyataan
dari lintas pikiran hingga terlahir di keseharian
yang terjadi seperti pernah terpikirkan
namun yang terkenang tak semuanya pernah terjadi.
jadi apakah itu firasat?
Temanggung, 28/11/2019
Poetoe
titik mula bertemu dengan titik akhir
dan esok pun dijemput pikiran hingga hadir di hari ini
walau hanya serupa bayangan
kelebat saja menebar buram pesan
ini tentang nanti
ini tentang kemudian hari
ini tentang mimpi berharap arti
waktu menjadi bercak warna bercampuran
berkelindan antara harap dan kenang
beraduk antara mimpi dan isi hati
terpahami sebelum terjadi
seperti pesan yang memaksa masuk ke benak
menyelusup tanpa permisi
bisik-bisik doa lirih
hidup itu rangkaian perjalanan kenyataan
dari lintas pikiran hingga terlahir di keseharian
yang terjadi seperti pernah terpikirkan
namun yang terkenang tak semuanya pernah terjadi.
jadi apakah itu firasat?
Temanggung, 28/11/2019
Poetoe
Rabu, 20 November 2019
Sang guru
ia sibuk mencari cara bagaimana paham bersemayam
karena hari-hari runyam
lapar menggigiti lambung kapal siang dan malam
hujan tanpa halang hajar mimpi perlahan tenggelam
tanpa kerja, hanya mengais tangis
anak-anak bermain di tanah lapang sampah
tawa tawa kecewa
harapan tertawan di balik langit kelam
kemiskinan seperti demam
tak tersembuhkan jika hanya diam
ia mulai dengan hamparan tikar dan papan tulis
menggoda anak-anak datang dengan mimpi berlapis
dari kata yang mereka tulis
hingga aksi berbaris-baris
ia hanya ingin kembali membuka layar
bahwa gerbang masa depan masih terbuka lebar
ia menanam benih ide-ide besar
ia menebar titik api semangat, esok kan berkibar kobar.
Magelang, 20/11/2019
Poetoe
(setelah membaca dua buku tentang para relawan pendidikan)
karena hari-hari runyam
lapar menggigiti lambung kapal siang dan malam
hujan tanpa halang hajar mimpi perlahan tenggelam
tanpa kerja, hanya mengais tangis
anak-anak bermain di tanah lapang sampah
tawa tawa kecewa
harapan tertawan di balik langit kelam
kemiskinan seperti demam
tak tersembuhkan jika hanya diam
ia mulai dengan hamparan tikar dan papan tulis
menggoda anak-anak datang dengan mimpi berlapis
dari kata yang mereka tulis
hingga aksi berbaris-baris
ia hanya ingin kembali membuka layar
bahwa gerbang masa depan masih terbuka lebar
ia menanam benih ide-ide besar
ia menebar titik api semangat, esok kan berkibar kobar.
Magelang, 20/11/2019
Poetoe
(setelah membaca dua buku tentang para relawan pendidikan)
Minggu, 17 November 2019
Du
(1)
seperti berkenalan setelah lama saling mengenal
ketika jendela tersibak dan warta sigap ku tangkap jadi sapa
boleh kuinjak marka?
angin pun tak sediakan jawaban
harapan berlari sembunyikan kata-kata
telah kupintal proposal
terpicu oleh tanda-tanda yang kau lepaskan
dan langit menyimpannya dalam kanvas ingatan
kita sama menatap di tempat yang sama
tapi terjarak
bertukaran bahagia
berbagi kenakalan
mengeja goda pelan-pelan
dan jumpa gagal kita panen
tumbuhan perdu rindu itu terserak
tersapu badai kenyataan
tak harus jumpa memang
mungkin memang tak harus jumpa
irama lagu kita semakin cepat
seperti chorus yang terulang
dan jerit kau meminta melambat
cukup Pu!
(2)
seperti dua larutan kimia yang tak boleh bertemu dalam satu cawan,
akan ada reaksi berbahaya,
meletup, bahkan meledak.
pilih mana?
seperti karna dan arjuna
saudara yang harus berhadapan
pada baratayuda,
pertemuannya adalah api,
percik pedang beradu,
anak panah dan tombak yang tertancap,
darah anyir di tanah lapang.
masihkah ada pilihan?
jika terus begini, apa pantas dilanjutkan?
setiap sapa hanya nyala api yang didihkan air di bejana.
jendela justru dipaksa terbuka
hei...
cukup, Pu!
2019
Poetoe
seperti berkenalan setelah lama saling mengenal
ketika jendela tersibak dan warta sigap ku tangkap jadi sapa
boleh kuinjak marka?
angin pun tak sediakan jawaban
harapan berlari sembunyikan kata-kata
telah kupintal proposal
terpicu oleh tanda-tanda yang kau lepaskan
dan langit menyimpannya dalam kanvas ingatan
kita sama menatap di tempat yang sama
tapi terjarak
bertukaran bahagia
berbagi kenakalan
mengeja goda pelan-pelan
dan jumpa gagal kita panen
tumbuhan perdu rindu itu terserak
tersapu badai kenyataan
tak harus jumpa memang
mungkin memang tak harus jumpa
irama lagu kita semakin cepat
seperti chorus yang terulang
dan jerit kau meminta melambat
cukup Pu!
(2)
seperti dua larutan kimia yang tak boleh bertemu dalam satu cawan,
akan ada reaksi berbahaya,
meletup, bahkan meledak.
pilih mana?
seperti karna dan arjuna
saudara yang harus berhadapan
pada baratayuda,
pertemuannya adalah api,
percik pedang beradu,
anak panah dan tombak yang tertancap,
darah anyir di tanah lapang.
masihkah ada pilihan?
jika terus begini, apa pantas dilanjutkan?
setiap sapa hanya nyala api yang didihkan air di bejana.
jendela justru dipaksa terbuka
hei...
cukup, Pu!
2019
Poetoe
Perang dingin
selalu ada bayang saat cahaya datang, sisi kelam
ruang tempat diam bersemayam
rehat picing mata dalam temaram
menepi di ceruk hitam
selalu ada dosa menanti di tepi ketaatan
seperti lupa yang menyimpan racunnya
lengah kenangan akan runyam
jejak rindu terhapus sepi yang sendu.
Muntilan, 17/11/2019
Poetoe
ruang tempat diam bersemayam
rehat picing mata dalam temaram
menepi di ceruk hitam
selalu ada dosa menanti di tepi ketaatan
seperti lupa yang menyimpan racunnya
lengah kenangan akan runyam
jejak rindu terhapus sepi yang sendu.
Muntilan, 17/11/2019
Poetoe
Ia membaca sejarahnya
bocah perempuan lari menghindari ayunan cambuk dan ketakutan memeluknya erat
gigil gemeretak gigi, jadi iringan kaki yang terayun kencang
seolah kematian mengejar di belakang
kekerasan serupa santapan
bentakan serupa nyanyian
tapi air mata tak lagi berkunjung karena nestapa telah begitu biasa
apatah cinta, jika atas namanya adalah kengerian?
apatah sayang, jika kepedihan itu datang berulang-ulang?
terbata-bata ia membaca hidup
mengumpulkan makna cinta dan sayang sendirian
serupa mozaik yang satu-satu ia susun,
entah akan selesai sampai senja yang ke berapa
ia hanya menjalani
ia hanya menilai
dengan caranya sendiri.
Temanggung, 12/11/2019
Poetoe
gigil gemeretak gigi, jadi iringan kaki yang terayun kencang
seolah kematian mengejar di belakang
kekerasan serupa santapan
bentakan serupa nyanyian
tapi air mata tak lagi berkunjung karena nestapa telah begitu biasa
apatah cinta, jika atas namanya adalah kengerian?
apatah sayang, jika kepedihan itu datang berulang-ulang?
terbata-bata ia membaca hidup
mengumpulkan makna cinta dan sayang sendirian
serupa mozaik yang satu-satu ia susun,
entah akan selesai sampai senja yang ke berapa
ia hanya menjalani
ia hanya menilai
dengan caranya sendiri.
Temanggung, 12/11/2019
Poetoe
Sepasang kekasih
dua orang kekasih duduk berhadapan di suatu senja, dan matahari merah itu menjilati ubun-ubun mereka.
"Mas, tahu ndak cerita apa yang sedang aku pikirkan untuk aku tulis jadi cerita saat ini?"
lelaki itu mengernyitkan kening, ia menatap sang kekasih dan ia paham pertanyaan itu bermakna perintah "kau harusnya tahu apa yang sedang aku pikirkan"
maka ia terpaksa menjawab "Mungkin tentang seorang gadis yang sedang duduk di bawah senja dan bertanya pada kekasihnya tentang apa yang sedang ia pikirkan untuk ditulis jadi cerita, dan sang kekasih pun bercerita tentang sepasang kekasih di suatu senja yang sedang bercakap cakap saling menebak apa yang mereka pikirkan."
lalu mereka berdua terus bertanya dan bercerita tentang tebak-tebakan isi kepala, dan ternyata antara tahu dan tidak tahu adalah candaan hidup yang memang panggung sandiwara.
mereka suka. menemukan bahan berbincang yang tak habis-habis. bahkan sampai senja sekarat dikerat-kerat malam.
Magelang, 11/11/2019
Poetoe
"Mas, tahu ndak cerita apa yang sedang aku pikirkan untuk aku tulis jadi cerita saat ini?"
lelaki itu mengernyitkan kening, ia menatap sang kekasih dan ia paham pertanyaan itu bermakna perintah "kau harusnya tahu apa yang sedang aku pikirkan"
maka ia terpaksa menjawab "Mungkin tentang seorang gadis yang sedang duduk di bawah senja dan bertanya pada kekasihnya tentang apa yang sedang ia pikirkan untuk ditulis jadi cerita, dan sang kekasih pun bercerita tentang sepasang kekasih di suatu senja yang sedang bercakap cakap saling menebak apa yang mereka pikirkan."
lalu mereka berdua terus bertanya dan bercerita tentang tebak-tebakan isi kepala, dan ternyata antara tahu dan tidak tahu adalah candaan hidup yang memang panggung sandiwara.
mereka suka. menemukan bahan berbincang yang tak habis-habis. bahkan sampai senja sekarat dikerat-kerat malam.
Magelang, 11/11/2019
Poetoe
Mogok berpikir
aku limbung, tiba-tiba isi kepala seperti pergi
kata-kata yang datang tak dapat aku tangkap
bahkan barista bersenyum manis itu tak sanggup aku pahami, hanya wajah manis dan bibir yang bergerak-gerak saja.
mungkin hari terlalu padat dengan pertempuran rasa.
tadi pagi cinta dan rindu saling maki di perempatan
lalu siangnya cemas dan gelisah mengeroyok harga diri di halte saat banyak anak sekolah di sana. malu maluin saja.
hasilnya aku jadi bloon. isi kepalaku raib.
ingatan berlarian.
bahkan ingatan-ingatan receh tentang berapa tarif parkir di depan indomaret atau berapa kali aku usap hidung setiap ada bulu hidungku ada yang rontok.
lupa saja, lenyap saja.
saat tak ada kata yang mampu aku tangkap
saat tak ada ingatan yang mampu aku ingat
aku mogok
sepertu truk pasir di tanjakan dan mati mesin. panik. tapi tak tahu harus bagaimana.
menunggu saja. ketidakmampuan berpikir memang mimpi terburuk.
jika rene dercartes tahu kondisi ku mungkin ia akan berseru "kau tak lagi ada! karena cogito ergo sum"
Magelang, 11/11/2019
Poetoe
kata-kata yang datang tak dapat aku tangkap
bahkan barista bersenyum manis itu tak sanggup aku pahami, hanya wajah manis dan bibir yang bergerak-gerak saja.
mungkin hari terlalu padat dengan pertempuran rasa.
tadi pagi cinta dan rindu saling maki di perempatan
lalu siangnya cemas dan gelisah mengeroyok harga diri di halte saat banyak anak sekolah di sana. malu maluin saja.
hasilnya aku jadi bloon. isi kepalaku raib.
ingatan berlarian.
bahkan ingatan-ingatan receh tentang berapa tarif parkir di depan indomaret atau berapa kali aku usap hidung setiap ada bulu hidungku ada yang rontok.
lupa saja, lenyap saja.
saat tak ada kata yang mampu aku tangkap
saat tak ada ingatan yang mampu aku ingat
aku mogok
sepertu truk pasir di tanjakan dan mati mesin. panik. tapi tak tahu harus bagaimana.
menunggu saja. ketidakmampuan berpikir memang mimpi terburuk.
jika rene dercartes tahu kondisi ku mungkin ia akan berseru "kau tak lagi ada! karena cogito ergo sum"
Magelang, 11/11/2019
Poetoe
Tentang duga
duga itu jelaga
gelapkan hati
gelapkan mata hati dan jiwa
prasangka baik atau buruk sama berbahaya
karena tanpa ilmu tanpa bukti
itu pasti lelahkan hati
akan ringan jika semua apa adanya saja
hanya fakta yang terbaca
jika terlintas di hati, biarkan saja di sana
jangan dikumpulkan jadi asumsi
biarkan melintas saja.
Temanggung, 11/11/2019
Poetoe
gelapkan hati
gelapkan mata hati dan jiwa
prasangka baik atau buruk sama berbahaya
karena tanpa ilmu tanpa bukti
itu pasti lelahkan hati
akan ringan jika semua apa adanya saja
hanya fakta yang terbaca
jika terlintas di hati, biarkan saja di sana
jangan dikumpulkan jadi asumsi
biarkan melintas saja.
Temanggung, 11/11/2019
Poetoe
Semesta berkata
semesta seperti terus berkata-kata
untuk kita
pesan-pesan dari pencipta
menjadi pengingat atas yang kita lupa
saat kita salah arah semesta bentangkan peta
tapi tak semua kita baca
tanda-tanda itu sebagian hanya jadi bahan canda
isyarat-isyarat itu sebagian hanya dibiarkan berkarat
kesombongan membimbing kita untuk abai
rasa hebat diri membenamkan kita dalam labirin dosa
sampai kapan?
semesta seperti terus berkata-kata
untuk kita
pesan-pesan dari pencipta
menanti kita tersengat ingat
untuk kembali menunduk dalam memeluk nurani erat.
Temanggung, 11/11/2019
Poetoe
untuk kita
pesan-pesan dari pencipta
menjadi pengingat atas yang kita lupa
saat kita salah arah semesta bentangkan peta
tapi tak semua kita baca
tanda-tanda itu sebagian hanya jadi bahan canda
isyarat-isyarat itu sebagian hanya dibiarkan berkarat
kesombongan membimbing kita untuk abai
rasa hebat diri membenamkan kita dalam labirin dosa
sampai kapan?
semesta seperti terus berkata-kata
untuk kita
pesan-pesan dari pencipta
menanti kita tersengat ingat
untuk kembali menunduk dalam memeluk nurani erat.
Temanggung, 11/11/2019
Poetoe
Hebat
Kau bilang lelah kupikir kau lemah.
Kau lalu dengan mudah meletakkan semua, baru aku paham kau lebih hebat dariku.
Keengganan menyerah terkadang hanya mempertontonkan kelemahan.
Rela dan ikhlas itu hebat.
Temanggung, 10/11/2019
Poetoe
Kau lalu dengan mudah meletakkan semua, baru aku paham kau lebih hebat dariku.
Keengganan menyerah terkadang hanya mempertontonkan kelemahan.
Rela dan ikhlas itu hebat.
Temanggung, 10/11/2019
Poetoe
Menerima kalah
saat aku tak mampu beri harapan maka pantaslah jika ditinggalkan.
jadi jangan merasa layak dikasihani
banyak yang terjadi karena tingkahku juga
tak cepat mengerti itu kesalahan
tak dalam dan bijak memahami itu titik lemah setan datang bertamu.
jika akhirnya kalah, terimalah
tanpa nalar yang kokoh aku memang lemah.
Temanggung, 08/11/2019
Poetoe
jadi jangan merasa layak dikasihani
banyak yang terjadi karena tingkahku juga
tak cepat mengerti itu kesalahan
tak dalam dan bijak memahami itu titik lemah setan datang bertamu.
jika akhirnya kalah, terimalah
tanpa nalar yang kokoh aku memang lemah.
Temanggung, 08/11/2019
Poetoe
kalah
kuda liar yang lepas tali kendali
geraknya tak terbaca
melepas runtuhkan ikatan hati
kemelekatan yang tercabik paksa
kekalahanku pada monster dalam diri
gerbang yang roboh
harga diri yang rapuh
menggelepar di tanah lapang jiwa, tersembelih
tertinggal di ruang sepi
sendiri
sesenggukan menahan tangis
kata-kata tak lagi berdaya
hanya nafas dan aroma darah di padang kurusetra
Temanggung, 08/11/2019
Poetoe
geraknya tak terbaca
melepas runtuhkan ikatan hati
kemelekatan yang tercabik paksa
kekalahanku pada monster dalam diri
gerbang yang roboh
harga diri yang rapuh
menggelepar di tanah lapang jiwa, tersembelih
tertinggal di ruang sepi
sendiri
sesenggukan menahan tangis
kata-kata tak lagi berdaya
hanya nafas dan aroma darah di padang kurusetra
Temanggung, 08/11/2019
Poetoe
Pantai rindu
jarak seperti lentera menampakan rasa yang selama ini bersembunyi dalam gelapnya norma.
jeda seperti angin menyibak rerimbunan kebiasaan yang buramkan sayang dan rasa saling membutuhkan.
jarak dan jeda yang lahirkan rindu
hingga dendang waktu menjadi nada merdu
iba dan sayang berdeburan karang hati berderak saling adu
berharap temu serupa menunggu terlemparnya dadu
nasib baik adalah sepi yang berhasil kau usir
adalah dingin sapa yang terjebak dalam hangatnya pasir
rumah kerang tangan berpegangan
lumut di karang hati bertautan
Muntilan, 06/11/2019
Poetoe
jeda seperti angin menyibak rerimbunan kebiasaan yang buramkan sayang dan rasa saling membutuhkan.
jarak dan jeda yang lahirkan rindu
hingga dendang waktu menjadi nada merdu
iba dan sayang berdeburan karang hati berderak saling adu
berharap temu serupa menunggu terlemparnya dadu
nasib baik adalah sepi yang berhasil kau usir
adalah dingin sapa yang terjebak dalam hangatnya pasir
rumah kerang tangan berpegangan
lumut di karang hati bertautan
Muntilan, 06/11/2019
Poetoe
menua
saat lelah kita butuh istirah
beban kita letakkan; pasrah
mata pejam endapkan percikan pikiran,
serpihan gelisah,
remah-remah resah
waktu memperkuda kita
memaksa kita menarik pedati nasib
berputaran, tawa lalu tangis, senyum lalu sedih, suka lalu luka, pesta lalu nestapa
kulit lembut wangi bayi itu mendewasa, perlahan mengisut, keriput
tulang-tulang merapuh, tubuh membungkuk
benak menjadi bejana ingatan yang berlubang di dasarnya, menetes lah kenangan itu di sepanjang usia
tersisa hanya pesan cinta pada entah siapa.
tersadar
memang tak banyak yang kita miliki
mungkin hanya kata-kata pengakuan yang terselamatkan dalam genggam catatan di akhir setiap nafas yang terhembus
demikianlah cara takdir menyapa
demikianlah cara dunia bercanda.
Muntilan, 5 November 2019
Poetoe
beban kita letakkan; pasrah
mata pejam endapkan percikan pikiran,
serpihan gelisah,
remah-remah resah
waktu memperkuda kita
memaksa kita menarik pedati nasib
berputaran, tawa lalu tangis, senyum lalu sedih, suka lalu luka, pesta lalu nestapa
kulit lembut wangi bayi itu mendewasa, perlahan mengisut, keriput
tulang-tulang merapuh, tubuh membungkuk
benak menjadi bejana ingatan yang berlubang di dasarnya, menetes lah kenangan itu di sepanjang usia
tersisa hanya pesan cinta pada entah siapa.
tersadar
memang tak banyak yang kita miliki
mungkin hanya kata-kata pengakuan yang terselamatkan dalam genggam catatan di akhir setiap nafas yang terhembus
demikianlah cara takdir menyapa
demikianlah cara dunia bercanda.
Muntilan, 5 November 2019
Poetoe
Tragedi rindu
lantai dingin, kamar gelap
rindu tersekap
tersandera oleh waktu
terikat di bangku, disiksa oleh sepi yang kaku
apatah detik serupa keliaran yang tak tergembalakan?
apatah kesempatan hanya isapan omong kosong,
narasi basa basi
manipulasi atas mimpi?
embun sepi, di ujung daun ia menangis
sejuk yang tersimpan
kepedihan yang teriris-iris
terhidang pada nampan kesunyian
bawalah ke sini, apa pun yang sempat terbawa
mari kita baca bersama
mari kita eja
agar kita dan lini masa baik-baik saja.
Muntilan, 02/11/2019
Poetoe
rindu tersekap
tersandera oleh waktu
terikat di bangku, disiksa oleh sepi yang kaku
apatah detik serupa keliaran yang tak tergembalakan?
apatah kesempatan hanya isapan omong kosong,
narasi basa basi
manipulasi atas mimpi?
embun sepi, di ujung daun ia menangis
sejuk yang tersimpan
kepedihan yang teriris-iris
terhidang pada nampan kesunyian
bawalah ke sini, apa pun yang sempat terbawa
mari kita baca bersama
mari kita eja
agar kita dan lini masa baik-baik saja.
Muntilan, 02/11/2019
Poetoe
Menunggu hujan di suatu senja
mencari nada senja di tatap mata
pantulan langit dan isi dada
bertemu di gerbang jiwa
jemari mengetuki meja
hati mengutuki rasa
ini tak seharusnya
waktu berkeluh kesah
sunyi yang bersengketa dengan gelisah
wajah marah
wajah yang tak paham mengapa rindu bisa segila ini
kita pikir badai tak secepat ini
layar tak sempat kita lipat
patah lah tiang pancang
jarak menggulung kita terlempar guncang
masih di bawah langit senja
angin beraroma hujan
dan tatap matamu tajam mencabikku
perlahan air mata runtuh bahkan sebelum hujan jatuh.
Temanggung, 29 Oktober 2019
Poetoe
pantulan langit dan isi dada
bertemu di gerbang jiwa
jemari mengetuki meja
hati mengutuki rasa
ini tak seharusnya
waktu berkeluh kesah
sunyi yang bersengketa dengan gelisah
wajah marah
wajah yang tak paham mengapa rindu bisa segila ini
kita pikir badai tak secepat ini
layar tak sempat kita lipat
patah lah tiang pancang
jarak menggulung kita terlempar guncang
masih di bawah langit senja
angin beraroma hujan
dan tatap matamu tajam mencabikku
perlahan air mata runtuh bahkan sebelum hujan jatuh.
Temanggung, 29 Oktober 2019
Poetoe
Pualam sepi
terpejam
yang tersisa hanya aku dan waktu
aku dengan detak jantungku
dikurung dalam kotak-kotak: yang lalu, kini dan nanti
bayangan silam berbaris dalam temaram
menjadi satu dalam tumpukan keping-keping ingatan
aku mencari cari yang kuperlu
untuk aku peluk
menemaniku di hari ini
berharap temukanmu saat mula mula kita bertemu
saat menyapa menjadi begitu berharga
hanya curi-curi tatap saja
lalu tertunduk lagi dalam diam yang legam
kita menjadi dua titik yang saling enggan bergerak mendekat,
namun juga tak sanggup untuk menjauh
terjebaklah kita dalam lukisan luka
atas rasa yang tersekap dalam diam lalu mencemar menjadi virus yang menyakiti tubuh
cinta memang layak jadi derita
saat tak mampu kita jadikan cerita
ada di mana kita
mau seperti apa kita
terkadang pilihan bodoh itu yang kita ratapi
menjadi pualam sepi
memaku kaki di tepi
tanpa bertemu saling menggenapi.
Poetoe, 2019
yang tersisa hanya aku dan waktu
aku dengan detak jantungku
dikurung dalam kotak-kotak: yang lalu, kini dan nanti
bayangan silam berbaris dalam temaram
menjadi satu dalam tumpukan keping-keping ingatan
aku mencari cari yang kuperlu
untuk aku peluk
menemaniku di hari ini
berharap temukanmu saat mula mula kita bertemu
saat menyapa menjadi begitu berharga
hanya curi-curi tatap saja
lalu tertunduk lagi dalam diam yang legam
kita menjadi dua titik yang saling enggan bergerak mendekat,
namun juga tak sanggup untuk menjauh
terjebaklah kita dalam lukisan luka
atas rasa yang tersekap dalam diam lalu mencemar menjadi virus yang menyakiti tubuh
cinta memang layak jadi derita
saat tak mampu kita jadikan cerita
ada di mana kita
mau seperti apa kita
terkadang pilihan bodoh itu yang kita ratapi
menjadi pualam sepi
memaku kaki di tepi
tanpa bertemu saling menggenapi.
Poetoe, 2019
Lima tahun di sini.
menjalani lima tahun di sini,
seperti menghabiskan sekaligus mengisi.
waktu itu sekumpulan detik
serupa daun berguguran satu per satu tanpa sanggup kita memungutinya,
jatuh saja, tanpa sadar menghabisi kesempatan.
terkadang seperti sia-sia,
kopi dan bincang,
musik dan kesepian,
buku dan mimpi.
tapi ternyata tidak, ini tidak sia-sia
karena menghabisi sekaligus mengisi.
dengan kopi dan bincang, lahir sinergi
dengan musik dan kesepian, lahir kehati-hatian
dengan buku dan mimpi, lahir optimisme
sejak mula hadir di sini, memang hanya ingin tetap bahagia
bertahan untuk merdeka dari jeratan kesedihan
bebas dari jeruji kebencian
Mampang
I love you all.
seperti menghabiskan sekaligus mengisi.
waktu itu sekumpulan detik
serupa daun berguguran satu per satu tanpa sanggup kita memungutinya,
jatuh saja, tanpa sadar menghabisi kesempatan.
terkadang seperti sia-sia,
kopi dan bincang,
musik dan kesepian,
buku dan mimpi.
tapi ternyata tidak, ini tidak sia-sia
karena menghabisi sekaligus mengisi.
dengan kopi dan bincang, lahir sinergi
dengan musik dan kesepian, lahir kehati-hatian
dengan buku dan mimpi, lahir optimisme
sejak mula hadir di sini, memang hanya ingin tetap bahagia
bertahan untuk merdeka dari jeratan kesedihan
bebas dari jeruji kebencian
Mampang
I love you all.
Sajak tentang ulang tahun
hidup ditarik pedati usia, terseret ke tanah-tanah sepi, jalanan yang tak kita kenal
ada kebimbangan, ada kegamangan
banyak yang tak termengerti
peta ini tak semua terbaca dengan benar
selalu ada kejutan, selalu ada yang baru
usia terus saja bertambah
warna-warna membercak di lini masa
cinta diam-diam
rindu mempesona bertaburan pesan-pesan yang tak terbaca
kita menua bersama
langkah kaki yang tersaruk-saruk
langkah hati yang memeluk peluk
jam dinding dingin menyimpan ingin
hanya getar bibir meminta
harap yang senyap
harap yang merayap rayap
hanya harap
tak berani menyata
kita menua juga akhirnya
walau darah muda kita tumpahkan
walau hasrat belia dahsyat meledak-ledak
kolam bergemericak
menyimpan kengerian
bersiap menenggelamkan
bersiap menggugurkan
yang tersisa hanya tanah basah
jalanan kota tua
arloji yang tak kalah tua
juga sepeda
menemani di temaram senja yang sama sejak muda dulu.
Pancoran Tugu, 11/10/2019
Poetoe
ada kebimbangan, ada kegamangan
banyak yang tak termengerti
peta ini tak semua terbaca dengan benar
selalu ada kejutan, selalu ada yang baru
usia terus saja bertambah
warna-warna membercak di lini masa
cinta diam-diam
rindu mempesona bertaburan pesan-pesan yang tak terbaca
kita menua bersama
langkah kaki yang tersaruk-saruk
langkah hati yang memeluk peluk
jam dinding dingin menyimpan ingin
hanya getar bibir meminta
harap yang senyap
harap yang merayap rayap
hanya harap
tak berani menyata
kita menua juga akhirnya
walau darah muda kita tumpahkan
walau hasrat belia dahsyat meledak-ledak
kolam bergemericak
menyimpan kengerian
bersiap menenggelamkan
bersiap menggugurkan
yang tersisa hanya tanah basah
jalanan kota tua
arloji yang tak kalah tua
juga sepeda
menemani di temaram senja yang sama sejak muda dulu.
Pancoran Tugu, 11/10/2019
Poetoe
Kalahnya nalar
apakah kita hanya bidak catur yang menunggu digerakkan takdir?
apakah kita hanya nampan rasa yang menanti cinta datang dan merasuki hati?
membiarkan batara kamajaya kuasai jiwa, memenuhi isi kepala dengan ketidakmasukakalan yang nyaman mengendap di kedalaman kenangan.
pada akhirnya nalar yang kalah, terkapar di sudut kamar,
emosi mengusir narasi,
rasa menjajah makna kata.
Kemanggisan, 01/10/2019
Poetoe
apakah kita hanya nampan rasa yang menanti cinta datang dan merasuki hati?
membiarkan batara kamajaya kuasai jiwa, memenuhi isi kepala dengan ketidakmasukakalan yang nyaman mengendap di kedalaman kenangan.
pada akhirnya nalar yang kalah, terkapar di sudut kamar,
emosi mengusir narasi,
rasa menjajah makna kata.
Kemanggisan, 01/10/2019
Poetoe
Rabu, 25 September 2019
seperti bersama
dan pertemuan di depan stasiun suatu senja, tanpa jabat tangan, hanya senyuman, lalu berjalan beriringan.
kita semakin biasa seperti bersama.
kita semakin biasa bersama kata "seperti".
apakah kita pura-pura?
atau bahkan dusta?
tidak. mungkin bukan keduanya.
hanya tak selesaikan utuh kalimat kenyataannya, membiarkan menggantung, membiarkan orang-orang bebas dalam sangkaannya.
jika salah duga, ya maaf.
kita hanya butir-butir kelereng yang terserak,
berlarian tak tentu arah
bertabrakan lalu saling mengubah arah,
pada benturan berikutnya kita lalu beriringan, masih menggelinding namun saling mendekap bertukar hangat
menunggu waktu yang kan hentikan
senja jadi malam
manja berharap genggam
di sepi ruang sidang, pertemuan dan sapa tanpa curiga mengungkapkan semua
negeri ini butuh kita yang tak jengah dengan kata-kata terbuka
basa basi itu jelaga demokrasi
metafora kita jadi sudut gelap sebunyikan kebenaran.
maka bergenggamanlah,
sembunyikan hangat dari angin malam,
cinta pun kita seduh kembali dalam sajian tatap yang pekat,
walau ada sisa rayu yang tersesak
tak semua sanggup terungkap
ternyata kita masih tak mampu berprosa apa adanya, masih memuisi dalam kias-kias yang temaram.
Bekasi, 24092019
Poetoe
kita semakin biasa seperti bersama.
kita semakin biasa bersama kata "seperti".
apakah kita pura-pura?
atau bahkan dusta?
tidak. mungkin bukan keduanya.
hanya tak selesaikan utuh kalimat kenyataannya, membiarkan menggantung, membiarkan orang-orang bebas dalam sangkaannya.
jika salah duga, ya maaf.
kita hanya butir-butir kelereng yang terserak,
berlarian tak tentu arah
bertabrakan lalu saling mengubah arah,
pada benturan berikutnya kita lalu beriringan, masih menggelinding namun saling mendekap bertukar hangat
menunggu waktu yang kan hentikan
senja jadi malam
manja berharap genggam
di sepi ruang sidang, pertemuan dan sapa tanpa curiga mengungkapkan semua
negeri ini butuh kita yang tak jengah dengan kata-kata terbuka
basa basi itu jelaga demokrasi
metafora kita jadi sudut gelap sebunyikan kebenaran.
maka bergenggamanlah,
sembunyikan hangat dari angin malam,
cinta pun kita seduh kembali dalam sajian tatap yang pekat,
walau ada sisa rayu yang tersesak
tak semua sanggup terungkap
ternyata kita masih tak mampu berprosa apa adanya, masih memuisi dalam kias-kias yang temaram.
Bekasi, 24092019
Poetoe
Menikmati berita dengan kaca mata cinta
waktu terhidang di sajian pagi, berdua kita berhadapan
sambil bertatapan kita nikmati semangkuk waktu itu perlahan
berteman secangkir hasrat yang hangat
tangan kita bergenggaman, dengan kaca mata cinta menikmati berita pagi
betapa nyawa seperti kawanan anak itik di tepi telaga maut
sangat dekat, sekali langkah lalu lompat.
sudah.
perlawanan hanya basa basi mimpi yang berambisi tampil di panggung kenyataan
bergantian
bentak membentak
teriak meneriaki
elok tubuh kebodohan yang tanggalkan baju kepura-puraan
satu-satu
bugil tanpa tabir
jujur yang terlambat hadir adalah aib kedunguan yang berdendang sumbang
maka sudahilah,
lelah jiwa rindu pelukan
letih hati harap kecupan
berkelindan kita dalam pagi yang beranjak siang.
Halte pancoran tugu, 25092019
Poetoe
sambil bertatapan kita nikmati semangkuk waktu itu perlahan
berteman secangkir hasrat yang hangat
tangan kita bergenggaman, dengan kaca mata cinta menikmati berita pagi
betapa nyawa seperti kawanan anak itik di tepi telaga maut
sangat dekat, sekali langkah lalu lompat.
sudah.
perlawanan hanya basa basi mimpi yang berambisi tampil di panggung kenyataan
bergantian
bentak membentak
teriak meneriaki
elok tubuh kebodohan yang tanggalkan baju kepura-puraan
satu-satu
bugil tanpa tabir
jujur yang terlambat hadir adalah aib kedunguan yang berdendang sumbang
maka sudahilah,
lelah jiwa rindu pelukan
letih hati harap kecupan
berkelindan kita dalam pagi yang beranjak siang.
Halte pancoran tugu, 25092019
Poetoe
Pembunuhan rindu
bagaimana kau bunuh kerinduanmu?
apakah dengan mengabaikan suara-suara dalam detak jantungmu, yang terulang ulang itu?
ataukah dengan memenuhi liang ingatan dengan kata-kata bising, hingga tak lagi ada ruang untuk nama yang menanam janin rindu itu dapat tinggal lebih lama dalam jiwa.
entahlah, bagaimana kau bunuh kerinduanmu itu.
aku mungkin tak kan mampu ikuti jejakmu, karena membunuh rindu itu serupa membunuh sisi nyawaku yang lain.
aku akan menjadi makhluk sebelah
dengan sisa rasa yang terseret di lini masa
perih yang sayat menyayat
pedih yang ratap meratap
rindu pun aku kuliti lalu aku lipat di sela sela saku.
ia tak mati,
hanya megap megap saja.
Tebet, 25/09/2019
Poetoe
apakah dengan mengabaikan suara-suara dalam detak jantungmu, yang terulang ulang itu?
ataukah dengan memenuhi liang ingatan dengan kata-kata bising, hingga tak lagi ada ruang untuk nama yang menanam janin rindu itu dapat tinggal lebih lama dalam jiwa.
entahlah, bagaimana kau bunuh kerinduanmu itu.
aku mungkin tak kan mampu ikuti jejakmu, karena membunuh rindu itu serupa membunuh sisi nyawaku yang lain.
aku akan menjadi makhluk sebelah
dengan sisa rasa yang terseret di lini masa
perih yang sayat menyayat
pedih yang ratap meratap
rindu pun aku kuliti lalu aku lipat di sela sela saku.
ia tak mati,
hanya megap megap saja.
Tebet, 25/09/2019
Poetoe
bekal benar yang nanar
hiruk pikuk dan gaduh iringi langkah kami penuhi jalanan
pekikan dan teriakan menjadi nyanyian jalanan
dan sekantung kebenaran aku ikat di dalam tas jiwa.
berbaris
bergandengan tangan
berderap langkah
menutup jalanan, bahkan jalan tol tak lagi bisa dilalui
kebenaran dalam tas berdenyutan
seperti berharap aku lepaskan
tapi siraman water canon, gas air mata memburamkannya
kata-kata menyembur tak terkendali
semakin jauh jarak memisah, makna tersengal kehabisan napas.
berbaris
bergandengan tangan
berderap langkah
bahkan saat mobil dinas plat merah lewat, kemarahan tanpa arah pun menyala
batu
tongkat kayu terayun
kaca pecah berhamburan
darah pengemudi tanpa dosa
tak jelas lagi
tentang apa ini
kebenaran dalam tas pun bergetar
sesenggukan ia menangis
semua jadi sumbang
berbiaklah bimbang
masih dalam barisan, aku bernyanyi dalam isak
air mata seperti tanpa cinta
kesepian yang sempurna.
