kau tahu bagaimana siang ini bercerita tentang kita
tentang kesepian yang mencari cari peran
tentang kesetiaan yang mengembangkan maknanya
juga tentang rindu yang tak pantas
masihkah kau ingat bagaimana pembatas jalan itu menjadi saksi
menunggu kita seolah jaring nelayan menanti hati ini tertangkap
sedang rahasia ini kapan pula kan tersingkap
wajah kita serupa buku-buku yang mengharap terbaca
bagaimana bisa disudahi
jika tanda birama atas masa tak lagi berbatas
hanya lupa
hanya pedih yang menyerpih
kita hanya barisan kesedihan
menggelar pawai
di jalan-jalan kesendirian
arwah-arwah pun beterbangan
Kemang, 25/07/2019
Poetoe
karena kata adalah awal dunia; butuh ruang untuk memelihara "kata" sejak ada di "pikiran", "lisan", bahkan "tulisan".
Jumat, 26 Juli 2019
Rabu, 24 Juli 2019
Malam purnama
seperti malam saat purnama nyaris kehilangan cahaya
dan serigala jalang bernyanyi di atas jalan layang
berkejaran hasrat dalam putaran roda mobil
waktu beku seperti pembaca puisi yang kaku
di parkiran stasiun itu binar-binar mata menjadi kunang-kunang
bahagia itu warna yang tak mudah kau sembunyikan
lalu menjadi kupu-kupu warna biru
menyesap madu di bangunan kota tua, kering.
bersenandung di remang-remang
membangun kepalsuan berbekal kerinduan
cinta yang tersekap dalam dekap senyap
hanya membara di ruang-ruang diam
aku dan kau di bawah purnama
menemani kesepian yang terkepung riuh
mencandai dusta yang membiasa
mentertawakan keinginan yang berguguran tersapu kenyataan
aku dan kau meraung gaungkan bimbang
menatap langit pucat
dan angin kencang menyayat
melukai harga diri menciderai pilar hati.
Pancoran, 22/07/2019
Poetoe
dan serigala jalang bernyanyi di atas jalan layang
berkejaran hasrat dalam putaran roda mobil
waktu beku seperti pembaca puisi yang kaku
di parkiran stasiun itu binar-binar mata menjadi kunang-kunang
bahagia itu warna yang tak mudah kau sembunyikan
lalu menjadi kupu-kupu warna biru
menyesap madu di bangunan kota tua, kering.
bersenandung di remang-remang
membangun kepalsuan berbekal kerinduan
cinta yang tersekap dalam dekap senyap
hanya membara di ruang-ruang diam
aku dan kau di bawah purnama
menemani kesepian yang terkepung riuh
mencandai dusta yang membiasa
mentertawakan keinginan yang berguguran tersapu kenyataan
aku dan kau meraung gaungkan bimbang
menatap langit pucat
dan angin kencang menyayat
melukai harga diri menciderai pilar hati.
Pancoran, 22/07/2019
Poetoe
Penandak memberi tanda
bergerak dalam irama
liuk liuk daun tertiup angin
melempar ujung mata seolah ujung cemeti
mengisi setiap birama dengan energi sepenuh hati
menangisku dalam rima
kesedihanku lebur dalam nada
langkah kaki hentak hentak bumi
gundah hati pun menepi
cerita yang usang
cinta yang purna
hanya sisa sisa
bagaimana bisa bertahan
menarilah dalam taburan detik yang berguguran
waktu tak terhenti, mengalir deras masa
bekas yang tersisa hanya genang kenangan
jejak yang tertinggal hanya air mata
Bekasi, 20/07/2019
Poetoe
liuk liuk daun tertiup angin
melempar ujung mata seolah ujung cemeti
mengisi setiap birama dengan energi sepenuh hati
menangisku dalam rima
kesedihanku lebur dalam nada
langkah kaki hentak hentak bumi
gundah hati pun menepi
cerita yang usang
cinta yang purna
hanya sisa sisa
bagaimana bisa bertahan
menarilah dalam taburan detik yang berguguran
waktu tak terhenti, mengalir deras masa
bekas yang tersisa hanya genang kenangan
jejak yang tertinggal hanya air mata
Bekasi, 20/07/2019
Poetoe
Simponi pejalan malam
para pejalan malam bergegas ke atas bukit
bersenandung bait bait mimpi
berbekal sekantung doa dan air mata
mana makna mana makna
para pejalan malam menebar kata kata di sepanjang lini usia
seperti benih tersemaikan
menjadi lintas pikir ide dan gagas
menggumpal jadi niat lalu tekad
para pejalan malam merapal mantra cinta
lalu wajah wajah dan lambaian tangan mengiringi
walau ada aral iri juga dengki
pula jebakan angkuh dan kesombongan
para pejalan malam berhenti di puncak bukit
menatap rembulan yang pucat
membiarkan bulir bulir keringat yang menetes
tak semua sanggup kita ingat
tak semua mampu kita pahat jadi kenangan
berguguranlah di tanah basah
senyum hangat dan lekat tatap
genggam juga rengkuh
luruh saja di tanah basah bersemak perdu.
