Kesalahan itu racun, dan penawarnya adalah permohonan maaf.
Demikian juga dosa, disembuhkan olah permohonan ampunan-Nya.
Namun tak akan benar-benar sembuh tanpa sanksi atas kesalahan itu.
Sanksi tak sekedar menyembuhkan namun dapat pula memulihkan.
Sanksi atau hukuman itu minimal adalah rasa bersalah.
Rasa yang menyiksa adalah sanksi yang bisa menawarkan racun, menyembuhkan sakit dan memulihkan luka.
Pantaslah jika orang-orang saleh terdahulu lebih banyak menangis dari pada tertawa. Mereka memelihara rasa bersalah itu sebagai energi perbaikan.
Bagaimana rasa bersalah itu dipelihara? Mungkin dengan ingatan atas sanksi yang semestinya diberlakukan... karena Dia maha pengampun sehingga banyak aib dan kesalahan kita yang terlipat rapi. Tersembunyikan. Seandainya diungkap semua dosa tentu buruk sekali wajah kita. Penuh aib dan dosa. Jika pun sanksi atas dosa kita diberlakukan mungkin kita tak sanggup lanjutkan hidup.
Karenanya saat aib tersimpan dan sanksi atas dosa terampuni, maka kita harus bersyukur. Bersyukur dengan tetap menyimpan rasa bersalah itu hingga tak lagi pongah untuk sesumbar dan berlagak bahwa dosa begitu mudah kita abaikan.
Dengan segala dosa dan aib ini... maka masih pantaskah kita bahagia?
Jika kita pandang bahagia adalah asasi, maka tentu tentu jawaban kita saat ditanya masih berhak kah kita bahagia? Adalah masih berhak.
Namun saat pertanyaannya masih pantaskah kita bahagia dengan segala dosa dan aib ini?
Mungkin kita terdiam. Dan menjawabnya dengan air mata. Hanya air mata.
Poetoe/ 14 Agustus 2015
(Jelang 40 tahunku)
karena kata adalah awal dunia; butuh ruang untuk memelihara "kata" sejak ada di "pikiran", "lisan", bahkan "tulisan".
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Buku MADILOG, Materialisme, Dialektika dan Logika adalah buku karya Tan Malaka yang kaya. Berisi banyak pengetahuan. Tak kebayang buku ini...
-
Menjadi orang baik itu sederhana: Jangan marah. Jangan sakiti orang lain, buat orang di sekitar kita bahagia. Perbanyak menolong orang,...
-
Pertama menukil dari surat Kartini, tanggal 15 Agustus 1902, kepada Estelle Zeehandelaar: " Kami berhak untuk tidak menjadi bodoh.. ...
-
Mau tahu seperti apa siang ini menyapa? Ia dan matahari tenang, angin sopan membelai, dan aroma tanah basah harum menyeruak ke pangkal hidun...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar