dan pertemuan di depan stasiun suatu senja, tanpa jabat tangan, hanya senyuman, lalu berjalan beriringan.
kita semakin biasa seperti bersama.
kita semakin biasa bersama kata "seperti".
apakah kita pura-pura?
atau bahkan dusta?
tidak. mungkin bukan keduanya.
hanya tak selesaikan utuh kalimat kenyataannya, membiarkan menggantung, membiarkan orang-orang bebas dalam sangkaannya.
jika salah duga, ya maaf.
kita hanya butir-butir kelereng yang terserak,
berlarian tak tentu arah
bertabrakan lalu saling mengubah arah,
pada benturan berikutnya kita lalu beriringan, masih menggelinding namun saling mendekap bertukar hangat
menunggu waktu yang kan hentikan
senja jadi malam
manja berharap genggam
di sepi ruang sidang, pertemuan dan sapa tanpa curiga mengungkapkan semua
negeri ini butuh kita yang tak jengah dengan kata-kata terbuka
basa basi itu jelaga demokrasi
metafora kita jadi sudut gelap sebunyikan kebenaran.
maka bergenggamanlah,
sembunyikan hangat dari angin malam,
cinta pun kita seduh kembali dalam sajian tatap yang pekat,
walau ada sisa rayu yang tersesak
tak semua sanggup terungkap
ternyata kita masih tak mampu berprosa apa adanya, masih memuisi dalam kias-kias yang temaram.
Bekasi, 24092019
Poetoe
Rabu, 25 September 2019
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Akhirnya buku "percakapan tentang rindu dan waktu" tiba di rumah, siap dikirim buat teman-teman yang sudah pra pesan. Seneng rasan...
-
Menjadi orang baik itu sederhana: Jangan marah. Jangan sakiti orang lain, buat orang di sekitar kita bahagia. Perbanyak menolong orang,...
-
"Pagi gelap, seakan matahari telat terbit padahal ia hanya sembunyi di balik mendung; walau gelap, orang2 tetap bergerak cepat, jd inga...
-
Mau tahu seperti apa siang ini menyapa? Ia dan matahari tenang, angin sopan membelai, dan aroma tanah basah harum menyeruak ke pangkal hidun...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar