Rabu, 14 Februari 2018

menghiba ampunan

benak penuh, rasa juga harapan berkelidan di rongga kepala
terseok seok di pintu tol, bergegas mengejar waktu maghrib yang nyaris usai.

ada merah putih, ada bayangan negeri di kelak hari
detail, semacam platform atas angan angan masa depan

musola kecil, di sebuah apotik
pintu kayunya menusuk jariku
nyerinya luar biasa. aih

ini bahasa Tuhan mengingatkan
seperti menarik kaki yang tadi nyaris melambung terbang ke arah purnama
ditarik kembali dalam nyata
serpihan kayu kecil sudah cukup menyiksa
tiba tiba teringat, badan kurus ini hanya pendosa yang sok pamer kuasa
merasa bisa pikirkan dunia
padahal picik, lemah, berendam saja di genangan ketidaktahuan dan ketidakberdayaan.

air mata.
air mata sesal dan malu.
aku menghiba ampunanMu.

Bekasi, 14022018
Poetoe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...