Masalah kita justru dimulai saat kita merasa memberi terlalu banyak.
Biasanya berlanjut dengan anggapan bahwa kita menerima terlalu sedikit.
Lalu lahirlah tuntutan atas hak, dengan disertai beberkan daftar
pengorbanan kita.
Saat itu juga, ikhlas kehilangan kekuatan.
Hidup menjadi adonan hambar, jual beli pengorbanan yang naif. Kita
tiba-tiba berubah menjadi sekumpulan bocah tanpa malu, berebut harga
diri, padahal sejak kita "merasa" telah berkorban terlalu banyak itu,
diri mungkin tak lagi berharga.
Mungkin memang harus duduk diam
sesaat, menunduk saja. Menghadirkan kerendahan hati. Benarlah batu mulia
terkeras itu ada di dasar bumi terdalam. Demikian pula hati.
Merendahlah. Merendahlah.
Mengalahlah.
Masalah
selesai dengan merendah. Karena saat hujan peluru itu, tiarap akan
menyelamatkan. Berdiri gagah pongah yang membuat terbunuh.
Bekasi, 20/03/2017
Poetoe
Senin, 22 Mei 2017
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...
-
Menjadi orang baik itu sederhana: Jangan marah. Jangan sakiti orang lain, buat orang di sekitar kita bahagia. Perbanyak menolong orang,...
-
BAB 1 CAHAYA (Hari ke-1) Kebenaran sebagai Aksioma, Kebenaran seperti a ksioma, merupakan sebuah pernyataan yang sudah pasti kebenaran...
-
Belajar beberapa hal di beberapa hari ini. Tentang perencanaan yang matang atas segala sesuatu, bahkan gerak hati. Hehe.. aneh memang, gerak...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar