Kamis, 30 Juli 2015

Tentang Puisi

Apresiasi atas karya, membutuhkan kejelian membaca karya. Tentu dengan berbekal pengalaman berkarya. Tanpa pengalaman langsung maka kita hanya berdasar perbandingan atas nilai-nilai, sementara dengan pengalaman maka kita bisa melibatkan rasa kita.

Puisi misalnya, paling tidak terbagi oleh dua kekuatan. Sisi balaghotiy, kekuatan kata-kata, dan sisi ma'aniy, kekuatan maknanya.

Para pemula terlebih yang mengawali menulis puisi dengan modal jatuh cinta, sesuai dengan kalimat Plato bahwa suatu hari cinta akan menjadikan seseorang sebagai penyair. Maka biasanya ia akan sibuk bermain di keindahan kata, sementara substansi maknanya hanya satu "cinta". Sebenarnya ini tidak masalah, karena bagaimana pun cinta adalah sesuatu yang indah. Namun peran puisi menyempit. Seolah puisi hanya sarana ungkapan rasa cinta. Padahal sejatinya lebih dari itu. Puisi bisa menjadi energi pengubah, puisi juga bisa menjadi pengungkap kebenaran, bisa pula menjadi pencela kebathilan. Bahkan sesekali menjadi sarana ungkapkan kemarahan.

Bagaimana seorang penyair yang bermula dari cinta lalu ingin mengembangkan puisinya menjadi tak sekedar bermain kata melainkan pula makna yang bernas?

Adalah dengan terus memperluas wawasan, mengasah logika, merperkuat pemahaman atas banyak hal. Sehingga kata-kata yang muncul adalah kata-kata yang pekat makna.

Semoga ini menjadi penyemangat para pecinta yang berevolusi menjadi penyair, agar terus kembangkan diri, hingga suatu hari puisi menjadi kekuatan dahsyat dari pilar sebuah peradaban. Bukan sekedar kata-kata manis yang selalu bermuara pada kata cinta.

Semoga.

Poetoe /30 Juli 2015.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...