Aku memang sengaja, membuat simpul-simpul itu. Mungkin karena aku memang tak suka percikan saat interaksi itu menjadi benturan. Karena itu maka tak sekedar simpul yang aku butuhkan melainkan juga semacam pelumas.
Akhirnya inilah terlihat, ada beberapa tempat kujadikan sarana duduk sesaat sambil berbincang. Seolah hanya nikmati kopi bersama, padahal banyak yang sedang direncanakan. Ini seperti interlude dalam sebuah lagu, tanpanya komposisi itu menjadi kacau. Dalam jalani hidup ini kita memang butuh helaan nafas.
Lalu terlahir komunitas-komunitas kecil itu, dengan pembahasan yang beragam. Seolah acak padahal berpola. Karena garis-garis itu bergerak pada kurva yang sama. Mungkin demikianlah mengapa niat memiliki posisi penting dalam hidup kita. Niat walau tak terucap tetap saja menjadi arah kemana mata panah itu akan kita lepaskan.
Aku hanya berusaha, lakukan apa yang harus lakukan namun juga berusaha mencari cara bagaimana aku bisa menikmatinya. Karena rasanya demikianlah cara untuk tetap bahagia dalam jalani hidup.
Semoga niat baik itu selalu terjaga, dan tak lalu bergeser menjadi keburukan. Aamiin.
Bekasi, 5 Maret 2016. Dini hari.
Poetoe
karena kata adalah awal dunia; butuh ruang untuk memelihara "kata" sejak ada di "pikiran", "lisan", bahkan "tulisan".
Minggu, 06 Maret 2016
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Buku MADILOG, Materialisme, Dialektika dan Logika adalah buku karya Tan Malaka yang kaya. Berisi banyak pengetahuan. Tak kebayang buku ini...
-
Menjadi orang baik itu sederhana: Jangan marah. Jangan sakiti orang lain, buat orang di sekitar kita bahagia. Perbanyak menolong orang,...
-
Pertama menukil dari surat Kartini, tanggal 15 Agustus 1902, kepada Estelle Zeehandelaar: " Kami berhak untuk tidak menjadi bodoh.. ...
-
Mau tahu seperti apa siang ini menyapa? Ia dan matahari tenang, angin sopan membelai, dan aroma tanah basah harum menyeruak ke pangkal hidun...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar