Tersenyum itu indah. Senyum dengan makna apapun. Bahkan senyum sinis pun menarik jika melihatnya sebagai ekspresi dari pemain sinetron yang perankan tokoh antagonis. Apalagi kalau itu senyum manis, pastilah indah dan menarik.
Ekspresi adalah simbol, sebagai lambang atas pesan yang terkandung di dalamnya. Demikian halnya senyuman, terkadang adalah simbol yang mempesona atas pesan kebahagiaan yang tak kalah mempesona. Seperti senja ini, di tengah himpitan penumpang busway aku menikmatinya. Senyuman manis wanita yang asyik dengan gadgetnya, bisa jadi ia sedang dilanda cinta dengan lawan chatingnya, atau mungkin pula geli atas canda teman-temannya di group WA-nya. Apapun itu, rasanya pesannya jelas bahwa mereka sedang bahagia.
Jadilah aku pencuri atas pesan itu. Ikut bahagia atas kebahagiaan mereka. Pencurian yang mungkin tak terpenuhi secara definisi, karena bisa jadi memang tak ada yang dirugikan. Kebahagiaan memang benda yang cepat berkembang biak. Saat tercuri ia justru menggandakan diri. Yang mengambil menikmati, yang terambil pun tak berkurang bahagianya.
Indahnya, saat sibuk perhatikan senyum-senyum itu, yang aku dapatkan adalah banyak alasan untuk ikut tersenyum. Kebahagiaan menyebar penuhi ruangan.
Hmmmm....
Poetoe / 7 September 2015
Catatan pulang kantor.
karena kata adalah awal dunia; butuh ruang untuk memelihara "kata" sejak ada di "pikiran", "lisan", bahkan "tulisan".
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Buku MADILOG, Materialisme, Dialektika dan Logika adalah buku karya Tan Malaka yang kaya. Berisi banyak pengetahuan. Tak kebayang buku ini...
-
Menjadi orang baik itu sederhana: Jangan marah. Jangan sakiti orang lain, buat orang di sekitar kita bahagia. Perbanyak menolong orang,...
-
Pertama menukil dari surat Kartini, tanggal 15 Agustus 1902, kepada Estelle Zeehandelaar: " Kami berhak untuk tidak menjadi bodoh.. ...
-
Mau tahu seperti apa siang ini menyapa? Ia dan matahari tenang, angin sopan membelai, dan aroma tanah basah harum menyeruak ke pangkal hidun...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar