di kabin kapal yang gelap, terayun ayun ombak sepanjang waktu, dan hanya meringkuk di sudut.
menangis adalah lagu abadi, saat lelah melahirkan pasrah, saat kesal menggumpal, saat kecewa penuhi jiwa.
ku
dengar derak tiang layar patah, bertabur jeritan, ombak keras menampar
lambung kapal. seperti tamparan kenyataan atas mimpi, seperti dusta yang
tersibak, seperti dosa yang perlahan membelit menggurita.
maka lagu apalagi selain tangis yang aku bisa nyanyikan?
dalam
badai yang sebadai badainya, dalam gelap yang segelap gelapnya, hanya
nyaring nurani yang terus mencoba menyanyikan tangis. melengking
menjijikan
hingga saat lengan perkasa itu menarik paksa
melemparkanku ke sekoci itu.
meringkuk lagi.
Jakarta, 09 Juli 2018
Poetoe
Selasa, 10 Juli 2018
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...
-
Menjadi orang baik itu sederhana: Jangan marah. Jangan sakiti orang lain, buat orang di sekitar kita bahagia. Perbanyak menolong orang,...
-
BAB 1 CAHAYA (Hari ke-1) Kebenaran sebagai Aksioma, Kebenaran seperti a ksioma, merupakan sebuah pernyataan yang sudah pasti kebenaran...
-
Belajar beberapa hal di beberapa hari ini. Tentang perencanaan yang matang atas segala sesuatu, bahkan gerak hati. Hehe.. aneh memang, gerak...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar