Kamis, 16 Maret 2017

Nyawa#5

Sambil membaca buku putu wijaya, di bis kota, selepas senja,
melirik ke kaca jendela, bayangan diri.
Tirus.
Dahi kecil.
Banyak tanda raut wajah tak cerdas.
Padahal dulu selalu merasa kecerdasan adalah sisi positifku.
Mungkin memang sudah habis.
Atau seperti juga nilai asset, harus mengalami penyusutan dan amortisasi.

Mungkin memang sesuai dengan akuntansi,
hidup hanya perkara mengelola saldo.
Memanfaatkan sisa.

Lalu kesadaran atas sisa waktu yang tak banyak inilah yang menguras air mata.
Seperti saat ber-tilawah, membaca Firman-Nya, bertemu dengan ayat tentang hukumNya yang telah aku langgar, maka tercekat, tiba-tiba kehilangan energi. Tak kuat untuk lanjutkan.
Namun sesuai nasehat pak Mawardi, guru ngaji pertamaku dulu, jangan mudah berhenti saat tilawah, karena di situlah godaannya.
Dan benar, di ayat berikutnya ada kalimat "...dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." Nyesss.
Sejuk dan sugar.
Lalu air mata.

Demikianlah, menjalani sisa ini memang harus dalam pemahaman yang benar atas tempat dan kesempatan.

Bis 9 BT (Uki-Bekasi Timur), 13/03/2017
Poetoe.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...