Senin, 17 Agustus 2015

Beda pendapat

Berbeda pendapat adalah satu hal yang tak bisa dihindari. Karena cara berpikir manusia memang berbeda beda. Setiap pendapat dipengaruhi latar belakang, sejarah, masa lalu dan mungkin juga harapan dan kepentingan yang bersangkutan.

Seperti kemarin saat pertemuan wali murid di sekolah anak, seorang ibu berpendapat tentang pentingnya keseriusan pihak sekolah dan orang tua dalam menyambut ujian kelulusan anak di kelas 6. Dia menganalogikan "perang". Atas langkah-langkah yang dia usulkan sebenarnya aku sepakat, namun pada pengistilahan "perang" itu yang membuat aku tergoda ikut berpendapat. Aku tunjuk tangan.

Aku sampaikan, kekhawatiranku sebagai orang tua, bukan atas jeleknya nilai ujian anakku melainkan pada stres sang anak atas suasana seram ujian yang dibangun secara sistemik ini. Beberapa orang tua murid lain ternyata sepakat. Diskusi pun berkembang, menjadi dua kubu. Satu sisi kubu ibu penanya pertama, yang mendapat dukungan dari kepala sekolah yang juga berpendapat bahwa anak-anak sekarang lebih butuh "disiplin" ketimbang belajar yang asik-asik saja. Sementara di satu sisi, beberapa orang tua murid yang lebih mengkhatirkan kondisi psikologis anak, atas ujian yang seolah demikian menyeramkan padahal ujian itu hanya sebagian proses belajar yang harus mereka jalani.

Setelah pertemuan, aku jadi berpikir banyak hal. Sebenarnya cara mana yang lebih efektif untuk anak kita? Mungkin memang benar yang disampaikan kepala sekolah bahwa ketegangan itu dibutuhkan untuk menanamkan kedisiplinan dan motivasi anak. Namun dalam hati aku masih ingin berbantah lebih lanjut tentang motivasi anak yang lebih asasi, bukan stres dan rasa takut melainkan cinta ilmu. Cinta atas ilmu yang demikian kuat akan membuat sang anak lebih enjoy dalam belajar. Proses pemahaman atas filosofi ilmu ini yang butuh keseriusan. Karena memang tak mudah. Namun tak mudah tidaklah bermakna tak mungkin.

Cara belajar asik ini akan aku bahas lebih dalam pada tulisan khusus. Untuk saat ini, aku justru lebih terpikir bahwa beda pendapat itu memang perlu. Dan pelajaran dari beda pendapat itu adalah bagaimana kita menyikapinya. Bagaimana kesiapan sikap kita saat keputusan hasil rapat berbeda dengan pandangan kita. Agar selalu siap dengan hasil rapat, maka kita butuh dasar pemikiran yang tepat, paling tidak: mereka bisa saja benar, dan kita bisa saja salah.

Bisa jadi Alloh memberi petunjuk kepada kita dari pihak yang berbeda pendapat dengan kita. Petunjuk bahwa kita keliru. Jadi teringat hikmah berbanyak istighfar dan bahayanya sombong. Istighfar adalah merasa bersalah dan memohon ampun, mengingatkan kita untuk selalu memohon ampunan atas kekeliruan kita. Demikian pula sombong menjadi berbahaya, karena merasa kita benar dan hebat itu pada akhirnya akan menjerumuskan kita pada kesesatan yang nyata.

Wallohu a'lam.

Poetoe / 17 Agustus 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...