Selasa, 16 Desember 2014

Perbincangan

"Orang bisa saja mengabadikan satu momentum dengan jepretan kamera, atau mencatat dalam kalimat-kalimat di catatan harian, tapi aku tidak." Katamu pada suatu siang. "Aku lebih suka ini terjadi saja, lalu biarkan ingatanku yang mencatatnya."

Dan begitulah, banyak kejadian yang memang tak tercatat, tak tersimpan dalam foto, walau sebenarnya tentulah sudah tercatat oleh Raqib dan Atit. Dan ingatan kita menjaganya. Dengan skala penjagaan yang beragam. Tergantung seberapa istimewanya kejadian itu.

Keistimewaan suatu kejadian dipengaruhi oleh seberapa istimewa para pelakunya, juga suasana saat itu. Jika itu istimewa, maka setiap unsur dalam peristiwa itu menjadi "penuh makna". Seperti udara yang terhirup, suara yang berlarian di sekitar telinga, senyuman, pedal gas yang terinjak, aroma jalanan, bahkan endapan gula yang tersisa di dasar gelas. Semua seperti menjelaskan mengapa mereka di sana. Dan kita sebagai pelaku, sebagai para pembaca pesan-pesan itu tetap dingin membedah semua dengan pisau dingin akal sehat. Bahkan saat kita bahas tentang rasa, tentang gerak hati yang biasanya demikian dekat dengan subyektifitas, kita tetap tega mengiris irisnya jadi menu rasionalisasi dan objektifikasi.

Agar lebih seru, waktu coba kita hentikan. Walau tentu kita tak mampu. Kita hanya bisa abai atasnya, namun tetap saja ia bergerak.

Dan setiap kalimat tanyaku, kau jawab dengan kalimat yang diawali dengan kata "tergantung...". Kau memang seperti playmaker- pemain lapangan tengah di sepak bola, yang memiliki naluri menahan bola lalu mengubah arah bola. 

Perbincangan kita menjadi ledakan. Karena satu hal menjadi dua, lalu dua menjadi empat lalu empat menjadi enam belas.... seperti reaksi nuklir. Fragmen pendek itu menjadi bernas. Pekat oleh makna.

Sehingga tak ada ruang untuk bincang-bincang kubangan. Haha, istilah baru tentang comberan pikiran. Syetan tentu saja mengeluh. Ia kehilangan peran untuk merunyamkan suasana. 

Entahlah. Perbincangan ini nyata atau imajiner. Karena sesaat setelah aku tulis pun aku merasa ini bukan tentang apa yang terjadi, melainkan tentang apa yang terpikirkan. Jadi adakah fakta dalam berita atau hanya semata mata otak yang berkata?

Entahlah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...