Bekasi, 25092019
Poetoe
pekikan dan teriakan menjadi nyanyian jalanan
dan sekantung kebenaran aku ikat di dalam tas jiwa.
berbaris
bergandengan tangan
berderap langkah
menutup jalanan, bahkan jalan tol tak lagi bisa dilalui
kebenaran dalam tas berdenyutan
seperti berharap aku lepaskan
tapi siraman water canon, gas air mata memburamkannya
kata-kata menyembur tak terkendali
semakin jauh jarak memisah, makna tersengal kehabisan napas.
berbaris
bergandengan tangan
berderap langkah
bahkan saat mobil dinas plat merah lewat, kemarahan tanpa arah pun menyala
batu
tongkat kayu terayun
kaca pecah berhamburan
darah pengemudi tanpa dosa
tak jelas lagi
tentang apa ini
kebenaran dalam tas pun bergetar
sesenggukan ia menangis
semua jadi sumbang
berbiaklah bimbang
masih dalam barisan, aku bernyanyi dalam isak
air mata seperti tanpa cinta
kesepian yang sempurna.
Bekasi, 25092019
Poetoe
Senin, 23 September 2019
Pak Anto.....
adalah muara tempat bertemunya kenyamanan
sandaran hati sebagai sahabat
perisai karier atas tugas
menyatu dalam mata air nasehat sebagai orang tua di belik jiwa
adalah pengingat betapa pentingnya berencana
karena gagalnya berencana adalah berencana untuk gagal
semua hal seperti pernah dipikirkan
terjawablah ketenangan itu lahir dari pengetahuan yang penuh dan utuh atas risiko
adalah mesin produksi atas canda verbal
bermain dengan kata kata dan makna
hingga tanpa sengaja acara ngopi bersama kita
menjadi serupa pelatihan tes potensi akademik
adalah pilar keluarga di ruangan seksi kita
bekerja sama sebagai keluarga
saling menyapa sebagai saudara
saling berbagi segenap hati.
terima kasih pak Anto.
F4ntastik Ningrat
Seksi Waskon IV
KPP Pratama Jakarta Mampang Prapatan
23092019
sandaran hati sebagai sahabat
perisai karier atas tugas
menyatu dalam mata air nasehat sebagai orang tua di belik jiwa
adalah pengingat betapa pentingnya berencana
karena gagalnya berencana adalah berencana untuk gagal
semua hal seperti pernah dipikirkan
terjawablah ketenangan itu lahir dari pengetahuan yang penuh dan utuh atas risiko
adalah mesin produksi atas canda verbal
bermain dengan kata kata dan makna
hingga tanpa sengaja acara ngopi bersama kita
menjadi serupa pelatihan tes potensi akademik
adalah pilar keluarga di ruangan seksi kita
bekerja sama sebagai keluarga
saling menyapa sebagai saudara
saling berbagi segenap hati.
terima kasih pak Anto.
F4ntastik Ningrat
Seksi Waskon IV
KPP Pratama Jakarta Mampang Prapatan
23092019
Senin, 02 September 2019
Hai
siapa yang sanggup putuskan untuk jatuh cinta?
atau untuk tidak jatuh cinta?
bertahan dalam pijakan nalar, dengan mengulang-ulang terma logika berharap tetap tak terjatuh dalam kubangan rasa, tapi apa daya
pesona itu seperti pasukan yang mengurungku, dalam indahnya senyum, gemulainya gerak tubuh, lembutnya kata, tajamnya tatap mata, lengkap.
aku terdesak.
siapa yang sanggup putuskan untuk jatuh cinta?
atau untuk tidak jatuh cinta?
senja kucoba akhiri dengan satu putusan
menghampirinya,
nafasnya terdengar seirama dengan detak jantungku, perlahan berkejaran, detakku bertambah cepat, sementara nafasnya melambat.
senyum.
Ugh.
semua kata minggat
tercekat
"Hai"
Bekasi Timur, 02092109
Poetoe
atau untuk tidak jatuh cinta?
bertahan dalam pijakan nalar, dengan mengulang-ulang terma logika berharap tetap tak terjatuh dalam kubangan rasa, tapi apa daya
pesona itu seperti pasukan yang mengurungku, dalam indahnya senyum, gemulainya gerak tubuh, lembutnya kata, tajamnya tatap mata, lengkap.
aku terdesak.
siapa yang sanggup putuskan untuk jatuh cinta?
atau untuk tidak jatuh cinta?
senja kucoba akhiri dengan satu putusan
menghampirinya,
nafasnya terdengar seirama dengan detak jantungku, perlahan berkejaran, detakku bertambah cepat, sementara nafasnya melambat.
senyum.
Ugh.
semua kata minggat
tercekat
"Hai"
Bekasi Timur, 02092109
Poetoe
Sesat sasar di rimba kata
kawan, kau tersesat
ini rimba kata memang berbelukar metafora
aku tahu kau kehilangan arah
makna yang kau cari lenyap di rerimbunan semak tanda baca.
kawan, kau tersesat
karena cara memandang objekmu keliru
yang kecil mestinya kau teliti, justru kau baca sambil lalu
yang besar mestinya kau mundur untuk utuh menyentuh, justru kau dekati hingga hilang makna umumnya.
kawan, kau tersesat
kehilangan fokusmu karena kebisingan yang kau ciptakan sendiri
kau terlalu pintar ciptakan masalah-masalah baru dari satu masalah yang sejak lama tak juga kau selesaikan.
kawan, kau tersesat namun seperti tak sadar dalam sasarmu
jadi mesti bagaimana aku selamatkanmu?
Jatibening, 02092019
Poetoe
ini rimba kata memang berbelukar metafora
aku tahu kau kehilangan arah
makna yang kau cari lenyap di rerimbunan semak tanda baca.
kawan, kau tersesat
karena cara memandang objekmu keliru
yang kecil mestinya kau teliti, justru kau baca sambil lalu
yang besar mestinya kau mundur untuk utuh menyentuh, justru kau dekati hingga hilang makna umumnya.
kawan, kau tersesat
kehilangan fokusmu karena kebisingan yang kau ciptakan sendiri
kau terlalu pintar ciptakan masalah-masalah baru dari satu masalah yang sejak lama tak juga kau selesaikan.
kawan, kau tersesat namun seperti tak sadar dalam sasarmu
jadi mesti bagaimana aku selamatkanmu?
Jatibening, 02092019
Poetoe
Nyanyi muram lelaki bersayap
mungkin kau bosan saat berulang aku bilang aku sayang
padahal memang benar dan benderang
tanpa basa basi
mungkin kau enggan saat aku ajak kau terbang di langit senja
padahal sungguh aku butuh
karena di bumi kita tak bisa saling rasai
mungkin kau muak saat aku katakan cinta
padahal benar, aku tempayan yang tumpah penuh olehmu
bertahan tak mengatakannya hanya bunuh diri karena bisa meledak aku olehmu
mungkin kau memang tak sudi sekedar berbagi senyum
mungkin memang ketaklayakanku untukmu demikian mutlak
tak terbantahkan
mungkin.
(Lelaki bersayap itu duduk muram di atas atap halte Pancoran Tugu, di samping kantorku)
02092019
Poetoe
padahal memang benar dan benderang
tanpa basa basi
mungkin kau enggan saat aku ajak kau terbang di langit senja
padahal sungguh aku butuh
karena di bumi kita tak bisa saling rasai
mungkin kau muak saat aku katakan cinta
padahal benar, aku tempayan yang tumpah penuh olehmu
bertahan tak mengatakannya hanya bunuh diri karena bisa meledak aku olehmu
mungkin kau memang tak sudi sekedar berbagi senyum
mungkin memang ketaklayakanku untukmu demikian mutlak
tak terbantahkan
mungkin.
(Lelaki bersayap itu duduk muram di atas atap halte Pancoran Tugu, di samping kantorku)
02092019
Poetoe
Pertarungan kata
Kita butuh terpejam sesaat, setelah kata-kata berhamburan dalam bincang sore itu.
Teringat dulu saat Rasul dibebani pesan wahyu, dan titipan kata-kata yang berat itu, maka Tuhan perintahkan tugas tambahan untuk terbangun tengah malam, sujud dan berdoa.
Pertarungan butuh bekal dan amunisi, juga dalam pertarungan kata-kata, butuh endapan pikiran yang bernas dan jernih hati. Pejam dan rapal dzikir adalah energi.
Kita butuh sandaran jiwa, dalam lepas tengah malam, agar sempat istirahkan hati, walau sekejap.
Diam itu ada terang benderang pelita, seperti momentum emas saat mozaik teka teki hidup itu tiba-tiba tersusun. Klik. Semua menjadi mudah.
Sakinah jiwa, muthmainnah hati, bashirah pikiran. Paripurnalah kontemplasi dan meditasi ini.
Aamiin.
Bis transjakarta, 02092019
Poetoe
Teringat dulu saat Rasul dibebani pesan wahyu, dan titipan kata-kata yang berat itu, maka Tuhan perintahkan tugas tambahan untuk terbangun tengah malam, sujud dan berdoa.
