Selasa, 10 Juli 2018

sekoci (2)

di kabin kapal yang gelap, terayun ayun ombak sepanjang waktu, dan hanya meringkuk di sudut.
menangis adalah lagu abadi, saat lelah melahirkan pasrah, saat kesal menggumpal, saat kecewa penuhi jiwa.

ku dengar derak tiang layar patah, bertabur jeritan, ombak keras menampar lambung kapal. seperti tamparan kenyataan atas mimpi, seperti dusta yang tersibak, seperti dosa yang perlahan membelit menggurita.

maka lagu apalagi selain tangis yang aku bisa nyanyikan?
dalam badai yang sebadai badainya, dalam gelap yang segelap gelapnya, hanya nyaring nurani yang terus mencoba menyanyikan tangis. melengking menjijikan

hingga saat lengan perkasa itu menarik paksa
melemparkanku ke sekoci itu.
meringkuk lagi.

Jakarta, 09 Juli 2018
Poetoe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...