Selasa, 30 Desember 2014

Ego

Sekali lagi, aku dibangunkan oleh apa yang aku pikirkan sebelum tidur tadi. Karena mereka berjejalan di bilik otak. Suara mereka terlalu berisik untuk aku abaikan. Mereka berkumpul dalam satu tema besar (masih tema yang sama dari tiga malam terakhir) "kesadaran atas keakuanku yang terlalu dominan" :egosentris.

Awalnya memang kesadaran atas egosentris ini aku anggap hasil dari pencarian, dan perbincangan yang disengaja tentang evaluasi diri, namun ternyata tidak sepenuhnya benar. Karena selalu saja ada peran Dia. Bukan hanya perkara kita yang mencari melainkan bagaimana Dia memberi kita pencerahan. Sebagaimana para ustadz seringkali merangkai dua kata "taufik dan hidayah". Taufik adalah bertemunya keinginan manusia dengan keputusan-Nya, sedang Hidayah adalah petunjuk-Nya sekalipun tanpa ada keinginan dari kita sebagai hamba-Nya.

Dan belakangan ini aku tersadar. Aku terlalu sibuk dengan keakuanku. Kesadaran yang bermula dari tamparan kata kata, lalu beruntun percikan percikan di rongga kepala. Tersusun menjadi rangkaian. Belum utuh namun menuju untuk utuh.

Hari ini, istriku berkomentar saat aku sampaikan tentang egosentrisku ini, kata dia bahwa aku masih sibuk mencari pengakuan pengakuan yang sebenarnya tidak perlu. Kata pengakuan, ini menarik. Sepertinya kata inilah yang melatarbelakangi petualanganku. Bermain kata kata di dunia maya, membangun "Rumah Kata" seolah bervisi dan misi menyelamatkan kata dan mengoptimalkan fungsi kata dalam membangun diri. Padahal bisa jadi hanya sekedar pencarian pengakuan tentang hebatnya seorang Putu.

Kata-kataku yang seringkali dipuji dan punya penggemar tersendiri itu ternyata hanya "berdusta dalam keindahan" (kritik seorang teman yang mak jleb). Berindah indah dalam kata atau bahkan dulu aku menyebutnya sihir kata-kata untuk sebuah maksudnya yang mungkin tidak indah.

Nyeri memang, saat tersadar bahwa ternyata selama ini aku hanya mencari pengakuan namun yang sebenarnya aku dapat adalah gelar seorang pendusta dalam keindahan.

Ini tamparan dahsyat. Mungkin menjadi renunganku di akhir tahun ini.

Aku akhiri saja tulisan ini dengan pertanyaan: apakah pencarian pengakuanku ini juga serupa dengan penaklukan?

...dan Dia lebih tahu jawabannya.

**Bumiayu, Desember 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...