Selasa, 31 Desember 2019

30 hari menulis puisi tanpa jeda, tema Syukur.

Bersama komunitas @nuliskeroyokan saya ikut tantangan menulis puisi tanpa jeda selama 30 hari. Demikian ke-30 puisi tersebut, semuanya dengan tema "Syukur"

tanggal satu, tentang waktu

tetesan detik tak sanggup tertahan
mengutuki waktu hanyalah penyesalan
kekalahan atas rencana
tersudut pada kenyataan

tanpa syukur semua kan sia-sia
jika pun gagal, toh harus ada yang selamatkan sisa-sisa
bukankah ini gelas setengah isi,
atau kau hanya lihat setengah kosong?

waktu pun mengunyah kita
belia pun menua
jejak langkah terhapus angin
kenangan menggigil dingin.



tanggal dua, tentang beda

tersadar perlu bersama saat benturan saling seteru
berbekal luka bergerak menyatu
di sini, ada haru atas semangat bersatu padu
di sana, ada kobar amarah atas beda berderu-deru

menegaskan kata kami lupakan kata kita
sibuk teriak hak enggan tunaikan tugas
api benci terawat dalam dendam
seolah pintu telah rapat terkunci

bukankah semua bergerak berubah
bukankah rasa itu berbalik-balik
bukankah musuh mungkin kelak kawan
bukankah benci mungkin kelak cinta

syukuri saja beda ini dengan canda
kenapa harus melawan,
buka pintu, buka jendela, semua akan baik-baik saja
berikan saja senyum atas apapun.


tanggal tiga, tentang telaga

kita duduk di tepian telaga
bersihkan wajah dari jelaga
tipu daya dan pura-pura
sembuhkan dahaga
atas jiwa yang merdeka

berhala citra lama berkuasa
benamkan nurani
bisik-bisik pun tak lagi berani
semua hanya tentang persepsi
kenyataan terabaikan
keikhlasan tergilas gerbong cari muka, dan canda penuh tanda

jiwa lelah, butuh istirah
di ceruk sunyi berkaca diri
mensyukuri detik-detik saat sendiri
di tepi telaga hati, basuh nurani.


 
tanggal empat, tentang sempat
seperti saat berjalan bersama
tiba-tiba kau berhenti
lalu sepi
kami harus tetap berjalan namun tak ada lagi tawa
kerena candamu itu dulu seolah tanda
bahwa pasti akan ada jeda
terpisah lah kita sisakan kisah
di lipatan-lipatan ingatan

seperti saat kita ada dalam satu fragmen
adegan yang penuh warna,
warna dari ceria, centil dan perhatianmu di setiap pertemuan,
tiba-tiba berubah hitam putih
karena ketiadaanmu adalah padamnya warna-warna jiwa.

seperti hari ini, berkumpul di ruang maya kita
tapi tak ada kamu
hanya setumpuk kenangan bertahun-tahun duduk bersebelahan
pada album berjilid-jilid itu tercatat sempat yang kita ikat erat dalam ingat
syukurku atas hari-hari bersama kueja lamat-lamat.

selamat jalan sahabat.


tanggal lima, tentang gema

aku hanya pencari yang berlari di bebukitan mimpi
menyusuri lekuk wajahmu
tanah lapang pipimu, telaga bening mata, juga lereng terjal hidung mancungmu

aku hanya terus mencari
karena rimba pertanyaan ini selebat rambutmu,
setiap jawaban yang kutemu hanya lahirkan tanya baru
di setiap tebing kuseru namamu
yang kudapat hanya gema manampar gendang telingaku lagi

aku memang pencari, sepanjang hari mencari-cari
jalan panjang dan penuh aral
jika hanya berbekal sesal, pasti kan terjungkal dalam gagal
maka kutabur rasa syukur di setiap langkah terukur.

sang pencari menari
di seluruh penjuru negeri
menabur benih rela dan syukur
pohon cinta dan sayang pun tumbuh subur.


tanggal enam, tentang malam

aku hanya kunang-kunang di malam kelam,
beterbangan terangi huruf-huruf dalam bait puisi muram,
mengisi di setiap spasi
memberi cahaya di setiap jeda

aku hanya kerlip terang di kanvas masa yang berharap kau rasa,
bahkan hanya tarikan nafas
atau hembusannya
sekedar ada di ruang makna setiap kata-kata kita

tapi jika pun tak kau baca, maka tutur syukur pun tetap pantas,
karena bahkan pengabaianmu atasku adalah mata air inspirasi
pada setiap tetes isi hati
pada setiap sesap harap

Muntilan, 06/12/2019
nugroho putu


 puisi tanggal tujuh,
gaduh

seperti pawai di jalanan kesadaranku
liang-liang syarafku berdeyutan
hingar bingar riuh bunyi
tabuhan gaduh bernyanyi-nyanyi

padatnya gelombang suara bersahut-sahutan
keinginan berbaris iris mengiris
tayangan kenangan benderang menantang
jadi rindu sepi, jadi rindu menepi

agar nalar punya ruang menata langkah,
membuat peta di tengah berisiknya iri dan pesta dusta
bagaimana tetap bertahan di jalan yang benar,
bagaimana tetap mampu tersungkur syukur di akhir patitur malam.

7 Desember 2019
nugroho putu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...