Seperti seorang nelayan.
Hanya bisa memandang lautan pengetahuan sebatas mata memandang..tetapi hanya setitik dari lautan yg sangat luas dimana dia tambatkan jaringnya..
Ketidaktahuan adalah lautan yang luasnya tak terhingga
Pengetahuan adalah ikan yang hanya ada di sekitarnya
Pemahaman adalah jaringnya
Keyakinan adalah bahteranya..
Bayangkan jika perahu tradisional nelayan itu diganti kapal yang lebih besar dengan perlengkapan lengkap dan super canggih...
Tentunya bentangan jaring akan lebih luas
Ikan-ikan lebih mudah dijaring
Daya pandang menjadi lebih luas walaupun tidak akan sampai ke ujung batas lautan yang luasnya tak terbatas...
Lalu sudahkah kita perhitungkan faktor-faktor atau variabel-variabel diluar dari pengetahuan, pemahaman dan keyakinan yang masih masuk dalam ketidaktahuan?
Seperti ombak kehidupan yang mampu mengombang ambing sebuah bahtera, angin yang siap mengoyak layar kebesaran...badai lautan ganas yang sewaktu waktu bisa menelan bahtera dan menenggelamkannya hingga ke dasar lautan..
Atau bisa jadi semua faktor tersebut yang menempa sebuah bahtera menjadi lebih kuat dan tangguh...
Ketakutan terlahir dari ketidaktahuan. Seperti anak yang takut akan gelap karena dalam gelap pengetahuan atas ruang yang ia pijak sangat terbatas.
Sebaliknya, keberanian lahir dari pengetahuan. Seolah suluh yang menyala, setiap langkah kaki menjadi yakin karena ia mengetahui apa yang terjadi. Mungkin juga karena ia tahu seberapa risiko dan terukur semua potensinya.
Demikianlah pula nelayan yang berani menerjang ombak lalui lautan ketidaktahuan itu.... setiap riak air yang ditembus buritan kapal itu menjadi tersibaknya ketidaktahuan oleh pengetahuan..... ilmu yang menerangi.
Ketidaktahuanku tentangmu pun kegelapanku. Aku ingin terus menelusurimu. Setiap jengkalmu.... setiap perubahan ekspresimu, setiap gelegak rasamu.
Karena keberanianku menembus gelapmu adalah suluh pengetahuanku tentangmu....
Meski sesekali kakiku terperosok dalam lubang jalan, meski sesekali dahiku terantuk atap gua karena demikian gelapnya..... namun sesaat kemudian kornea mataku segera beradaptasi dalam gelapmu.
Luka tak mengapa, karena itu harga untukku mengerti tentangmu.
Maafkan aku, terlampau lambat belajar tentangmu.
karena kata adalah awal dunia; butuh ruang untuk memelihara "kata" sejak ada di "pikiran", "lisan", bahkan "tulisan".
Rabu, 15 April 2015
lautan ketidaktahuan 1
Jelang tengah malam malah kepikiran ini....
Skema tetang "ketidaktahuan"
Terkadang kita kelewat menggebu bahas lingkaran terkecil.... ialah keyakinan, sehingga melupakan ruang yang jauh lebih luas... lautan ketidaktahuan.
Seperti seorang nelayan...cuma bisa memandang lautan pengetahuan sebatas mata memandang..tetapi hanya setitik dari lautan yang sangat luas dimana dia tambatkan jaringnya..
Kesadaran atas Kemahatahuan Alloh itulah yang melahirkan kesadaran betapa kecil pengetahuan kita....
Pada sudut pandang itu, kita bisa merasakan bahwa energi keimanan itu adalah energi ketidakberdayaan.
Ketidakberdayaan yang membuat kita bersandar.
Membuat kita menyerahkan diri, mengangkat kedua tangan sambil berseru Allohu Akbar!
Ketidakberdayaan pula yang membuat kita membutuhkan doa.
Prosesi penyerahan diri itulah yang diabadikan dalam nama agama kita islam dari akar kata aslama yuslimu... menyerahkan diri.
Skema tetang "ketidaktahuan"
Terkadang kita kelewat menggebu bahas lingkaran terkecil.... ialah keyakinan, sehingga melupakan ruang yang jauh lebih luas... lautan ketidaktahuan.
Seperti seorang nelayan...cuma bisa memandang lautan pengetahuan sebatas mata memandang..tetapi hanya setitik dari lautan yang sangat luas dimana dia tambatkan jaringnya..
Kesadaran atas Kemahatahuan Alloh itulah yang melahirkan kesadaran betapa kecil pengetahuan kita....
Pada sudut pandang itu, kita bisa merasakan bahwa energi keimanan itu adalah energi ketidakberdayaan.
Ketidakberdayaan yang membuat kita bersandar.
Membuat kita menyerahkan diri, mengangkat kedua tangan sambil berseru Allohu Akbar!
Ketidakberdayaan pula yang membuat kita membutuhkan doa.
Prosesi penyerahan diri itulah yang diabadikan dalam nama agama kita islam dari akar kata aslama yuslimu... menyerahkan diri.
Rabu, 08 April 2015
tertawakan dunia
Aku nemu puisi lama... zaman masih bujangan.
Daripada mati, lalu dunia mentertawakannya....
aku pilih hidup. Walau entah....
aku harus mengemis padamu
lewat iba atau paksa.