tapi yakinlah itu tak sia sia
Bekasi, 20/07/2019
Poetoe
bersenandung bait bait mimpi
berbekal sekantung doa dan air mata
mana makna mana makna
para pejalan malam menebar kata kata di sepanjang lini usia
seperti benih tersemaikan
menjadi lintas pikir ide dan gagas
menggumpal jadi niat lalu tekad
para pejalan malam merapal mantra cinta
lalu wajah wajah dan lambaian tangan mengiringi
walau ada aral iri juga dengki
pula jebakan angkuh dan kesombongan
para pejalan malam berhenti di puncak bukit
menatap rembulan yang pucat
membiarkan bulir bulir keringat yang menetes
tak semua sanggup kita ingat
tak semua mampu kita pahat jadi kenangan
berguguranlah di tanah basah
senyum hangat dan lekat tatap
genggam juga rengkuh
luruh saja di tanah basah bersemak perdu.
tapi yakinlah itu tak sia sia
Bekasi, 20/07/2019
Poetoe
tertambat padamu
detik melambat
suara suara senyap
tombol pause dan mute
ditekan sekaligus
alis mata
senyum manis
pijar menyala
indah bermekaran
tertambat
tak lagi ada hebat
semua lenyap
genangan pesonamu merekat ikat
Juli 2019
Poetoe
suara suara senyap
tombol pause dan mute
ditekan sekaligus
alis mata
senyum manis
pijar menyala
indah bermekaran
tertambat
tak lagi ada hebat
semua lenyap
genangan pesonamu merekat ikat
Juli 2019
Poetoe
Panggung terbuka
lampu terang melumat wajah kita
benderang; bahkan nyaris bayangan tak punya ruang
tanpa pura-pura
tanpa basa basi
jalang saja
apa adanya
kata kata kasar melukaimu melukai kita
merobek sibak tabir
kebenaran dilahirkan
kebenaran terbit
nyanyian kejujuran
tarian ketulusan mengiringinya
nada nada sederhana jelas detak iramanya
tanpa crescendo yang berlebihan
bosan kita oleh genitnya kerumitan
mual kita oleh centilnya lawakan nalar
berdirilah kita
para kroco yang tabuhkan lagu lagu merdeka
di tengah panggung terbuka
dan langit menganga
dunia pun tertawa
Bekasi, 05/07/2019
Poetoe
benderang; bahkan nyaris bayangan tak punya ruang
tanpa pura-pura
tanpa basa basi
jalang saja
apa adanya
kata kata kasar melukaimu melukai kita
merobek sibak tabir
kebenaran dilahirkan
kebenaran terbit
nyanyian kejujuran
tarian ketulusan mengiringinya
nada nada sederhana jelas detak iramanya
tanpa crescendo yang berlebihan
bosan kita oleh genitnya kerumitan
mual kita oleh centilnya lawakan nalar
berdirilah kita
para kroco yang tabuhkan lagu lagu merdeka
di tengah panggung terbuka
dan langit menganga
dunia pun tertawa
Bekasi, 05/07/2019
Poetoe
Selasa, 02 Juli 2019
tiba tiba
tiba tiba aku ingin melihatmu, seperti ujung daun yang
menunduk oleh beban embun dan kembali bergoyang ke arah cahaya mentari
seperti dulu, aku masih tak sanggup buktikan
terlalu banyak kata-kata yang haus ditebus oleh kenyataan
terlalu lama waktu memenjara kita
tiba tiba aku rindu, terseduh dalam cangkir teh hangat
pagi itu
dan waktu bisu
dan aku malu
seperti angin yang bertiup lalu
tiba tiba aku ingin bertemu, seperti ada bisikan bahwa
kau harus aku sapa
seperti curiga
bahwa dunia akan mencideraimu lagi
bahwa warta akan mendustaimu lagi
tiba tiba aku sepi
sangat sepi
Tugu Pancoran, 03/07/2019
Poetoe
Langganan:
Postingan (Atom)
Buku MADILOG, Materialisme, Dialektika dan Logika adalah buku karya Tan Malaka yang kaya. Berisi banyak pengetahuan. Tak kebayang buku ini...
-
Menjadi orang baik itu sederhana: Jangan marah. Jangan sakiti orang lain, buat orang di sekitar kita bahagia. Perbanyak menolong orang,...
-
Pertama menukil dari surat Kartini, tanggal 15 Agustus 1902, kepada Estelle Zeehandelaar: " Kami berhak untuk tidak menjadi bodoh.. ...
-
Mau tahu seperti apa siang ini menyapa? Ia dan matahari tenang, angin sopan membelai, dan aroma tanah basah harum menyeruak ke pangkal hidun...