Selasa, 23 April 2019

Drama senja



Ia berjalan menguliti senja, warna muram yang menyebalkan. Ia menjambak sendiri rambutnya.

Kebencian teramat cepat mewabah.

Ia bertanya pada banyak orang, tentang waktu, tentang jarak, tentang keberadaan cinta, tentang rindu, tentang sepi, tentang pura-pura.

Ia hanya terus belajar untuk mengerti.

Ia pun bertanya untuk apa, jika pada akhirnya ada luka, ada isak tangis, apakah hidup tak sesempurna itu?

Ia malu, telah kehilangan keberanian hadapi pedih itu. Padahal belum pula ia mulai.

Ia berteriak pada senja
Peluk aku
Renggut aku
Cabik-cabik aku

Tanah di bebukitan itu terjejak merah darah, kunang-kunang beterbangan menerbangkan kenangan, dan malam adalah sisa masa yang hanya sunyi bernyanyi sedih, pedih.

Jakarta-Bekasi, 19032019
Poetoe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...