Salah satu kendala dalam belajar
adalah kesalahan dalam men-stabilo materi
ajar kita. Kesalahan menggarisbawahi uraian atas masalah yang kita pelajari.
Mungkin ini serupa kesalahan saat kita zoom
in satu objek, yang membuat kita salah fokus, berujung pada kesalahan dalam
mendefinisikannya. Hasilnya kita tidak
bisa menemukan solusi yang tepat atas masalah tersebut, atau bahkan bisa
menjadi pemicu dari tindakan yang keliru, sehingga bukannya terselesaikannya
masalah tapi justru menambah masalah baru.
Seperti pada satu kejadian, saat mantan kader partai dakwah mengadakan kegiatan di wilayah dakwah tempat dulu ia pernah ditugaskan di sana saat masih aktif sebagai kader partai, ia ditegur oleh struktur partai dakwah di wilayah tersebut, karena dianggap mengambil wilayah garapan mereka. Struktur tidak mau objek dakwah di wilayah tersebut dibawa ke ormas tempat baru mantan kader ini. Hal ini menjadi menarik jika kita mengingat kaidah dalam materi tarbiyah kita: “ad-dakwatu qobla kulli syai” bahwa dakwah itu menjadi prioritas kita. Teguran struktur pada kasus di atas menjadi ambigu, sebenarnya partai ini pendukung dakwah atau justru menjadi penghalang dakwah?
Ada satu kaidah dalam ilmu
akuntansi “ Subtance over form ”, bahwa
lebih mengedepankan subtansi masalahnya dari pada kemasan formalnya. Dalam
materi tarbiyah, dakwah adalah tujuan utama, dalam perjalanannya dibutuhkan
banyak sarana dan cara, salah satunya adalah partai politik. Subtansinya adalah
dakwah, politik adalah kemasannya.
Sepertinya kesalahan berpikir
inilah yang sedang terjadi. Fokus dan mengedepankan cara sampai melupakan
substansi tujuan yang terabaikan. Kasus di atas hanyalah salah satunya. Kita
bisa melihat kasus lain dengan kaca mata ini. Seperti bagaimana kader partai
dengan banyak gebrakan dalam dakwah siyasiyah (dakwah politik) harus
dikeluarkan dari keanggotaan partai hanya karena masalah-masalah teknis. Contoh
lain yang lebih terasa adalah pemberhentian kader dakwah dari institusi dakwah
pesantren hanya karena ia keluar dari keanggotaan partai, bahkan ada imam
masjid yang diganti oleh pihak DKM dengan alasan bergabungnya dengan ormas yang
dianggap berselisih dengan institusi partai dakwah.
Ketaatan tiba-tiba saja menjadi
monster. Kader dibiarkan berlama-lama dalam kepura-puraan bodoh sebagai wujud
ketaatan terhadap struktur partai. Kepura-puraan bodoh yang dimaksud adalah:
membiarkan banyak pertanyaan tak terjawab, karena mengejar jawaban adalah
perlawanan atas ketaatan. Sistem yang otoriter, kental kedzaliman. Jika ini adalah
sistem dalam mesin dakwah bernama partai dakwah maka sudah terbayang out put yang akan dihasilkan dari mesin
serupa ini. Adalah kader-kader dakwah yang penuh ketaatan, miskin narasi, tunduk
dan patuh, berpotensi tersesat secara berjamaah. Dan inilah yang terjadi.
Tiba-tiba saja, fakta-fakta
janggal tentang :
1. dakwah
yang dinomorduakan setelah politik,
2. kedzoliman
terhadap kader yang terang-terangan,
3. pemanfaatan
ketaatan kader untuk kesuksesan sebagian kecil petinggi itu
terasa wajar di kalangan kader partai
dakwah.
Ada yang salah. Itu sangat nyata.
Tapi masih banyak yang tak merasakan. Betapa hebat mesin pencetak robot
prajurit ini bekerja.
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar