Rabu, 07 September 2011

tentang Cinta

"Di Bawah Lindungan Ka'bah" difilmkan. Jadi teringat dulu pernah beberapa kali membacanya, dan beberapa kali pula teteskan air mata. Ini memang kisah cinta yang sedih, namun justru mengajarkan banyak hal. Seperti bagaimana cinta yang perlahan-lahan menjangkiti kita. Cinta yang semestinya membuat segalanya menjadi indah itu, justru menjadi belati yang menusuki rongga hati, atau menjadi pecahan kaca yang ditebar di sepanjang jalan tempat kaki telanjang kita harus menapak. Pedih.

Apa yang salah dengan Cinta? Bukan perasaan ini adalah pemberian dari Dzat yang Maha Cinta... mestinya Dia tak akan menyengaja menyakiti hamba-Nya. Namun kenapa?

Aku jadi tertarik memikirkan hal ini lebih jauh. Rasanya memang ada yang salah dalam "cara berfikir" kita. Kadang kita terjebak, untuk memberikan porsi yang kelewat bebas terhadap rasa Cinta ini. Karena ia [Cinta itu] memang serupa anak kecil, yang jika diberikan apa maunya, ia semakin kolokan... Karenanya jika kita hendak berlayar di samaudra Cinta, kita harus sedia panduan. Karena tanpa panduan, tentu kita bisa karam. Panduan yang paling tepat adalah "agama". Dan jangan lupa jadikan "akal sehat" sebagai Nahkoda.

Hmm... itu sih teori; kata para pecinta yang sudah terlanjur terbawa arus indahnya gelora rasa itu. Bagi kami yang terseret arus dan nyaris tenggelam ini, apa yang bisa kami lakukan? Jadi teringat Novel "Laila Majnun" bagaimana Qois yang menjadi "majnun" untuk seorang Laila, hingga banyak tabib tak bisa sembuhkan virus asmara itu. Dalam hal ini, kita memang butuh orang lain. Seseorang di pinggir sungai yang bisa menabik kita, untuk menepi lalu beranjak ke dataran yang lebih tinggi. Inilah pentingnya seorang teman. Agar ia tetap sadar saat kita terlena. Atau bisa pula "keluarga" yang kadang lebih "terjaga" dibanding kita yang saat itu terserang demam Cinta. Memang seringkali sang korban justru "marah", kalap... "Kalian tidak merasakan apa yang aku rasakan sih..." Kita lupa, bahwa teman atau keluarga yang sedang mengingatkan kita itu pun melakukan semua itu atas dasar Cinta. Kita tergoda untuk membenturkan Cinta satu dengan Cinta yang lain; sementara sebenarnya bisa disintesakan. Karena Cinta itu seperti kuman yang bisa membelah diri, menyebar, tanpa mengurangi yang lainnya. Lihat saja, saat kita mencintai pasangan kita, lalu menikah, lalu beranak pinak, Cinta itu bisa berkembang begitu pesat; Cinta pada anak-anak, pada orang tua, pada masyarakat sekitar... dan tanpa mengurangi cinta kita pada pasangan kita. Entahlah....

Bicara tentang Cinta, memang selalu saja membingungkan.
Wallohu a'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...