Selasa, 01 Desember 2015

Labirin

Dulu aku berpikir hidup itu seperti pilihan yang berlapis, satu pilihan akan mempertemukan kita dengan pilihan yang lain. Begitu seterusnya, seperti seorang dalam labirin,  setelah memilih jalan ke kanan ia akan dihadapkan pada pilihan yang lain, ke kanan lagi atau ke kiri. Sampai kita bertemu akhir dari perjalanan yang entah baik atau buruk. Kemalangan atau kesuksesan.

Jika ingin sukses jalani labirin ini kita cukup pegang peta, atau lebih enak lagi saat kita punya satelit pemantau di atas kita yang dapat mengarahkan kita arah yang benar.

Namun hari ini aku berpikir lain, karena bahkan hidup itu tak sesederhana itu. Ada banyak tarikan kepentingan di luar sana, yang mengkusutkan perjalanan kita. Ada pihak pihak yang tiba-tiba saja merasa pantas mendominasi kita, seperti menggenggam tengkuk kita. Lalu kita seolah anak kucing yang hanya mampu meronta manja mengikuti kemana kita akan dilemparkan.

Mungkin bukan hanya peta, atau pun satelit di atas sana yang kita butuhkan, melainkan juga kemantapan hati dan azam/tekad yang kuat, untuk bertahan pada rute perjalanan ini tanpa goyah oleh tarikan-tarikan kepentingan di sekitar kita.

Peta adalah kitab suci, satelit adalah doa kepada Nya,  kemantapan hati adalah istiqomah menggenggam keyakinan itu. Setelah perintah iman itu memang perintah untuk beristiqomahlah.

Wallohua'lam.

*catatan untuk para abdi bangsa yang terus sibuk direcoki kepentingan politik yang sebenarnya kepentingan usahanya.

Poetoe,  2 Desember 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...