Catatan dini hariku, sepulang ronda:
Beberapa guru tidak menjadi pemimpin, bukan karena tak mau namun memang mengaku tak mampu.
Guru bicara ilmu. Objektif, normatif. Jelas mana benar mana salah. Sementara pemimpin harus berani ambil keputusan. Terkadang mungkin salah.
Menjadi pemimpin bisa jadi tak disukai, bisa jadi salah langkah. Terkadang memang harus berani pertaruhkan mana yang lebih tak berisiko.
Pemimpin yang masih sibuk dengan citra dirinya tak layak dipanggil pemimpin. Panggil saja ia pesolek. Topeng.
Pemimpin itu mestinya berjiwa besar. Memandang utuh atas semua. Hingga menelan seluruh masalah kecil di depannya menjadi lenyap.
Bukannya abaikan yang praktis dan efektif, namun pemimpin akan lebih perhatikan strategik dan visi jauh ke depan.
Bahkan idealnya, pemimpin itu: praktis agar efektif, strategis agar terarah, dan juga seni dengan penuh cita dan rasa.
(Terinspirasi obrolan di saat ronda)
karena kata adalah awal dunia; butuh ruang untuk memelihara "kata" sejak ada di "pikiran", "lisan", bahkan "tulisan".
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Bisa Jadi Prolog
"Jika benar kau pemerhati hal-hal sederhana, maka apa yang paling tercatat di mula pertemuan kita dulu?" Mungkin jawabannya adalah...
-
Buku MADILOG, Materialisme, Dialektika dan Logika adalah buku karya Tan Malaka yang kaya. Berisi banyak pengetahuan. Tak kebayang buku ini...
-
Menjadi orang baik itu sederhana: Jangan marah. Jangan sakiti orang lain, buat orang di sekitar kita bahagia. Perbanyak menolong orang,...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar