Selasa, 31 Oktober 2017

kecewa

Lalu aku harus menulis lagi. Tentang rasa yang sesuai pesanan seorang teman: Kecewa. Kata apa yang pantas aku tuliskan untuk memulai gambaran tentang kecewa? mungkin harapan. Iya karena mula dari kecewa adalah harapan yang yang tak dapat menyata. Bayangkan saja jika tak ada harapan itu, tentu tak ada pula kecewa.

Tapi aku tak mau senaif itu. Khawatir ia merasa dipojokan, lalu ia akan menjawab, terus yang salah itu harapanku? dan mungkin banyak kalimat lain. Karenanya aku tak jadi memulai tulisan ini dengan membahas makna harapan. Aku justru mau berbincang tentang air di kolam.

Ada apa dengan air di kolam? Kolam ini kolam kecil di depan rumah. Endapan lumpur di dasarnya sudah cukup tebal, hingga anak ikan terkadang menyelam ke dalam lumpur saat ia bermain petak umpet dengan teman-temannya. Saat sirip ikan itu bergerak, lumpur terkoyak, lalu air kolam menjadi keruh. Akan semakin keruh saat anak ikan itu semakin masuk ke lumpur. Jika saat itu teman anak ikan melihat tentu akan ketahuan di mana anak ikan itu sembunyi, karena keruhnya ciptakan jejak. Beberapa saat setelah itu, lumpur kembali mengendap, air kembali jernih. Begitulah.

Lalu cerita macam apa ini, apa hubungannya dengan tema kecewa? Kecewa adalah kepakan sirip yang keruhkan air kolam, dan kecepatan air kolam kembali jernih dengan endapkan lumpur adalah kemampuan hati kita untuk sembuhkan sendiri kecewa itu.

Entahlah. Semoga ia tak kecewa saat membaca tulisan pesanannya....
jikapun kecewa, semoga keruhnya lumpur segera mengendap, dan air kolam kembali jernih. Aamiin.

Ruang kantor, 19/07/2017
Poetoe.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...