Jumat, 30 November 2012

Sajian Hujan.

Betapa kenyangnya, saat menu "hujan" disajikan. Demikian lengkap; ada kerinduan yang terhenti, ada dusta yang tersapu rintik air, ada kilatan mata rela, sayang, juga marah. Semua memang tentang hujan.

Satu waktu yang selalu saja bernas makna. Rintiknya seperti nyanyian, anginnya desau nafas alam, dinginnya tarian rasa di balik kulit ari, dan geletar petirnya merobek nyali, porandakan sepi.

Kehangatan menjadi kemewahan, tebal jaket bertarung dengan deru AC; genggaman bertikai dengan angin bercampur air, dan percakapan penuh marah dan kesal berhadapan dengan galau yang sepi.

Ini yang kesekian kalinya "hujan" menampar-namparku. Ini yang kesekian kalinya "hujan" menarikku ke suasana aneh ini.... dan rintiknya terkadang menjadi abai oleh gelisahnya hati, yang mati-matian bertarung dengan sepi.

Aku berharap kau juga mencatat ini. Bahwa selalu saja ada satu waktu, di mana kita bisa menari dalam percakapan galau, sedang alam bernyanyi dalam melodi deras hujan, dan irama gemuruh angin dan dentam gelegar halilintar. Aku mencatatnya, rapih dalam ingatan. Bahwa aku pernah di sini, dalam birama ini, dan tetap bertahan dalam nada dasar ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...