Senin, 17 Agustus 2015

Menulis seperti menuangkan dan membuang

Terbangun dini hari, dan di isi kepala banyak hal yang lalu lalang. Harus ada yang aku tuangkan agar tak penuh. Jika kepala ini serupa bejana aku tak ingin ia rusak karena beban yang berlebih. Menuangkannya perlahan dengan salah satunya adalah menulis di sini.

Menjadi paham, mengapa ada beberapa teman yang demikian sering menulis, mungkin mereka ingin mengurangi beban di kepala mereka. Walau ada satu hal yang menarik dari kegiatan menulis ini, yaitu pada apa yang kita tulis. Seperti detektif yang bisa menyelidiki kasus dengan mencermati tempat sampah seseorang. Apa yang mereka tulis itu serupa dengan apa yang mereka buang.

Ada yang rajin sekali menulis, bahkan sehari bisa memproduksi lebih dari lima tulisan. Biasanya berupa puisi dan temanya tak beragam. Cinta. Tentang cinta dan rumus turunannya: rindu, hasrat, resah, cemburu, gelora dan teman-temannya. Ini memberi gambaran tentang demikian cinta memenuhi isi kepalanya, hingga mesti ia buang. Wajar sebenarnya, seperti kata Plato, suatu hari cinta akan menjadikan seseorang menjadi penyair.

Ada pula yang rajin menulis, dengan genre yang beragam. Bahkan temanya pun beragam. Awalnya aku pikir ia jenis orang yang sembarangan membuang sampah pemikirannya. Namun belakangan tersadar, bisa jadi ia sedang menyebar mozaik. Sengaja tema tulisan acak agar tak mudah terbaca secara utuh. Sengaja membuat beberapa tulisan dengan gaya menulis yang mudah diterjemahkan. Ternyata seolah pertigaan yang tanpa rambu, membuat pembaca tersesat. Ini juga menarik.

Beberapa yang lain adalah para pembaca yang rajin 'copas' tulisan orang lain. Atau jika tidak men'copas', mungkin sekedar mengulas ulang apa yang pernah ia baca. Rasanya aku salah satunya. Dalam tulisan ini, hanya tentang membacai tulisan orang di sekitarku.

Apapun itu, aku niatkan ini sebagai sarana belajarku. Amati, tiru lalu modifikasi. Jurus ATM. Semoga tetap bermanfaat.

Aamiin

Poetoe/ 18 Agustus 2015. Dinihari.

2 komentar:

  1. taka da yg sia-sia om... apalagi membaca, walau hanya membaca tulisan sumpah serapah di belakang bak truk saat ngantor. tetaplah itu hikmah dan pelajaran... hehehe

    BalasHapus
  2. Iya mas... tak ada yg sia sia.

    "Barangkali kita harus memberi harga pada yang sia-sia, seperti kersik pada karang, lumut pada lokan...." (Goenawan Mohamad)

    Hehehe... matur nuwun mas

    BalasHapus

 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...