Aku tertawa.
Dan dunia mengadu,
berkeluh pada waktu, dan meminta padanya agar cepat-cepat pilih aku untuk disantap.
Dan aku tertawa!
Tetap tertawa.
Tertawakan hidup
Tertawakan dunia yang mengerang, enggan aku keloni.
Indonesia, Oktober 1998
Daripada mati, lalu dunia mentertawakannya....
aku pilih hidup. Walau entah....
aku harus mengemis padamu
lewat iba atau paksa.
Aku tertawa.
Dan dunia mengadu,
berkeluh pada waktu, dan meminta padanya agar cepat-cepat pilih aku untuk disantap.
Dan aku tertawa!
Tetap tertawa.
Tertawakan hidup
Tertawakan dunia yang mengerang, enggan aku keloni.
Indonesia, Oktober 1998
Larutan keruhku....
Jika aku larutan, mungkin kini keruh karena lama tak aku endapkan. Lama tak menepi dalam sepi atau padamkan api. Belakangan ini justru terlalu sering mengaduk aduk diri.
Mengendapkan itu nyaman saat tenang. Saat bersunyi dari banyak bunyi. Biar saja jika lalu daun telinga hanya penuh oleh dengung.
Mungkin ini kibaran handuk kalah pertandingan tinju. Kalah karena aku tak sanggup temukan dimensi lain yang bisa aku nyaman selain dimensi kata kata. Aku malu. Terlalu banyak ketidakberdayaanku, termasuk hanya untuk meyakinkan tentang apa manfaat secangkir kopi pun aku gagal.
Ya sudahlah.
Aku butuh air mata malam ini. Iya. Air mata.
Mengendapkan itu nyaman saat tenang. Saat bersunyi dari banyak bunyi. Biar saja jika lalu daun telinga hanya penuh oleh dengung.
Mungkin ini kibaran handuk kalah pertandingan tinju. Kalah karena aku tak sanggup temukan dimensi lain yang bisa aku nyaman selain dimensi kata kata. Aku malu. Terlalu banyak ketidakberdayaanku, termasuk hanya untuk meyakinkan tentang apa manfaat secangkir kopi pun aku gagal.
Ya sudahlah.
Aku butuh air mata malam ini. Iya. Air mata.
Minggu, 05 April 2015
Mr. Jo
Hujan gerimis
Senja menangis
Menunggu janji manis
Dari si mulut manis
Lakonmu sungguh indah
Banyak yang terbius akan peran lugumu..
Kau hembuskan harapan dan mimpi indah
Banyak yang terbuai akan Kebohongan yg terbungkus janji manismu..
Setelah kau memegang roda kemudi...
Kemana kau bawa semua janji manis dan harapan itu?
Janji manis telah kau tinggalkan di pelabuhan
Harapan telah kau koyak kemudian kau tenggelamkan
Arah kapal telah berputar tak tentu arah
Sang nahkoda kini telah lupa akan arah tujuannya
Sedangkan ombak didepan kian tergulung tinggi
Mungkin kapal ini sebentar lagi akan tenggelam..
Mungkin topengmu terlempar oleh terpaan badai...
riasanmu luntur oleh riak ombak...
Yg tersisa wajah aselimu.
Bodoh dan licik.
Sampai kapan kapal ini kan bertahan
Untuk selalu berbisik pada ombak yang menggulungnya
"Aku ra popo"
mPing. April 2015.
Senja menangis
Menunggu janji manis
Dari si mulut manis
Lakonmu sungguh indah
Banyak yang terbius akan peran lugumu..
Kau hembuskan harapan dan mimpi indah
Banyak yang terbuai akan Kebohongan yg terbungkus janji manismu..
Setelah kau memegang roda kemudi...
Kemana kau bawa semua janji manis dan harapan itu?
Janji manis telah kau tinggalkan di pelabuhan
Harapan telah kau koyak kemudian kau tenggelamkan
Arah kapal telah berputar tak tentu arah
Sang nahkoda kini telah lupa akan arah tujuannya
Sedangkan ombak didepan kian tergulung tinggi
Mungkin kapal ini sebentar lagi akan tenggelam..
Mungkin topengmu terlempar oleh terpaan badai...
riasanmu luntur oleh riak ombak...
Yg tersisa wajah aselimu.
Bodoh dan licik.
Sampai kapan kapal ini kan bertahan
Untuk selalu berbisik pada ombak yang menggulungnya
"Aku ra popo"
mPing. April 2015.
Langganan:
Postingan (Atom)
Buku MADILOG, Materialisme, Dialektika dan Logika adalah buku karya Tan Malaka yang kaya. Berisi banyak pengetahuan. Tak kebayang buku ini...
-
Menjadi orang baik itu sederhana: Jangan marah. Jangan sakiti orang lain, buat orang di sekitar kita bahagia. Perbanyak menolong orang,...
-
Pertama menukil dari surat Kartini, tanggal 15 Agustus 1902, kepada Estelle Zeehandelaar: " Kami berhak untuk tidak menjadi bodoh.. ...
-
Mau tahu seperti apa siang ini menyapa? Ia dan matahari tenang, angin sopan membelai, dan aroma tanah basah harum menyeruak ke pangkal hidun...