Selasa, 13 Agustus 2019

Subtance over form


Salah satu kendala dalam belajar adalah kesalahan dalam men-stabilo materi ajar kita. Kesalahan menggarisbawahi uraian atas masalah yang kita pelajari. Mungkin ini serupa kesalahan saat kita zoom in satu objek, yang membuat kita salah fokus, berujung pada kesalahan dalam mendefinisikannya.  Hasilnya kita tidak bisa menemukan solusi yang tepat atas masalah tersebut, atau bahkan bisa menjadi pemicu dari tindakan yang keliru, sehingga bukannya terselesaikannya masalah tapi justru menambah masalah baru.

Seperti pada satu kejadian, saat mantan kader partai dakwah mengadakan kegiatan di wilayah dakwah tempat dulu ia pernah ditugaskan di sana saat masih aktif sebagai kader partai, ia ditegur oleh struktur partai dakwah di wilayah tersebut, karena dianggap mengambil wilayah garapan mereka. Struktur tidak mau objek dakwah di wilayah tersebut dibawa ke ormas tempat baru mantan kader ini. Hal ini menjadi menarik jika kita mengingat kaidah dalam materi tarbiyah kita: “ad-dakwatu qobla kulli syai” bahwa dakwah itu menjadi prioritas kita. Teguran struktur pada kasus di atas menjadi ambigu, sebenarnya partai ini pendukung dakwah atau justru menjadi penghalang dakwah?

Ada satu kaidah dalam ilmu akuntansi “ Subtance over form ”, bahwa lebih mengedepankan subtansi masalahnya dari pada kemasan formalnya. Dalam materi tarbiyah, dakwah adalah tujuan utama, dalam perjalanannya dibutuhkan banyak sarana dan cara, salah satunya adalah partai politik. Subtansinya adalah dakwah, politik adalah kemasannya. 

Sepertinya kesalahan berpikir inilah yang sedang terjadi. Fokus dan mengedepankan cara sampai melupakan substansi tujuan yang terabaikan. Kasus di atas hanyalah salah satunya. Kita bisa melihat kasus lain dengan kaca mata ini. Seperti bagaimana kader partai dengan banyak gebrakan dalam dakwah siyasiyah (dakwah politik) harus dikeluarkan dari keanggotaan partai hanya karena masalah-masalah teknis. Contoh lain yang lebih terasa adalah pemberhentian kader dakwah dari institusi dakwah pesantren hanya karena ia keluar dari keanggotaan partai, bahkan ada imam masjid yang diganti oleh pihak DKM dengan alasan bergabungnya dengan ormas yang dianggap berselisih dengan institusi partai dakwah.

Ketaatan tiba-tiba saja menjadi monster. Kader dibiarkan berlama-lama dalam kepura-puraan bodoh sebagai wujud ketaatan terhadap struktur partai. Kepura-puraan bodoh yang dimaksud adalah: membiarkan banyak pertanyaan tak terjawab, karena mengejar jawaban adalah perlawanan atas ketaatan. Sistem yang otoriter, kental kedzaliman. Jika ini adalah sistem dalam mesin dakwah bernama partai dakwah maka sudah terbayang out put yang akan dihasilkan dari mesin serupa ini. Adalah kader-kader dakwah yang penuh ketaatan, miskin narasi, tunduk dan patuh, berpotensi tersesat secara berjamaah. Dan inilah yang terjadi. 

Tiba-tiba saja, fakta-fakta janggal tentang :
1.       dakwah yang dinomorduakan setelah politik,
2.       kedzoliman terhadap kader yang terang-terangan,
3.       pemanfaatan ketaatan kader untuk kesuksesan sebagian kecil petinggi itu
terasa wajar di kalangan kader partai dakwah.

Ada yang salah. Itu sangat nyata. Tapi masih banyak yang tak merasakan. Betapa hebat mesin pencetak robot prajurit ini bekerja.

Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...