Demikianlah di setiap perjalanan kita mungkin butuh sejenak rehat pada oase itu. Seperti perigi rindu, tempat semula kita bermula. Di sana kita bisa sembuhkan dahaga, untuk lalu hisap energi baru.
Di sana pula, kita mengulang banyak hal, untuk membaca lagi peta, karena mungkin kita mulai lelah pada simpang siurnya jalan. Pilihan yang terlalu banyak kita temui, dan telah beberapa kali kita merasa salah memilih. Dengan mengulang pada titik awal kita bermula, mungkin kita akan temukan pangkal keruwetan itu.
Dan untuk mereguk perigi rindu itu, juga membaca ulang peta itu, hanya dengan cara sederhana, yakni bertemu dengannya. Duduk bersama, dan buat ia tersenyum. Dia pintu surga kita, karena surga ada di telapak kakinya. Ibu.
Sungkem ibu, November 2015.
Sabtu, 28 November 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...
-
Menjadi orang baik itu sederhana: Jangan marah. Jangan sakiti orang lain, buat orang di sekitar kita bahagia. Perbanyak menolong orang,...
-
BAB 1 CAHAYA (Hari ke-1) Kebenaran sebagai Aksioma, Kebenaran seperti a ksioma, merupakan sebuah pernyataan yang sudah pasti kebenaran...
-
kau lihatlah dari sini, dari sisi langit agar luas bumi tersekap utuh di retina mata dan tak lagi ada masalah sulit hanya tersisa remah r...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar