Jangan-jangan saat kita bilang orang lain keliru, justru kita yang keliru.
Karena secara fitrah cara pandang kita terbatas, memandang dengan jangkauan lebih pendek jika kita berdiri di tempat yang lebih rendah. Semakin tinggi posisi tentu semakin jauh jarak pandangnya.
Kepada para pengambil kebijakan, seringkali kita berpikir mereka keliru, karena kepentingan kita terganggu, padahal mungkin kepentingan yang menjadi dasar pengambilan keputusan itu adalah kepentingan yang lebih beragam. Kepentingan kita hanya salah satunya, atau bahkan bisa jadi tak diperhitungkan.
Apa lalu kita marah? Atau legowo saja.... ikuti sebisa kita. Terkadang manajemen tersadar salah saat efek keputusan terlihat belakangan. Dan itu wajar saja. Jika salah ya kebijakan itu diubah. "Gitu saja kok repot".
Sebenarnya ini perkara klasik, kecil tak tebaca besar terlalu dominan diperhitungkan. Detail tak terpikirkan, pandangan secara umum yang diperhitungkan. Tersesat dalam pengambilan keputusan itu hal biasa. Tak mengapa, selama bersegera diperbaiki.
Demikianlah. Entah.
karena kata adalah awal dunia; butuh ruang untuk memelihara "kata" sejak ada di "pikiran", "lisan", bahkan "tulisan".
Kamis, 06 Agustus 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Buku MADILOG, Materialisme, Dialektika dan Logika adalah buku karya Tan Malaka yang kaya. Berisi banyak pengetahuan. Tak kebayang buku ini...
-
Menjadi orang baik itu sederhana: Jangan marah. Jangan sakiti orang lain, buat orang di sekitar kita bahagia. Perbanyak menolong orang,...
-
Pertama menukil dari surat Kartini, tanggal 15 Agustus 1902, kepada Estelle Zeehandelaar: " Kami berhak untuk tidak menjadi bodoh.. ...
-
Mau tahu seperti apa siang ini menyapa? Ia dan matahari tenang, angin sopan membelai, dan aroma tanah basah harum menyeruak ke pangkal hidun...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar