Rabu, 15 September 2010

mengelola emosi [ekspresi keimanan]

Beberapa hari ini, emosi keimanan teruji. Di Ciketing belum juga usai, muncul hal baru di Springfield. Kesemuanya memicu "adrenalin". Memang benar kata Prof. Dr. Mukti Ali (bapak perbandingan Agama) bahwa tidak ada yang lebih membuat kita emosional kecuali itu tema agama, tema tentang keyakinan. Berarti memang sudah wajar reaksi hati itu muncul. Masalah kita sekarang adalah bagaimana mengelolalnya.

Menahan diri itu serupa berlayar di lautan penuh ombak. Ini adalah tentang bagaimana aku (ego) itu mampu menguasai diri (self). Ada beberapa resep (aku mencomotnya dari beberapa sumber):

1. Lakukan objektifikasi; dudukan masalah secara rasional. Pikirkan sebanyak mungkin kemungkinan-kemungkinan yang ditimbulkan jika gelora hati itu kita biarkan menerpa jiwa. Tapi biasanya, kita menjawab... ya gimana dong, namanya juga lagi emosi... hehehe... karena itu perlu cara kedua;

2. Pastikan kita tetap dalam barisan; biasakan kita bergerak bersama. Kita butuh teman dalam mengelola emosi kita. Nasehat mereka itu yang kadang lebih mujarab, karena mungkin mereka memandang kita secara lebih transeden. Ingat, ketika badai menghantam kapal, seorang nahkoda tak mungkin bisa selamatkan kapal jika ia bekerja seorang diri. Harus ada para awak kapal, yang secara profesional bekerja sesuai dengan kapasitasnya masing-masing.

Entahlah, tapi paling tidak... memikirkan dua hal di atas, membuat saya lebih tenang malam ini. Emosi sih iya... tapi berharap ekspresi kemarahan kita itu tidak memicu masalah baru. Bukankah kita sedang mencari solusi?

Wallohu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Akhirnya buku "percakapan tentang rindu dan waktu" tiba di rumah, siap dikirim buat teman-teman yang sudah pra pesan. Seneng rasan...