seperti benda yang sama namun kita melihatnya dari sudut yang berbeda.
salah satu sisi, adalah pengharapan atas perhatian lebih, sisi lainnya adalah kesadaran atas ketidakpunyaan wewenang.
bukankah kesadaran itu memang tragedi atas nikmatnya ketersesatan?
seperti seorang pemuda yang merasa seolah pahlawan, mengingatkan penderitaan gelandangan tua yang meringkuk di pinggir tempat sampah. bagi sang gelandangan pemuda ini bukanlah pahlawan, karena ia hanya membawa kesadaran atas penderitaan, setelah sebelumnya ia nyaman di lantai dingin dan kotor tanpa perasaan dirinya menderita dan pantas dikasihani.
jadi benarkan? kesadaran adalah tragedi atas nikmatnya ketersesatan dalam ketidaktahuan.
demikianlah bagaimana logika si bodoh itu saat mencoba mengusir sang pencerah yang datang membawa sekantong kesadaran.
"pergi... kamu hanya menaburkan garam pada lukaku ini... pergi."
gelandangan itu meringkuk lagi, menikmati aroma sampah dan lembabnya lantai trotoar itu. ia bergumam... "aku bahagia, aku bahagia.... aku bahagia. titik. jangan ganggu!"
bekasi, 8/03/2016
poetoe.
karena kata adalah awal dunia; butuh ruang untuk memelihara "kata" sejak ada di "pikiran", "lisan", bahkan "tulisan".
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Buku MADILOG, Materialisme, Dialektika dan Logika adalah buku karya Tan Malaka yang kaya. Berisi banyak pengetahuan. Tak kebayang buku ini...
-
Menjadi orang baik itu sederhana: Jangan marah. Jangan sakiti orang lain, buat orang di sekitar kita bahagia. Perbanyak menolong orang,...
-
Pertama menukil dari surat Kartini, tanggal 15 Agustus 1902, kepada Estelle Zeehandelaar: " Kami berhak untuk tidak menjadi bodoh.. ...
-
Mau tahu seperti apa siang ini menyapa? Ia dan matahari tenang, angin sopan membelai, dan aroma tanah basah harum menyeruak ke pangkal hidun...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar