Kopi semakin banyak kutenggak.
Menikmati rasanya secara serius.
Ada pahit.
Ada gemetar debar.
Sesekali bijinya menyelip di celah gigi.
Pelan pelan, aku mulai paham.
Mana biji kopi, mana biji lain yang dipaksa dicampurkan. Ah... Kopi sobek.
Aku mengikuti yang aku pikirkan.
Bahkan saat ia menenggelamkan diri dalam adukan kopi.
Menyesap semua rasa.
Aih.
Lalu hati bersenandung, bahkan akhirnya menyanyi.
Lagu dengan rima indah.
Gelisah yang basah, menempel di tiang birama.
Kau menatap tajam, menusukkan duga demikian dalam.
Dan nada yang kau nyanyikan dahsyat.
Mengoyak etik dan perhitungan kaku sebab akibat.
Moksa sudah akal sehat.
Pancoran, 9/3/2017
Poetoe
Kamis, 16 Maret 2017
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...
-
Menjadi orang baik itu sederhana: Jangan marah. Jangan sakiti orang lain, buat orang di sekitar kita bahagia. Perbanyak menolong orang,...
-
BAB 1 CAHAYA (Hari ke-1) Kebenaran sebagai Aksioma, Kebenaran seperti a ksioma, merupakan sebuah pernyataan yang sudah pasti kebenaran...
-
rantai langkah gontai kata memaknai detik dengan arti mata menangkap singkap rahasia jelang mati sejak lahir berani ada dalam...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar