Rabu, 24 Juni 2015

Remah remah

Menjadi remah-remah saja adalah proses belajar. Belajar menghindar dari penyakit hati.
Terlalu sering nampak dan ingin hebat itu berbahaya. Kadang keinginan bersegera menyalahkan itu menggoda. Lalu biasanya asyik sibuk membangun citra diri.

Memang nikmat bermain di wilayah terang, menang, sukses, dan populer. Namun bahayanya mengancam. Merasa pantas menang itu mudah menjadi meremehkan. Lalu tumbuh menjadi pongah.

Gejala awalnya demikian lembut, hanya rasa tak nyaman mendapat kritik, atau kadang rasa direndahkan. Rasa direndahkan itu bukti diri merasa tinggi. Bahkan rasa berhasil merendah itupun benih tinggi hati.

Karena sebenarnya kita memang butuh di bawah untuk melihat lebih banyak. Benar-benar di bawah bukan sekedar merasa.

Padahal kesombongkan apa yang pantas kita pertontonkan?
Merasa pintar, sementara ketidaktahuan kita jauh lebih banyak dari pengetahuan kita.
Kesalahan kita terlampaui banyak. Karena benarnya kita pun beranjak dari kesalahan-kesalahan kita masa lalu.
Kedekatan kita padaNya pun bermula dari kesadaran atas banyaknya dosa-dosa kita.
Aib kita terlampau banyak. Dan hanya karena Dia tutupilah kita masih memiliki harga.

Saat jelang senja di bulan puasa, adalah tepat untuk memohon ampun.
Sebagai hamba hina, rendah dan kotor. Mengiba padaNya Yang Agung, Tinggi dan Suci. Mengiba.
Kita hanya remah remah dari keagungan Cahaya-Nya. Meleburlah saja....

Poetoe...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...