Pertarungan butuh bekal dan amunisi, juga dalam pertarungan kata-kata, butuh endapan pikiran yang bernas dan jernih hati. Pejam dan rapal dzikir adalah energi.
Kita butuh sandaran jiwa, dalam lepas tengah malam, agar sempat istirahkan hati, walau sekejap.
Diam itu ada terang benderang pelita, seperti momentum emas saat mozaik teka teki hidup itu tiba-tiba tersusun. Klik. Semua menjadi mudah.
Sakinah jiwa, muthmainnah hati, bashirah pikiran. Paripurnalah kontemplasi dan meditasi ini.
Aamiin.
Bis transjakarta, 02092019
Poetoe
Minggu, 01 September 2019
Bang Jampang
ia pengembara di lini masa peran dan fungsi
berkibaran awan mengiringi
jabatan demi jabatan datang dan pergi
hanya sisa tanya di akhirnya, jejak apa terukirkan?
ia memulai semua dari kata nyaman
kantor adalah rumahmu jua
jika teras rumahmu nyaman untuk nikmati kopimu, maka kantor pun mestinya begitu
jika meja makan di rumahmu tempat asyikmu berbincang maka demikian pula kantormu
maka pepohonan dirapikan, kantin gelap disulap jadi kafe, masjid meluas, gudang kosong menjadi ruang-ruang bincang yang tenang
dalam nyaman otak dibiarkan berkreasi diam-diam
ia dan penugasan serupa joki dengan sang kuda
seliar apapun kan coba ia taklukan
tak mudah untuk katakan tak bisa, karena penyangkalan tugas hanya menutup pintu kemungkinan menuju sukses
katakan iya saja, lalu memeras tenaga untuk meraihnya
kita punya otak kenapa tak dioptimalkan?
lalu berlarianlah kuda berpacu
debu beterbangan
melecut dalam ringkik
kendali erat tergenggam
hanya titik yang dituju yang terlihat
hanya titik yang dituju yang terlihat
lalu memerciklah residu juang itu
menjadi kembang api dalam seduh kopi, nyanyian bersama, sajian berbuka di setiap pekan, berbagi ke sekitar tanpa henti, terus bergerak, terus bergerak
ini hanya aksi dari reaksi atas kenikmatan yang telah terlimpah
ini hanya bukti pengabdian
hanya tak ingin menyerah
hanya tak ingin berhenti
karena berhenti bisa membuat kita mati.
KPP Pratama Mampang Prapatan, 02/09/2019
Poetoe
berkibaran awan mengiringi
jabatan demi jabatan datang dan pergi
hanya sisa tanya di akhirnya, jejak apa terukirkan?
ia memulai semua dari kata nyaman
kantor adalah rumahmu jua
jika teras rumahmu nyaman untuk nikmati kopimu, maka kantor pun mestinya begitu
jika meja makan di rumahmu tempat asyikmu berbincang maka demikian pula kantormu
maka pepohonan dirapikan, kantin gelap disulap jadi kafe, masjid meluas, gudang kosong menjadi ruang-ruang bincang yang tenang
dalam nyaman otak dibiarkan berkreasi diam-diam
ia dan penugasan serupa joki dengan sang kuda
seliar apapun kan coba ia taklukan
tak mudah untuk katakan tak bisa, karena penyangkalan tugas hanya menutup pintu kemungkinan menuju sukses
katakan iya saja, lalu memeras tenaga untuk meraihnya
kita punya otak kenapa tak dioptimalkan?
lalu berlarianlah kuda berpacu
debu beterbangan
melecut dalam ringkik
kendali erat tergenggam
hanya titik yang dituju yang terlihat
hanya titik yang dituju yang terlihat
lalu memerciklah residu juang itu
menjadi kembang api dalam seduh kopi, nyanyian bersama, sajian berbuka di setiap pekan, berbagi ke sekitar tanpa henti, terus bergerak, terus bergerak
ini hanya aksi dari reaksi atas kenikmatan yang telah terlimpah
ini hanya bukti pengabdian
hanya tak ingin menyerah
hanya tak ingin berhenti
karena berhenti bisa membuat kita mati.
KPP Pratama Mampang Prapatan, 02/09/2019
Poetoe
tangis pagi
terjaga pada isak pagi dan sisa lelah yang tak sempat terbasuh
dihidangkan secangkir kopi dan berita dalam nampan basa basi,
tapi apa cukup?
kesepian terlalu pekat
serpih-serpih kebencian
remah-remah gelisah
bahkan percakapan pun tak mampu genapi rasa ini
hanya menjadi dengung kumbang di pangkal benak
berloncatan saling tabrak
2019
Poetoe
dihidangkan secangkir kopi dan berita dalam nampan basa basi,
tapi apa cukup?
kesepian terlalu pekat
serpih-serpih kebencian
remah-remah gelisah
bahkan percakapan pun tak mampu genapi rasa ini
hanya menjadi dengung kumbang di pangkal benak
berloncatan saling tabrak
2019
Poetoe
Mencari jejak kenangan
mencarimu di jejak jejak lama
di atas tanah basah, rerumputan juga putung rokok
pada akhirnya semua kan menyampah
ada, terpakai, lalu jadi sisa
bahkan cinta??
mungkin pula atas segala rasa
dari percik api kecil
menjadi gelora api penuh percaya diri
lalu kembali tunduk tahu diri
hanya pejam tatap bara perlahan padam dalam senyap
2019
Poetoe
di atas tanah basah, rerumputan juga putung rokok
pada akhirnya semua kan menyampah
ada, terpakai, lalu jadi sisa
bahkan cinta??
mungkin pula atas segala rasa
dari percik api kecil
menjadi gelora api penuh percaya diri
lalu kembali tunduk tahu diri
hanya pejam tatap bara perlahan padam dalam senyap
2019
Poetoe
Rabu, 21 Agustus 2019
Pencarian
Hidup adalah pencarian yang tak henti-henti
Sejak mulai terjaga, lalu beranjak ke gunung-gunung batu
Gurun dan angin kering
Pasar dan hiruk pikuk dunia
Adalah mencari-cari
Adalah tanya-tanya
Adalah termenung dan picingkan mata hati
Hidup adalah pencarian yang seolah tak berujung
Sejak fajar terbit, dan lalu lintas bernyanyian
Waktu berdetak cepat, roda angkutan umum berderu merdu
Orang-orang lalu lalang
Tawar menawar dan jajakan nurani
Hampir-hampir semua mati
Sekaratnya keyakinan
Bukankah kita para pejalan malam yang sibuk mengembara mencari
isi atas kekosongan hati?
Bukankah kita para pemimpi yang giat mengisi cerita dalam
isi kepala sendiri, seolah nyata, seolah nyata?
Bukankah kita adalah barisan kesepian yang sepakat gaduh
untuk mengisi sisa sisa napas kita sendiri?
Bukankah kita bangsa pejalan kaki yang tak pernah
mengerti di langkah mana hidup ini akan berakhir?
Dan pada akhirnya kita akan tersadar, semua bermula dari
sepi kan kembali sepi
Ruas garis panjang, dengan mula gelapnya rahim ibu, dan
berakhir di gelapnya liang pemakaman
Akankah kita tersadar saat semua telah terlambat?
Bekasi, 23/08/2019
Poetoe
Senin, 19 Agustus 2019
Hari Lahirnya buku "Kita, Dua Kurva Saling Terbuka"
Kita hidup di ruang yang gempita.
Gaduh dan penuh raung informasi. Bertebaran data bahkan tak semua dapat kita tangkap.
Percakapan ada di mana-mana dan kapan saja. Seorang yang duduk di warung kopi
dan berbincang dengan teman-temannya bisa saja ia saat itu juga sedang
berbincang dengan teman-teman lain di jejaring sosialnya. Percakapan nyata lalu
maya, maya kembali ke nyata, bahkan sesekali bercakap dalam waktu yang sama.
Hanya mata yang berperan ganda, sesekali menatap lawan bicara detik yang lain
ia membaca percakapan di layar gawainya. Demikianlah kita di hari-hari
belakangan ini.
Dalam riuhnya percakapan, potensi
perseteruan itu tentu sangat tinggi. Karena beda itu keniscayaan. Konflik dalam
bincang adalah wajar, selama tidak memicu perselisihan yang telah berbumbu
kebencian dan ekspresi perlawanan baik dengan fisik ataupun hanya kata-kata.
Semestinya hal ini tidak terjadi.
Untuk menghindari perselisihan
yang tidak perlu, ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Salah satunya adalah
kita “membawa gelas yang tak penuh” sehingga bersiap untuk menerima beda
pandangan dari lawan berbincang kita, dengan istilah lain jadilah “kurva yang
saling terbuka”. Terkadang ada ketakutan “membuka” diri, karena khawatir
kebenaran yang telah diyakini akan terganggu. Namun hal ini sebenarnya tak
perlu. Karena perbincangan yang sehat, adalah pintu ilmu dan pengetahuan.
Mestinya dalam bincang kebenaran yang kita yakini akan terus teruji dan justru
semakin menggumpalkan keyakinannya.
