Dari sesuatu menjadi bukan apa-apa. Adalah ungkapan tentang proses kehilangan makna. Entahlah.... mungkinkah hilang? Atau sekedar perubahan wujud? Bukankah air tak lalu hilang saat berubah menjadi uap, lalu menyatu dengan awan, dan pada akhirnya akan kembali turun ke bumi sebagai hujan.
Mungkin tak ada yang lalu moksa, sirna, atau raib.... hanya mengada sebagai wujud yang lain.
Apakah sunyi lalu berubah gaduh itu maka sunyi menepi, memberi ruang pada kegaduhan, atau sunyi dalam wujud lain itu adalah kegaduhan? Sebagai interlude dalam sebuah lagu, selalu ada jeda di setiap birama.
Mungkin juga kita.
Adalah birama yang menyediakan jeda berupa interlude, yang melengkapi irama. Karena bagaimana mugkin ada irama, jika tak ada jeda. Bukankah irama itu rangkaian jeda-jeda yang berulang secara indah.... mungkin indahnya karena pengulangannya serupa dengan detak jantung kita, atau bisa juga karena jeda itu serupa sapuan buih di pantai yang ajeg, atau serupa dengan senyummu yang datang berulang di setiap rangkaian hari?
Mungkin saja ini tentang kita. Tapi entahlah.
karena kata adalah awal dunia; butuh ruang untuk memelihara "kata" sejak ada di "pikiran", "lisan", bahkan "tulisan".
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Buku MADILOG, Materialisme, Dialektika dan Logika adalah buku karya Tan Malaka yang kaya. Berisi banyak pengetahuan. Tak kebayang buku ini...
-
Menjadi orang baik itu sederhana: Jangan marah. Jangan sakiti orang lain, buat orang di sekitar kita bahagia. Perbanyak menolong orang,...
-
Pertama menukil dari surat Kartini, tanggal 15 Agustus 1902, kepada Estelle Zeehandelaar: " Kami berhak untuk tidak menjadi bodoh.. ...
-
Mau tahu seperti apa siang ini menyapa? Ia dan matahari tenang, angin sopan membelai, dan aroma tanah basah harum menyeruak ke pangkal hidun...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar