Rabu, 19 November 2008

Tentang Film “Perempuan Punya Cerita”

Memang benar bila orang bilang “pilar peradaban” itu perempuan. Karena banyak prilaku kejahatan itu diawali dari tidak dihargainya hak-hak perempuan.

Menonton film “Perempuan Punya Cerita” menciptakan “ngilu” di hati. Luka-luka perempuan dalam empat cerita itu cukup mewakili luka perempuan Indonesia.

Cerita Pulau;
Wulan, gadis yang memiliki ”kekhasan” (abnormal) harus rela melakukan aborsi, setelah diperkosa oleh pemuda kaya di kampungnya. Sementara sang bidan yang melakukan aborsi-pun sedang bertarung dengan kanker payudara stadium tiga...

Cerita Yogyakarta;
Safina pelajar SMA yang tetap menjaga keperawanannya meski hidup di tengah kebebasan seks di lingkungannya. Namun akhirnya menyerahkan keperawanannya kepada seorang yang memang ia cintai, seorang wartawan Jakarta yang menyamar menjadi mahasiswa untuk mengungkap kebebasan seks di kota Yogyakarta... ironis.

Cerita Cibinong;
Maisaroh, bocah yang masih duduk di bangku SMP, yang terpaksa harus melayani nafsu kekasih ibunya, dan akhirnya dijual oleh penipu ke pengusaha di Batam...

Cerita Jakarta;
Laksmi, istri yang mendapat warisan penyakit HIV dari mendiang suaminya yang pecandu narkoba. Dia harus bertarung dengan Mertua-nya dalam memperebutkan hak asuh anak tunggalnya. Terakhir dia harus merelakan anaknya demi masa depan-nya....

Luka-luka itu ikut larut dalam detak jantung-ku; menjadi semacam ”bumbu” dalam adonan jiwa-ku; semoga saja dapat menjadi pendorong untuk-ku, agar lebih dapat menyayangimu, menghormati bunda dan mertua-ku, dua bidadari-ku, juga perempuan2 di sekelilingku....
Semoga, penghargaan-ku pada mereka bisa menjadi langkah kecil-ku untuk menyelamatkan peradaban, menghidupkan nilai kemanusian yang nyaris raib di bumi ini... Amien.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...