Seperti yang dicanangkan
pemerintah di tahun ini, SDM unggul Indonesia Maju, maka tema unggulnya SDM ini
layak sering kita perbincangkan. Bicara tentang potensi manusia maka kita tepat
jika lalu berbincang tentang “cara berpikir”. Pembelajar sejati lahir dari
tradisi belajar yang sehat, tradisi belajar yang sehat lahir dari tradisi
perbincangan informal di warung-warung kopi yang terbuka, demokratis dan
egaliter. Seperti membangun himpunan dari banyak kurva-kurva yang sama terbuka.
Pikiran-pikiran sehat dan segar akan saling berkelindan, menciptakan pemahaman
yang hangat dan harmonis. Mereka hidup sakinah di rumah pikiran bangsa kita.
Akhirnya pada tanggal 18 Agustus 2019, satu hari setelah perayaan HUT RI yang ke 74 secara resmi buku kumpulan puisiku dengan judul "Kita, Dua Kurva Saling Terbuka" terlahir di muka bumi. Ini adalah buku perdanaku, walau terlambat 4 tahun dari waktu yang pernah aku citakan, bahwa pada usia yang ke 40 tahun aku bisa terbitkan satu buku. Dan saat mulai diterbitkannya buku ini, usiaku sudah hampir 44 tahun. Buku ini mewakili ide-ide keterbukaan dalam pemikiran yang menjadi bekal dalam menjalani proses belajar yang panjang, bahkan dalam bincang-bincang di warung-warung kopi. Semoga bermanfaat.
bercakap itu seperti bersantap
pemenuhan atas nutrisi hati juga
nutrisi diri
karena kita tak bisa sendiri
jika pun sendiri, kita tetap
butuh bercakap
meski bercakap pada diri
percakapan intim tentang apa pun
tentang ketakutan yang tak
terdefinisi
tentang nada jiwa yang terlewat
hingga biramanya tersendat
interlude yang belum waktunya
atau kau ingin bercakap dengan
kalimat bersayap
sehingga makna kita biarkan muram
di sudut buram
dan kita tenggelam dalam metafora
antara kita hanya persepsi yang
mungkin tak sama kita mengerti
duduk saja kita berdua dalam
remang yang tak berkesudahan
jika letih, tatap saja mataku
jendela jiwa ini tak pernah
berdusta
meleburlah kita sebagai kurva
yang saling terbuka.
Poetoe, 2019
Selasa, 13 Agustus 2019
Subtance over form
Salah satu kendala dalam belajar
adalah kesalahan dalam men-stabilo materi
ajar kita. Kesalahan menggarisbawahi uraian atas masalah yang kita pelajari.
Mungkin ini serupa kesalahan saat kita zoom
in satu objek, yang membuat kita salah fokus, berujung pada kesalahan dalam
mendefinisikannya. Hasilnya kita tidak
bisa menemukan solusi yang tepat atas masalah tersebut, atau bahkan bisa
menjadi pemicu dari tindakan yang keliru, sehingga bukannya terselesaikannya
masalah tapi justru menambah masalah baru.
Seperti pada satu kejadian, saat mantan kader partai dakwah mengadakan kegiatan di wilayah dakwah tempat dulu ia pernah ditugaskan di sana saat masih aktif sebagai kader partai, ia ditegur oleh struktur partai dakwah di wilayah tersebut, karena dianggap mengambil wilayah garapan mereka. Struktur tidak mau objek dakwah di wilayah tersebut dibawa ke ormas tempat baru mantan kader ini. Hal ini menjadi menarik jika kita mengingat kaidah dalam materi tarbiyah kita: “ad-dakwatu qobla kulli syai” bahwa dakwah itu menjadi prioritas kita. Teguran struktur pada kasus di atas menjadi ambigu, sebenarnya partai ini pendukung dakwah atau justru menjadi penghalang dakwah?
Ada satu kaidah dalam ilmu
akuntansi “ Subtance over form ”, bahwa
lebih mengedepankan subtansi masalahnya dari pada kemasan formalnya. Dalam
materi tarbiyah, dakwah adalah tujuan utama, dalam perjalanannya dibutuhkan
banyak sarana dan cara, salah satunya adalah partai politik. Subtansinya adalah
dakwah, politik adalah kemasannya.
Sepertinya kesalahan berpikir
inilah yang sedang terjadi. Fokus dan mengedepankan cara sampai melupakan
substansi tujuan yang terabaikan. Kasus di atas hanyalah salah satunya. Kita
bisa melihat kasus lain dengan kaca mata ini. Seperti bagaimana kader partai
dengan banyak gebrakan dalam dakwah siyasiyah (dakwah politik) harus
dikeluarkan dari keanggotaan partai hanya karena masalah-masalah teknis. Contoh
lain yang lebih terasa adalah pemberhentian kader dakwah dari institusi dakwah
pesantren hanya karena ia keluar dari keanggotaan partai, bahkan ada imam
masjid yang diganti oleh pihak DKM dengan alasan bergabungnya dengan ormas yang
dianggap berselisih dengan institusi partai dakwah.
Ketaatan tiba-tiba saja menjadi
monster. Kader dibiarkan berlama-lama dalam kepura-puraan bodoh sebagai wujud
ketaatan terhadap struktur partai. Kepura-puraan bodoh yang dimaksud adalah:
membiarkan banyak pertanyaan tak terjawab, karena mengejar jawaban adalah
perlawanan atas ketaatan. Sistem yang otoriter, kental kedzaliman. Jika ini adalah
sistem dalam mesin dakwah bernama partai dakwah maka sudah terbayang out put yang akan dihasilkan dari mesin
serupa ini. Adalah kader-kader dakwah yang penuh ketaatan, miskin narasi, tunduk
dan patuh, berpotensi tersesat secara berjamaah. Dan inilah yang terjadi.
Tiba-tiba saja, fakta-fakta
janggal tentang :
1. dakwah
yang dinomorduakan setelah politik,
2. kedzoliman
terhadap kader yang terang-terangan,
3. pemanfaatan
ketaatan kader untuk kesuksesan sebagian kecil petinggi itu
terasa wajar di kalangan kader partai
dakwah.
Ada yang salah. Itu sangat nyata.
Tapi masih banyak yang tak merasakan. Betapa hebat mesin pencetak robot
prajurit ini bekerja.
Wallahu a’lam.
Jumat, 26 Juli 2019
Balada siang
kau tahu bagaimana siang ini bercerita tentang kita
tentang kesepian yang mencari cari peran
tentang kesetiaan yang mengembangkan maknanya
juga tentang rindu yang tak pantas
masihkah kau ingat bagaimana pembatas jalan itu menjadi saksi
menunggu kita seolah jaring nelayan menanti hati ini tertangkap
sedang rahasia ini kapan pula kan tersingkap
wajah kita serupa buku-buku yang mengharap terbaca
bagaimana bisa disudahi
jika tanda birama atas masa tak lagi berbatas
hanya lupa
hanya pedih yang menyerpih
kita hanya barisan kesedihan
menggelar pawai
di jalan-jalan kesendirian
arwah-arwah pun beterbangan
Kemang, 25/07/2019
Poetoe
tentang kesepian yang mencari cari peran
tentang kesetiaan yang mengembangkan maknanya
juga tentang rindu yang tak pantas
masihkah kau ingat bagaimana pembatas jalan itu menjadi saksi
menunggu kita seolah jaring nelayan menanti hati ini tertangkap
sedang rahasia ini kapan pula kan tersingkap
wajah kita serupa buku-buku yang mengharap terbaca
bagaimana bisa disudahi
jika tanda birama atas masa tak lagi berbatas
hanya lupa
hanya pedih yang menyerpih
kita hanya barisan kesedihan
menggelar pawai
di jalan-jalan kesendirian
arwah-arwah pun beterbangan
Kemang, 25/07/2019
Poetoe
Rabu, 24 Juli 2019
Malam purnama
seperti malam saat purnama nyaris kehilangan cahaya
dan serigala jalang bernyanyi di atas jalan layang
berkejaran hasrat dalam putaran roda mobil
waktu beku seperti pembaca puisi yang kaku
di parkiran stasiun itu binar-binar mata menjadi kunang-kunang
bahagia itu warna yang tak mudah kau sembunyikan
lalu menjadi kupu-kupu warna biru
menyesap madu di bangunan kota tua, kering.
bersenandung di remang-remang
membangun kepalsuan berbekal kerinduan
cinta yang tersekap dalam dekap senyap
hanya membara di ruang-ruang diam
aku dan kau di bawah purnama
menemani kesepian yang terkepung riuh
mencandai dusta yang membiasa
mentertawakan keinginan yang berguguran tersapu kenyataan
aku dan kau meraung gaungkan bimbang
menatap langit pucat
dan angin kencang menyayat
melukai harga diri menciderai pilar hati.
Pancoran, 22/07/2019
Poetoe
dan serigala jalang bernyanyi di atas jalan layang
berkejaran hasrat dalam putaran roda mobil
waktu beku seperti pembaca puisi yang kaku
di parkiran stasiun itu binar-binar mata menjadi kunang-kunang
bahagia itu warna yang tak mudah kau sembunyikan
lalu menjadi kupu-kupu warna biru
menyesap madu di bangunan kota tua, kering.
bersenandung di remang-remang
membangun kepalsuan berbekal kerinduan
cinta yang tersekap dalam dekap senyap
hanya membara di ruang-ruang diam
aku dan kau di bawah purnama
menemani kesepian yang terkepung riuh
mencandai dusta yang membiasa
mentertawakan keinginan yang berguguran tersapu kenyataan
aku dan kau meraung gaungkan bimbang
menatap langit pucat
dan angin kencang menyayat
melukai harga diri menciderai pilar hati.
