Senin, 03 Desember 2012

angin....



Angin
Perih di mata
Kerikil terserak
Rumah kerang
Suara laut
Tak ada makna saat tak ada yang beri nama
Setelah bernama, ia “ada”
Tak bisa serta merta di”tiada”kan

Senja, pagi, atau hujan
Aromanya saja sudah berbeda
Karena rahsa kental di seluruh detik detak waktu
Boleh saja kau tekan “ignore”, tapi apa ia lalu tak ada?

Angin
Perih di mata
Sedih menggunung
Kesadaran menabik dari telaga
Kecipak air
Menangislah alam
Menangislah alam
Dusta dikenakan pada jiwa
Padahal ia enggan
Lalu
Menangislah langit
Menangislah langit

Angin
Iya, angin yang menampar sangat keras
Dan darah di hidung
Hanya lantunan syair anyir
Anyir darah sendiri
Penuhi ruang benak
Mati.
Oleh kenangan yang dibungkam duga

Angin
Iya, angin yang bersenandung
Nadanya tenang
Nadanya tenang
Sangat tenang
Karena bisu itu pun nada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...