Minggu, 12 November 2017

Memilih sepi

Berjalan pulang itu antaraku dengan isi kepalaku. Berapa capaianku hari ini, apakah aku benar benar bergerak, atau sekedar merasa bergerak?

Jika jawabannya nihil, gagal, aku jadi cemas.

Kesepian, itu berbeda dengan sepi. Kesepian itu serupa kutukan, sementara sepi bisa jadi memang pilihan kita.

Saat kota terlalu gaduh, saat nama terlampau banyak mengisi hari kita. Berdiam itu nyaman.

Berteduh saja.

Di bis angkutan kota, bersama banyak tulisan tersebar di gadget para penumpang.

Saling kini menjadi kata asing.
Masing masing.

Tradisi menutup pintu di dunia nyata, namun demikian terbuka di dunia maya.

Keheningan menjadi saat yang dirindu. Karena kata demikian banyak dibuat. Semena mena dilahirkan, dalam pikiran, tulisan, atau kata kata lisan.

Aku membutuhkanmu, untuk sekedar membaca riuh di dalam sepi pilihanku, senja ini.

Pancoran, 10/11/2017
Poetoe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...