Pancoran, 22/07/2019
Poetoe
Penandak memberi tanda
bergerak dalam irama
liuk liuk daun tertiup angin
melempar ujung mata seolah ujung cemeti
mengisi setiap birama dengan energi sepenuh hati
menangisku dalam rima
kesedihanku lebur dalam nada
langkah kaki hentak hentak bumi
gundah hati pun menepi
cerita yang usang
cinta yang purna
hanya sisa sisa
bagaimana bisa bertahan
menarilah dalam taburan detik yang berguguran
waktu tak terhenti, mengalir deras masa
bekas yang tersisa hanya genang kenangan
jejak yang tertinggal hanya air mata
Bekasi, 20/07/2019
Poetoe
liuk liuk daun tertiup angin
melempar ujung mata seolah ujung cemeti
mengisi setiap birama dengan energi sepenuh hati
menangisku dalam rima
kesedihanku lebur dalam nada
langkah kaki hentak hentak bumi
gundah hati pun menepi
cerita yang usang
cinta yang purna
hanya sisa sisa
bagaimana bisa bertahan
menarilah dalam taburan detik yang berguguran
waktu tak terhenti, mengalir deras masa
bekas yang tersisa hanya genang kenangan
jejak yang tertinggal hanya air mata
Bekasi, 20/07/2019
Poetoe
Simponi pejalan malam
para pejalan malam bergegas ke atas bukit
bersenandung bait bait mimpi
berbekal sekantung doa dan air mata
mana makna mana makna
para pejalan malam menebar kata kata di sepanjang lini usia
seperti benih tersemaikan
menjadi lintas pikir ide dan gagas
menggumpal jadi niat lalu tekad
para pejalan malam merapal mantra cinta
lalu wajah wajah dan lambaian tangan mengiringi
walau ada aral iri juga dengki
pula jebakan angkuh dan kesombongan
para pejalan malam berhenti di puncak bukit
menatap rembulan yang pucat
membiarkan bulir bulir keringat yang menetes
tak semua sanggup kita ingat
tak semua mampu kita pahat jadi kenangan
berguguranlah di tanah basah
senyum hangat dan lekat tatap
genggam juga rengkuh
luruh saja di tanah basah bersemak perdu.
tapi yakinlah itu tak sia sia
Bekasi, 20/07/2019
Poetoe
bersenandung bait bait mimpi
berbekal sekantung doa dan air mata
mana makna mana makna
para pejalan malam menebar kata kata di sepanjang lini usia
seperti benih tersemaikan
menjadi lintas pikir ide dan gagas
menggumpal jadi niat lalu tekad
para pejalan malam merapal mantra cinta
lalu wajah wajah dan lambaian tangan mengiringi
walau ada aral iri juga dengki
pula jebakan angkuh dan kesombongan
para pejalan malam berhenti di puncak bukit
menatap rembulan yang pucat
membiarkan bulir bulir keringat yang menetes
tak semua sanggup kita ingat
tak semua mampu kita pahat jadi kenangan
berguguranlah di tanah basah
senyum hangat dan lekat tatap
genggam juga rengkuh
luruh saja di tanah basah bersemak perdu.
tapi yakinlah itu tak sia sia
Bekasi, 20/07/2019
Poetoe
tertambat padamu
detik melambat
suara suara senyap
tombol pause dan mute
ditekan sekaligus
alis mata
senyum manis
pijar menyala
indah bermekaran
tertambat
tak lagi ada hebat
semua lenyap
genangan pesonamu merekat ikat
Juli 2019
Poetoe
suara suara senyap
tombol pause dan mute
ditekan sekaligus
alis mata
senyum manis
pijar menyala
indah bermekaran
tertambat
tak lagi ada hebat
semua lenyap
genangan pesonamu merekat ikat
Juli 2019
Poetoe
Panggung terbuka
lampu terang melumat wajah kita
benderang; bahkan nyaris bayangan tak punya ruang
tanpa pura-pura
tanpa basa basi
jalang saja
apa adanya
kata kata kasar melukaimu melukai kita
merobek sibak tabir
kebenaran dilahirkan
kebenaran terbit
nyanyian kejujuran
tarian ketulusan mengiringinya
nada nada sederhana jelas detak iramanya
tanpa crescendo yang berlebihan
bosan kita oleh genitnya kerumitan
mual kita oleh centilnya lawakan nalar
berdirilah kita
para kroco yang tabuhkan lagu lagu merdeka
di tengah panggung terbuka
dan langit menganga
dunia pun tertawa
Bekasi, 05/07/2019
Poetoe
benderang; bahkan nyaris bayangan tak punya ruang
tanpa pura-pura
tanpa basa basi
jalang saja
apa adanya
kata kata kasar melukaimu melukai kita
merobek sibak tabir
kebenaran dilahirkan
kebenaran terbit
nyanyian kejujuran
tarian ketulusan mengiringinya
nada nada sederhana jelas detak iramanya
tanpa crescendo yang berlebihan
bosan kita oleh genitnya kerumitan
mual kita oleh centilnya lawakan nalar
berdirilah kita
para kroco yang tabuhkan lagu lagu merdeka
di tengah panggung terbuka
dan langit menganga
dunia pun tertawa
Bekasi, 05/07/2019
Poetoe
Selasa, 02 Juli 2019
tiba tiba
tiba tiba aku ingin melihatmu, seperti ujung daun yang
menunduk oleh beban embun dan kembali bergoyang ke arah cahaya mentari
seperti dulu, aku masih tak sanggup buktikan
terlalu banyak kata-kata yang haus ditebus oleh kenyataan
terlalu lama waktu memenjara kita
tiba tiba aku rindu, terseduh dalam cangkir teh hangat
pagi itu
dan waktu bisu
dan aku malu
seperti angin yang bertiup lalu
tiba tiba aku ingin bertemu, seperti ada bisikan bahwa
kau harus aku sapa
seperti curiga
bahwa dunia akan mencideraimu lagi
bahwa warta akan mendustaimu lagi
tiba tiba aku sepi
sangat sepi
Tugu Pancoran, 03/07/2019
Poetoe
Minggu, 30 Juni 2019
Puisi-puisi Poetoe bulan Juni 2019
1.
Belle
(terinspirasi cerita Beauty And The Beast)
ketika kota hanya baris kata-kata
kaya, terang, sukses, gemerlap, dan uang
maka miskin, gelap, gagal, dan cinta kehilangan makna
meringkuklah pada ceruk buku
menjadi aneh adalah penyelamatan
membebas atas jerat nilai
menghindar dari jebak citra
membiasakanlah pada ketidakbiasaan mereka
dan monster itu pun dapat kau tekuk
kelembutan penuh lekuk tanpa sudut
jauh dari bentur
ia pun tersungkur
merdekalah dari tipu rupa
tarian tarian bahagia
suasana ada dalam genggam hati
cara pandang ada dalam kuasa diri
buktikan saja
Bekasi, 22/06/2019
Poetoe
2.
dasar ajar
nampan hati terisi watak dasar
namun jiwa butuh ajar
ada ikatan
ada gelora bebas merdeka
hidup hanya lepas tangkap
burung-burung nasib beterbangan
ikan-ikan takdir berlompatan di lautan waktu
mana sangkarmu mana jaringmu
lalu tawa dan senyum bangga
juga rawa dan rimbun nestapa
masa tua siapa sangka
bahagia bisa pula tersungkur kubangan duka
dalam jiwa memang tertanam
ilham taat juga ronta ingkar
hanya yang sucikan
ia yang termenangkan
Bekasi, 22/06/2019
Poetoe
3.
Jalan di sisi
alam terbentang manjakan mata
keindahan di jauh ke depan
kenyamanan berencana
namun langkah hanya setapak
jika tak tundukkan hati
lubang sesal menanti
benarlah, bahwa rusaknya karena lupa ukuran
sekedar jalani
itu tenangkan hati
hidup itu juang juga rintang
juang meraih mimpi
rintang adalah batas diri
mari sini
genggam hati ini
aku hanya butuh kau jalan di sisi
Bekasi, 22/06/2019
Poetoe
4.
Vin
ia di kereta
di telan senja
aku eja makna
baris-baris kata
jarak jadi nada
berdendangan pada birama
hanya ingin membersama
lalui gawai semoga tak sia sia
ia di kereta
hinggap di tengah malam
kubayangkan di stasiun
berjalan penuh harap
masa depan ia seret
menyeberang rel
mimpi berterbangan di sisi sisi
doa doa berkibaran
21/06/2019
Poetoe
Langganan:
Postingan (Atom)
Buku MADILOG, Materialisme, Dialektika dan Logika adalah buku karya Tan Malaka yang kaya. Berisi banyak pengetahuan. Tak kebayang buku ini...
-
Menjadi orang baik itu sederhana: Jangan marah. Jangan sakiti orang lain, buat orang di sekitar kita bahagia. Perbanyak menolong orang,...
-
Pertama menukil dari surat Kartini, tanggal 15 Agustus 1902, kepada Estelle Zeehandelaar: " Kami berhak untuk tidak menjadi bodoh.. ...
-
Mau tahu seperti apa siang ini menyapa? Ia dan matahari tenang, angin sopan membelai, dan aroma tanah basah harum menyeruak ke pangkal hidun...