dan sekuntum bunga itu tertinggal di jok mobilku. Entah itu bermakna apa. Mungkin saja hanya kebetulan, tanpa dongeng di kelanjutannya.
Apakah lalu terhubung oleh bunga tidur itu?
Nalar berbisik abaikan saja, itu hanya endapan ingatan, tak lalu bermakna apa apa.
Tapi rasa sisakan jejak, seperti dupa yang tinggalkan asap dan aroma.
Tentu aku tak ingin bergegas, karena rasa sering sesatkan langkah. Berbeda dengan nalar yang terang benderang, namun sering kering makna dan rasa.
Aku pilih tetap terpilin dalam jalinan dua kutub itu.
Beranjak pelan. Namun tetap waspada menatap ruang. Dan benar saja, karena lalu yang kudapat adalah banyak ketidakdugaan. Beberapa warta yang meruam gelisah. Seperti hendak menguji, aku tak seperti mereka.
Keadaan seolah menggoda, agar aku perjelas ketulusan. Padahal ketulusan tak pantas dinyatakan. Ia justru diragukan saat telah dinyatakan. Aku harus diam.
Biarkan malam yang membahasnya. Dan jarak dan jeda nada menjadi energi menghangatkan, menyamankan.
Semoga.
#Cerita bunga tentang kita.
APTB 08, 10/05/2016
poetoe
karena kata adalah awal dunia; butuh ruang untuk memelihara "kata" sejak ada di "pikiran", "lisan", bahkan "tulisan".
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Buku MADILOG, Materialisme, Dialektika dan Logika adalah buku karya Tan Malaka yang kaya. Berisi banyak pengetahuan. Tak kebayang buku ini...
-
Menjadi orang baik itu sederhana: Jangan marah. Jangan sakiti orang lain, buat orang di sekitar kita bahagia. Perbanyak menolong orang,...
-
Pertama menukil dari surat Kartini, tanggal 15 Agustus 1902, kepada Estelle Zeehandelaar: " Kami berhak untuk tidak menjadi bodoh.. ...
-
Mau tahu seperti apa siang ini menyapa? Ia dan matahari tenang, angin sopan membelai, dan aroma tanah basah harum menyeruak ke pangkal hidun...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar