Malam ini aku siapkan kanvas. Karena memang aku benar benar butuh sarana menggambarkan kemuraman hari-hari ku. Bukannya mau mengeluh, namun ini hanya butuh ruang ekspresi sederhana. Sebagai selokan kecil atas gelisah yang butuh ruang. Maka kuambilah jelaga. Aku goreskan perlahan. Ini tentang rasa bersalah ini tentang batas seharusnya yang terlanggar.
Hasilnya memang hanya lukisan sederhana, cerita yang tertata dengan tak sempurna. Tak terbaca dengan mudah, karena goresannya terlalu gamang. Tapi kumohon tetap lah kau baca. Lalu berikan aku masukan. Aku butuh kata pelipur.
Setelah kurasa layak, aku pandang berlama lama lukisan jelaga itu. Aku seperti memandang cermin. Begitu berantakannya aku. Wajah pendosa yang masih berharap doa doanya dikabulkan. Kucari dalam lukisan itu, setitik genangan di ujung kelopak mata. Genangan yang dapat kugunakan untuk basuh gelisahku, hapus resahku. Air mata. Iya, air mata.
poetoe, 5 November 2015
karena kata adalah awal dunia; butuh ruang untuk memelihara "kata" sejak ada di "pikiran", "lisan", bahkan "tulisan".
Kamis, 05 November 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Buku MADILOG, Materialisme, Dialektika dan Logika adalah buku karya Tan Malaka yang kaya. Berisi banyak pengetahuan. Tak kebayang buku ini...
-
Menjadi orang baik itu sederhana: Jangan marah. Jangan sakiti orang lain, buat orang di sekitar kita bahagia. Perbanyak menolong orang,...
-
Pertama menukil dari surat Kartini, tanggal 15 Agustus 1902, kepada Estelle Zeehandelaar: " Kami berhak untuk tidak menjadi bodoh.. ...
-
Mau tahu seperti apa siang ini menyapa? Ia dan matahari tenang, angin sopan membelai, dan aroma tanah basah harum menyeruak ke pangkal hidun...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar