Energi gerak pada pedal itu dari naik dan turun, pada pegas itu tarik dan dorong. Energi listrik dengan plus dan minus. Energi tenaga dalam dengan pernapasan itu kosong dan isi, angka binari itu nol dan satu. Kekuatan kita pun pada dinamisasi lemah dan kuatnya kita. Demikian halnya otak kita. Tahu lalu tidak tahu adalah kekuatannya. Kesadaran atas ketidaktahuan yang melebihi pengetahuan kita lah yang membuka pemahaman. Karena kesadaran atas ketidakberdayaan itulah dasar iman atas kekuatan Tuhan di luar kita. Dan memang Dialah yang membuka pintu pemahaman itu, bukan semata mata optimalnya penggunaan otak yang melampaui rata-rata.
Teringat percakapan Tuhan pada malaikat saat penciptaan manusia sebagai kholifah. Malaikat mengakui bahwa tidaklah mereka mempunyai ilmu kecuali yang Alloh telah ajarkan. Demikian halnya Adam yang bisa menyebutkan nama-nama karena Alloh telah ajarkan. QS. 2: 30-33.
Iman adalah energi ketidakberdayaan, jauh dari sikap sombong dan tinggi hati atas kemampuan kita. Kita hanya hamba Alloh, hamba adalah budak yang demikian miskin bahkan atas dirinya pun tidak ia miliki. Juga kalimat takbir yang terkumandangkan adalah ekspresi pengakuan atas kebesaran-Nya dan sekaligus pengakuan atas kekerdilan dan kelemahan kita sebagai hamba.
Dan ayat pertama turun adalah "Bacalah atas nama Tuhanmu yang menciptakan." Kita mendapat perintah untuk membaca ayat Quran dan ayat kauniyah berupa fenomena alam dengan dan atas nama Tuhan yang menciptakan kita. Membaca dalam ketundukan kita sebagai makhluk yang lemah dan jauh dari sikap arogan dan sombong.
Wallohu a'lam.
karena kata adalah awal dunia; butuh ruang untuk memelihara "kata" sejak ada di "pikiran", "lisan", bahkan "tulisan".
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Buku MADILOG, Materialisme, Dialektika dan Logika adalah buku karya Tan Malaka yang kaya. Berisi banyak pengetahuan. Tak kebayang buku ini...
-
Menjadi orang baik itu sederhana: Jangan marah. Jangan sakiti orang lain, buat orang di sekitar kita bahagia. Perbanyak menolong orang,...
-
Pertama menukil dari surat Kartini, tanggal 15 Agustus 1902, kepada Estelle Zeehandelaar: " Kami berhak untuk tidak menjadi bodoh.. ...
-
Mau tahu seperti apa siang ini menyapa? Ia dan matahari tenang, angin sopan membelai, dan aroma tanah basah harum menyeruak ke pangkal hidun...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar